Lakukan Upaya Diversi dan Hindari Memenjarakan Anak

IMG_8271Polrestabes Surabaya, Bhirawa
Banyaknya jumlah anak di bawah umur yang tersandung kasus pidana, membuat kepolisian harus memutar otak. Terbaru, Polrestabes Surabaya menggelar pelatihan teknis aplikasi UU RI No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) kepada jajarannya.
Dalam pertemuan tersebut dibahas secara mendalam soal diversi atau perlakuan pada anak-anak yang terlibat perkara pidana. Hasilnya, terdapat pengupayaan agar kasus yang menyeret anak usia di bawah 18 tahun tidak perlu lagi diproses hingga ke tingkat penuntutan maupun ke peradilan.
Kanit Renakta (Remaja Anak dan Wanita) Dir Reskrimum Polda Jatim Kompol Yashinta menyampaikan, implementasi UU RI No 11 tahun 2012, terkait urusan anak berhadapan dengan hukum (abh). Menurutnya, sepanjang belum melewati usia 18 thn, maka pelaku pidana tersebut tetap dikategorikan masih anak-anak dan berlaku UU No 11 serta dilakukan upaya diversi, sehingga tidak sampai menyeret anak masuk penjara.
“Upayakan jangan sampai ada pemenjaraan bagi pelaku pidana anak-anak. Salah satu upayanya yakni melalui diversi, dengan membuat ruang semacam mediasi antara penyidik, Jaksa, pelaku dan korban, untuk menyelesaikan perkara secara mufakat,” terang Kompol Yashinta saat menjadi pembicara di Poltestabes Surabaya, Selasa (9/9).
Dijelaskan Yashinta, ada tiga klasifikasi untuk penyidik melakukan diversi pada pelaku anak-anak. Pertama, anak usia 0-12 tahun harus dilakukan diversi, karena mereka belum cakap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Nantinya dalam diversi ini, keputusan yang diambil adalah menitipkan anak ke Balai Pemasyarakatan (Bapas).
Kedua, masih kata Yashinta, klasifikasi anak usia 12-14 tahun harus dilakukan penyidikan. Akan tetapi dalam proses penyelidikan, pelaku anak tidak boleh ditahan. Ketiga, anak usia 14-18 tahun, dapat diproses melalui penyidikan dan boleh di tahan. Namun, tetap tidak semua perkara dapat dilanjutkan dengan melihat UU SPPA.
Mengenai tindak pidana anak yang dilakukan bersama orang dewasa, Kompol Yashinta menegaskan, petugas harus melihat ancaman hukumannya terlebih dahulu. Apabila ancaman hukumannya dibawah 7 tahun, maka harus dilakukan diversi. Apabila gagal, upaya selanjutnya yakni dilakukan split perkara di Pengadilan.
“Kita tetap mengacu dan melihat berapa ancaman hukumannya. Terlebih lagi harus sesuai dengan UU SPPA,” tegasnya.
Terkait penahanan, Kanit Renakta Polda Jatim ini menambahkan, petugas harus mengundang orang tua pelaku. Sebab, dalam upaya penahanan pelaku anak, harus ada penjaminnya. Lanjutnya, apabila masih dijumpai adanua penahanan pelaku anak di kepolisian, pihaknya akan merubah aturan tersebut secara perlajan. Menurutnya, hindari memenjarakan anak, sebab hal itu salah.
“Mari kita lihat apa yg diperbolehkan UU RI No 11 dan apa yanh tidak diperbolehkan oleh UU. Upayakan jangan sampai anak-anak berhadapan dengan hukum. kalau pun anak harus berhadapan dengan hukum, penjara bukan tempat bagi mereka,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah tengah menggodok aturan dan sistem baru terkait perlindungan anak yang tersangdung masalah pidana di berbagai daerah. Ini sesuai dengan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Salah satu poin penting dalam penanganan pidana ini yaitu sistem restorative justice, artinya penangan dengan melakukan musyawarah dengan beberapa lembaga terkait dan juga tokoh masyarakat. Penanganan ini dilakukan untuk menentukan hukuman yang akan diterima anak apabila tersangkut kasus pidana. [bed]

Tags: