Langgar Disiplin ASN, Wali Kota Bebas Tugaskan Dua Pejabat Pemkot

Staf Ahli Wali Kota Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Tutang Heru Aribowo dan Kepala DPMPTSP Naker Dwi Hermanto dibebastugaskan oleh Wali Kota Probolinggo Hadi Zainal Abidin.

Kota Probolinggo, Bhirawa
Wali Kota Probolinggo Hadi Zainal Abidin bebas tugaskan dua pejabat Pemkot Probolinggo. Kedua pejabat eselon 2B ini yakni Staf Ahli Wali Kota Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Tutang Heru Aribowo dan Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSP Naker) Dwi Hermanto.
Surat Keputusan itu diserahkan oleh Wakil Wali Kota Probolinggo, HMS Subri, Sekda Kota Probolinggo Ninik Ira Wibawati dan Inspektur Kota Probolinggo, Tartib Goenawan. Dwi menerima surat pada 24 Agustus, sedangkan Tutang pada 25 Agustus 2020. Penonaktifan kedua pejabat Pemkot Probolinggo itu diungkapkan karena ada dugaan pelanggaran disiplin ASN yang dilakukan keduanya. Mereka melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan pasal 3 angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, angka 8, angka 9 dan angka 17, Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
SK bertanda tangan Wali Kota Probolinggo itu keluar pada 24 Agustus 2020. Berbunyi, kalau Tutang Heru Aribowo dianggap melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, Disiplin PNS Pasal 3 yang di antaranya wajib menaati peraturan perundang-undangan dan melaksanakan tugas kedinasan.
“Benar, sesuai SK saya di bebas tugaskan 24 Agustus kemarin. Namun saya terima baru kemarin sore,” jelas Staf Ahli Wali Kota Tutang Heru Aribowo, Kamis (27/8). Ia mengaku, sebelumnya sudah pernah diperiksa selama dua kali. Yakni pada Juli dan Agustus yang hasilnya berujung pembebasan tugasnya sebagai Staf Ahli. “Kemarin saya menerima surat itu di ruang dinas Wakil Wali Kota, didampingi Sekda dan Inspektur. Hanya saja ketika saya tanya posisi saya dimana setelah ini, masih belum ada kejelasan,”tandas Tutang
Bagaimana langkah yang akan ia ambil, pihaknya masih belum bisa menentukan. Entah melakukan gugatan ke PTUN atau yang lain. “Saya masih pelajari dulu, yang jelas terkait hal ini saya rembug bersama keluarga dahulu ya. Bagaimana nantinya, saya sampaikan,” kilahnya.
Jika Tutang sebelumnya melalui pemeriksaan, lain halnya dengan Kepala Dinas PMPTSP Naker Dwi Hermanto. Ia mengaku surat yang keluar tanpa ada klarifikasi. “Saya juga terima surat soal di bebas tugaskannya saya sebagai Kepala DPMPTSP Naker. Namun sebelumnya belum ada klarifikasi, tahu-tahu muncul surat, ini yang membuat saya kaget,” jelas Dwi.
Namun begitu, ia menyampaikan kalau pembebasan tugas itu masih sementara. Pasalnya, ia akan diperiksa oleh inspektorat. Dwi Hermanto mengaku kaget dengan surat yang diterimanya itu. Dalam surat tersebut tertulis namanya dibebastugaskan dari jabatannya saat ini. Ia cukup heran dengan dugaan pelanggaran yang dituduhkan kepadanya. “Saya sendiri belum mengetahui, mohon waktu untuk menyelesaikan berkas administrasi perkara ini,” akunya.
Senada dengan Dwi, Tutang juga mengaku heran. Meski begitu, Tutang mengakui jika dirinya sempat diperiksa dua kali oleh inspektorat. Pertama pada Senin, 6 Juli 2020, kemudian pada Senin, 3 Agustus 2020. Setelah itu, dirinya menerima surat penonaktifan dari jabatan yang diembannya. “Saya sendiri juga tidak paham, pelanggaran apa yang dipermasalahkan ini,” kata mantan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan itu,
Wakil Wali Kota M Soufis Subri membenarkan adanya surat tersebut. Hal itu, menurutnya hak dari pada Wali Kota . “Kalau alasannya apa ya jangan tanya saya, tanya sama yang memberikan. Itu menjadi hak Kepala Daerah, soal bagaimana ada yang tidak pas sah-sah saja jika ada PTUN,”ucapnya melalui sambungan seluler.
Elyas Adityawan Anggota Komisi 1 DPRD Kota Probolinggo merespons informasi ini. Pihaknya akan mempelajari dulu materinya seperti apa. Yang harus DPRD ingatkan kepada pemerintah daerah terutama wali kota itu bahwa kebijakan yang diambil untuk membebastugaskan pejabat itu tidak dilandasi atas dasar like and dislike.
“Semua komponen daerah ini termasuk wali kota harus menyadari betul bahwa ASN bukan alat politik kepentingan Wali kota. Jadi jangan sampai karena kepentingan walikota yang tidak diakomodir oleh ASN, kemudian ASN mendapatkan perlakukan-perlakuan seperti penonaktifan,” bebernya.
Dia menekankan dan menggarisbawahi bahwa ASN bekerja bukan untuk kepentingan politik praktis wali kota. Tapi ASN bekerja secara profesional. Maka dia berharap, jangan sampai muncul wali kota mengkooptasi kinerja dan kerja birokrasi termasuk mengkooptasi ASN untuk kepentingan politik praktis.
“Kalau sampai wali kota mencoba untuk memaksakan atau mengkooptasi ASN. Maka akan muncul kecenderungan pemerintahan ini adalah pemerintahan yang koruptif. Kenapa koruptif? Karena semua akan dicoba untuk dikontrol oleh kepentingan wali kota,” tambah anggota dewan dari Fraksi NasDem. [wap]

Tags: