Langkah PT Gudang Garam Kembangkan Kerajinan Bambu di Kediri

Kerajinan bambu di saung udjo Bandung

Kediri, Bhirawa
Sebagian masyarakat di lereng Gunung Wilis bekerja sebagai perajin bambu. Mereka tersebar di Kecamatan Mojo, Tarokan, dan Banyakan, dengan jumlah perajin sebanyak 31 orang. Namun hingga saat ini para perajin tersebut masih menjalankan usaha secara konvensional
Perajin ini tersebar dibererapa lokasi diantaranya di Desa Sukoanyar, Kecamatan Mojo (5 perajin), Desa Ngadi, Kecamatan Mojo (3 perajin), Desa Blimbing, Kecamatan Tarokan (18 perajin), dan Desa Mayaran, Kecamatan Banyakan (5 perajin).
Saat ini produk mereka masih berupa cagak bangunan, gedek (sesek), tusuk sate, tompo, cikrak, dan kurungan ayam. Itupun diproduksi dalam jumlah terbatas karena keterbatasan biaya serta pemasaran. Kondisi ini berbanding terbalik dengan ketersediaan bahan baku bambu yang cukup melimpah.
Melihat ini, program CSR PT Gudang Garam berkomitmen mengembangkan industri kerajinan bambu di sana, sekaligus merawat kelestarian alam. Untuk itu dibutuhkan peran semua pihak, termasuk media massa dalam memberikan ruang informasi terhadap upaya ini.
” Melalui Media Gathering 2019, rekan wartawan kami ajak berkunjung ke Dusun Bambu dan Saung Angklung Udjo, di Bandung untuk menyaksikan secara langsung pengelolaan ekowisata berbasis pelestarian lingkungan yang memberi nilai ekonomi masyarakat.” kata Ihwan Tricahyono Kabid Humas PT GG.
Sementara itu, di Dusun Bambu adalah ekowanawisata yang dibangun dari sebuah keprihatinan terhadap sebuah lahan di Bandung Barat yang tak diperhatikan oleh petani setelah panen. Pada tahun 2008, beberapa pengusaha memiliki ide mengembalikan lahan yang memprihatikan tersebut untuk diperbaiki. Salah satunya dengan menjadikan lahan konservasi bambu.
Proses pengembalian lahan seluas 15 hektar agar hijau kembali ternyata tak mudah. Diperlukan sedikitnya 100.000 bibit tanaman bambu untuk menciptakan surga alam yang bisa dinikmati semua orang.
“Untuk menjadi seoerti ini dibuat dari tahun 2008 hingga tahun 2011. Setelah vegetasi alam Dusun Bambu mulai pulih, dibangunlah beberapa bangunan dengan konsep hijau (green). Arsitektur harus berpikir keras untuk membangun sebuah bangunan yang dapat menyatu dengan alam, namun tetap memiliki nilai estetika tinggi.
Sementara itu Saung Angklung Udjo (SAU) adalah destinasi wisata yang dilengkapi tempat pertunjukan, pusat kerajinan tangan dari bambu, dan workshop instrumen musik dari bambu. Selain itu SAU juga menjadi laboratorium kependidikan dan pusat belajar kebudayaan Sunda, khususnya angklung.
Tak heran jika suasana tempat ini begitu segar dikelilingi pohon-pohon bambu. Aneka kerajinan bambu dan interior bambu hingga alat musik bambu bisa dijumpai di Saung Angklung Udjo.
“Semoga dengan kegiatan ini kerajinan maupun konsep yang ada di dusun bambu dan Saung Udjo bisa diadopsi mengingat Kediri juga banyak tumbuh pohon bambu, Ini akan menjadi sesuatu yang istimewa jika bisa dibawa ke kediri” kata Budi Arya Salah satu wartawan yang ikut dalam kegiatan. [van]

Tags: