Lansia Makan Nasi Aking Mojokerto Tak Dapat KPS

4-hasan aminMojokerto, Bhirawa
Ironi memang keberadaannya pengambilan uang KPS di kantor pos atau di kantor Kecamatan dengan mengendarai sepeda motor. Lalu membelanjakan dana kopensasi bbm itu ke pasar untuk membeli  aneka kebutuhan pokok . Untuk keperluan hidup selama dua bulan ke depan.
Namun lain yang dialami mbah Lastinah (95th) warga jalan Duku desa Seduri kecamatan Mojosari, kabupaten Mojokerto ini,dia hanya duduk  sendirian,karena nenek tua ini tak masuk daftar Nominalis rek giro KPS (kartu perlindungan sosial)    Sehingga dia tidak dapat jatah untuk mengambil.
Sehari-hari hanya mengumpulkan kertas atau plastik di sekitar rumahnya untuk membakar ubi jalar(telo)sebagai makanannya sehari hari, sambil sesekali mengorek nasi aking yang di tempatkan di tempayan sobek . Itulah kehidupan sehari hari lstinah yang hidup sebatang kara tanpa ditemani seorang atau seekor hewan piaraanpun dirumah yang dihuni sejak 10 tahun lalu.
Diakuinya memang setiap 2 hari sekali dirinya ke pasar Mojosari yang jaraknya sekitar 1km dari rumahnya. Dengan jalan kaki sambil membawa 2 tentengan tas kresek seberat 4 kg.Namun kepasar bukan berbelanja kebutuhan pokok untuk persediaan. Akan tetapi jual karak(nasi aking kering) ke penjual katul.
Untuk setiap kg oleh penjual katul dibayar Rp2500. Jika yang dibawa 4 km berarti menerima Rp10.000. Yang Rp1 000 dibelanjakan telo yang Rp500 dibelikan kangkung. Sementara yang Rp 500 lagi disimpan sebagai tabungan didompetnya. Karena yang Rp8000 diberikan pada pemilik karak. Kenapa begitu tanya Bhirawa? ”Lha wong kulo mung buruh nyade aken mawon mas,”jelas mbah Lastinah.
Camat Mojosari Aldullah langsung turun ke lapangan untuk melakukan penanganan. Setelah dihubungi Bhirawa Rabu [3/12].(min)

Keterangan foto : Foto ini diambil saat mbah Lastinah berada di rumah.

Tags: