LAPAN Libatkan ITS dalam Pembuatan Satelit

Dr Ir Teguh Hariyanto (kiri) saat memoderatori para narasumber.

Surabaya, Bhirawa
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) kembali melibatkan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dalam menggarap satelit LAPAN A5. Sebelumnya, ITS juga dilibatkan dalam proyek pembuatan satelit LAPAN A4, yang kini sedang dalam proses produksi.
Dalam seri satelit A milik LAPAN, telah berhasil meluncurkan satelit A1 pada tahun 2007. Kemudian meluncurkan satelit LAPAN A2 pada 2012, satelit LAPAN A3 pada 2016 dan LAPAN A4 yang sedang berada dalam proses produksi. Untuk satelit A5, LAPAN secara khusus bekerja sama dengan Chiba University, Jepang.
Dalam kuliah tamu yang bertempat di Ruang Sidang Utama Rektorat ITS, Rabu (6/9) kemarin, Dr Albertus Heru selaku Ketua Tim Satelit A5 LAPAN, mengungkapkan bahwa kerja sama antara LAPAN dan Chiba University telah berlangsung sejak penandatanganan Memo of Understanding (MoU) pada Mei 2013 lalu. Chiba University diwakili Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL) milik Prof Josaphat Tetuko Sri Sumantyo PhD.
“LAPAN akan mengerjakan Platform/BUS-nya, sedangkan Profesor Josaphat akan menggarap sensor SAR untuk payload-nya,” jelasnya dalam kuliah yang bertajuk Perkembangan Teknologi Satelit di Indonesia (A1 – A5) ini.
Pria yang biasa disapa Heru ini mengatakan, teknologi yang dikembangkan untuk Satelit LAPAN A5 ini merupakan teknologi microsatelit canggih pertama di dunia yang menggunakan Synthetic Aperture Radar (SAR). Yakni, merupakan bentuk radar yang digunakan untuk membuat gambar objek dua dimensi atau tiga dimensi, seperti landscape. SAR merupakan bentuk lanjutan dari Side Looking Airbone Radar (SLAR).
Pada kesempatan yang sama, Prof Josaphat dari Center for Environmental Remote Sensing, Chiba University, Jepang menjelaskan bahwa SAR memiliki frekuensi 1-40 Giga hertz. Sedangkan panjang gelombang yang dihasilkan adalah 1 cm – 1 m lebih panjang dari butiran air di awan.
“Dengan frekuensi dan panjang gelombang tersebut, dengan teknologi SAR ini dapat menembus awan, kabut, maupun asap yang menghalangi sensor,” papar Josaphat.
Kelebihan lain dengan digunakannya SAR, imbuh Prof Josaphat, adalah saat penggunaan satelit pada malam hari. Sumber cahaya satelit ini berasal dari satelit sendiri sehingga apapun waktunya, satelit dapat tetap menghasilkan citranya.  Bahkan menurut Prof Josaphat, teknologi tersebut juga dapat melakukan mapping air bawah tanah. Teknologi SAR tentu jauh lebih baik dan dapat menghasilkan citra lebih baik daripada teknologi konvensional. Ketika ditanya soal resolusi satelit, Prof Josaphat menjawab bahwa semua kembali lagi pada bandwidth (lebar pita, red). “Makin lebar bandwidth-nya, maka makin kecil resolusinya,” tutur pendiri yayasan Pandhito Panji Foundation tersebut. Satelit ini, ungkap Josaphat, sangat bermanfaat untuk kegiatan perikanan dan maritim.
“Banyak kecelakaan di darat atau laut. Saat ini Jepang pun terlalu banyak memiliki jalan tol. Pasti sulit jika melakukan pengawasan satu persatu,” papar Josaphat membagi pengalamannya. Satelit ini juga dapat mengetahui terowongan-terowongan besar agar dapat menghindari kerubuhannya. Satelit ini juga dapat mendeteksi pergerakan teroris. Saat ini, pembuatan Satelit LAPAN A5 memasuki tahap riset model. [geh]

Tags: