Larangan Mudik, Kru Bus Kabupaten Probolinggo Khawatir Dirumahkan Lagi

Adanya larangan mudik, menimbulkan keresahan kru bus di terminal Probolinggo.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Organda: Rawan Muncul Angkutan Gelap
Probolinggo,Bhirawa
Kebijakan pemerintah melarang kegiatan mudik Lebaran, meresahkan pekerja sektor transportasi. Ancaman kembali dirumahkan menghantui para sopir dan kondektur yang sehari-hari bekerja di moda transportasi umum.

Pada 2020, kebijakan pemerintah meniadakan mudik Lebaran memukul perekonomian mereka. Ditutupnya terminal dan tidak adanya aktivitas mudik membuat mereka harus memutar otak agar tetap memiliki penghasilan untuk menghidupi keluarganya.

Seperti diungkapkan Syaiful, warga Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, Senin (29/3). Ketika ada larangan mudik, kondektur bus ini mengaku tidak mempunya pekerjaan. “Terminal Bungurasih, ditutup. Tidak ada bus yang bisa bekerja. Warga juga tidak ada yang mudik. Tiga bulan saya dirumahkan. Kalau sekarang ada larangan mudik, bagaimana nasib kami yang justru meraup rezeki ketika masa mudik dan arus balik?” tanyanya.

Ia berharap pemerintah bersikap arif dan bijaksana soal masalah mudik. “Bisa kan pemudik diminta tetap memakai masker. Sekarang juga banyak penumpang yang naik bus bermasker,” ujarnya.

Kekhawatiran serupa juga diungkapkan Salam, kondektur bus jurusan Malang. “Jelas khawatir. Tahun lalu saja saya dirumahkan sama perusahaan. Tahun lalu kan juga ada larangan mudik. Khawatir dirumahkan lagi,” ujarnya.

Karena dirumahkan, untuk menghidupi keluarganya, Salam mengaku memilih bekerja serabutan. Ia berharap tahun ini tidak ada larangan mudik. “Sekarang saja penumpang bus sepi. Kadang cuma 7 orang, paling banter 15 orang. Terus kalau mudik dilarang, bagaimana nasib pekerja transportasi. Kan bisa misalnya penumpang wajib jaga jarak dan pakai masker. Tidak perlu sampai dilarang,” katanya.

Bapak tiga anak ini mengaku sempat bersyukur mendengar kabar pemerintah memperbolehkan mudik Lebaran. Namun, perasaannya berubah ketika mendengar kabar pemerintah resmi melarang kegiatan mudik. “Kami bisa apa sebagai orang kecil. Cuma berharap semoga dibatalkan larangan mudik ini,” tuturnya.

Pemerintah resmi memberlakukan larangan mudik Lebaran 2021. Larangan ini berlaku bagi semua masyarakat Indonesia. Alasannya, masih sama. Demi menekan penyebaran Covid-19. Meski sempat diwacanakan mudik Lebaran 2021 diperbolehkan, namun keputusan pemerintah berbeda. Tahun ini, pemerintah kembali melarang mudik pada 6-17 Mei 2021. Adanya kebijakan ini dipastikan berdampak terhadap jasa angkutan umum.

Kepala UPT Terminal Bayuangga Kota Probolinggo Budi Harjo mengatakan, pada dasarnya pihaknya hanya mengikuti pemerintah. Jika pemerintah melarang mudik Lebaran, dipastikan jumlah penumpang di terminal akan sepi. Kondisinya tidak akan jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. “Itu kebijakan pemerintah. Kami yang di lapangan hanya menunggu perintah saja,” tandasnya.

Selama masa pandemi, jumlah penumpang turun drastis dibanding sebelum ada korona. Jika biasanya setiap hari mencapai 4-5 ribu penumpang, selama pandemi tak sampai seribu penumbang. Kata Budi, setiap hari penumpang yang datang hanya sekitar 300 orang, sedangkan yang berangkat sekitar 700 orang. “Nanti kalau ada perkembangan dari pusat maupun balai terkait angkutan Lebaran, saya infokan,” lanjutnya.

Hal serupa terjadi terhadap jumlah penumpang kereta api (KA). Bahkan, sejauh ini belum ada penjualan tiket untuk mudik Lebaran. Dengan adanya larangan mudik, juga belum diketahui tiket KA selama musim mudik akan tersedia atau tidak. “Kami juga masih menunggu,” ujar Kepala Stasiun KA Probolinggo Andri Purwanto, Senin (29/3).

Menyikapi adanya larangan mudik, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Probolinggo Raya menyayangkan keputusan tersebut. Adanya larangan ini secara tidak langsung akan berdampak terhadap jumlah penumpang angkutan umum. Baik bus maupun angkutan darat lainnya.

Di sisi lain, PO bus sudah banyak yang merumahkan karyawannya lantaran dampak pandemi Covid. Ketua Organda Probolinggo Raya Tommy Wahyu Prakoso mengaku, belum memberikan surat resmi terkait adanya larangan mudik. Karenanya, belum mengetahui secara detail. Apakah larangan itu berlaku untuk orangnya atau angkutannya. Meski keduanya saling berkaitan. “Jadi yang dilarang itu angkutan Lebarannya atau apanya,” keluhnya.

Ia berharap angkutan Lebaran reguler atau angkutan umum tetap diizinkan beroperasi dengan catatan mematuhi protokol kesehatan. Seperti, mengurangi jumlah penumpang hingga 50 persen dan menyiapkan hand sanitizer. “Harapannya, juga mudik diizinkan, sebab jika tidak, berpengaruh pada jumlah penumpang. Jadi, meski angkutannya diperbolehkan, namun yang menumpang sedikit, sama saja,” kata Tomi.

Menurutnya, jika angkutan umum dilarang, maka bisa jadi akan ada angkutan gelap atau mobil pelat hitam yang dimanfaatkan untuk mudik. Bila ini terjadi, pemerintah akan kesulitan untuk mengontrolnya. “Kami juga senang angkutan mudik gratis tidak ada, sehingga penumpang bisa memakai bus reguler,” tambah mantan anggota DPRD Kota Probolinggo ini.(Wap]

Tags: