Latih Guru Perbaiki Standar Nilai Ujian Kompetensi

Ketua MGMP Otomotif Surabaya Muhammad Ardiyanto (Dua dari kanan) memberi penjelasan kepada peserta program pengembangan kompetensi berkelanjutan di SMKN 7 Surabaya.

SMKN 7 Surabaya Tuan Rumah Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

Surabaya, Bhirawa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memberlakukan Uji Kompetensi Guru (UKG) sejak lima tahun lalu. Ada standar nilai minimal agar guru itu dikatakan sebagai kompeten. Sayang, tidak semua dapat memenuhi standar nilai minimal tersebut.
Seperti mereka yang kini menjalani Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) di SMKN 7 Surabaya. Belasan guru produktif bidang otomotif dilatih kembali kompetensinya untuk meningkatkan profesionalitas guru. Di sampingi itu, mereka juga memiliki tuntutan untuk memperbaiki nilai UKG yang pernah didapat.
Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Surabaya bidang otomotif Muhammad Ardiyanto menjelaskan, standar nilai UKG tahun lalu ialah 55. Mereka yang tergabung dalam PKB merupakan guru yang nilainya di bawah itu. Targetnya, setelah mengikuti program tersebut guru mampu memenuhi standar nilai minimal yang ditetapkan sebesar 71.
“Penilaiannya dilakukan dua kali. Pada akhir program PKB ini guru diuji dengan bobot penilaiannya 60 persen. Kemudian diuji kembali oleh Kemendikbud secara online dengan bobot nilai 40 persen,” tutur Ardiyanto ditemui di bengkel otomotif SMKN 7 Surabaya, Rabu (22/11).
Ardiyanto mengaku, kurangnya nilai guru saat UKG tidak serta merta berarti mereka tidak kompeten. Sebab, UKG lebih menekankan pada teori. Sementara guru mengerjakan di bawah tekanan waktu, konsentrasi dan berbagai faktor lainnya. “Beruntungnya, khusus untuk bidang otomotif ini program PKB dilakukan penuh tatap muka. Jadi ada teori sekaligus praktikumnya langsung,” terang dia.
Pria yang juga Waka Kurikulum SMKN 7 Surabaya itu mengaku, tidak semua mapel mendapat pendampingan PKB secara tatap muka langsung. Terlebih dalam program ini guru juga diperkuat dengan pengembangan potensi pedagogik dan profesional. “Tahap ini ada 15 guru produktif yang diikutkan. MGMP Surabaya ditunjuk P4TK (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan) untuk melaksanakan program ini,” tutur Ardiyanto.
Dari segi jumlah, pihaknya mengakui, jumlah guru yang mendapat nilai di bawah standar UKG lebih dari itu. Namun, sasaran pelatihan terbatas oleh kuota yang diberikan oleh pusat.
Fokus program ini ialah penguatan kompetensi guru dalam menguasai sistem bahan bakar bensin maupun diesel. Modul itu dipilih lantaran hasil analisa UKG yang paling rendah terletak pada materi tersebut. “Jadi dalam UKG misalnya ada tiga modul yang merah itu sudah tidak lulus. Rata-rata modul yang merah itu terkait sistem bahan bakar kendaraan ringan,” terang dia.
Agustinus Rianta, salah satu peserta program PKB ini mengakui, materi dalam program sejatinya bukan hal baru. Guru produktif Teknik Kendaraan Ringan (TKS) SMK St Louis Surabaya itu mengakui, pada 2015 dia mengikuti UKG dengan nilai di bawah standar. Pada 2016, UKG kembali dia ikuti dan nilainya semakin turun.
“Waktu 2015 modul yang merah ada tiga, kemudian pada 2016 bertambah lima karena standar minimalnya juga bertambah,” tutur dia. Modul dalam program tersebut, ialah terkait sistem bahan bakar. Baik yang konvensional menggunakan karburator maupun sistem yang baru menggunakan injeksi.
Agus mengakui, fokus utama dalam program tersebut ialah mengejar kekurangan nilai standar minimal. Sebab, pemerintah telah mewacanakan adanya peningkatan standar minimal UKG hingga 2019 dari 55 menjadi 80. “Khawatir kalau sertifikasinya tidak bisa keluar karena nilainya rendah,” terang Agus. n tam

Update Pemahaman Guru Produk Mengajar
Kemampuan guru SMK sesungguhnya sudah cukup mumpuni dalam menyampaikan pembelajaran ke siswa. Hanya saja, pengetahuan mereka perlu terus di update agar dapat menyesuaikan perkembangan teknologi.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Wilayah Surabaya Dr Sukaryantho mengakui hal tersebut. Menurutnya, yang dihadapi guru SMK ialah teknologi yang terus berkembang. Sementara itu, dia juga memiliki tanggung jawab untuk melahirkan lulusan-lulusan yang siap pakai dalam dunia usaha dan dunia industri.
“Mana mungkin pemahaman guru SMK yang sedang menyiapkan calon tenaga kerja yang terampil untuk zaman sekarang tapi pemahaman teknologinya masih belum di update,” tutur Sukaryantho.
Sukaryantho menegaskan, guru tidak hanya dituntut mampu menguasai materi yang diajarkan. Melainkan juga dituntut memiliki kemampuan mengelola suasana belajar mengajar lebih efektif dan efisien. “Itu menjadi poin penting dalam pengembangan profesi guru sebagai tenaga pendidikan,” tandas Sukaryantho.
Hal senada diungkapkan Kepala SMKN 7 Surabaya Agus Basuki. Pengembangan guru SMK harus searah dengan perkembangan teknologi. Karena itu, pihaknya juga memberlakukan magang bagi guru ke perusahaan. “Jadi bukan hanya siswa yang butuh magang. Guru juga perlu belajar ke industri melihat perkembangan yang sudah terjadi,” pungkas Agus. [tam]

Tags: