Layak Menjadi Cermin Keamanan, Ketertiban dan Kerukunan

Suasana asri dan teduh Desa Kalisat, Kec Sempol, Kab Bondowoso.

Suasana asri dan teduh Desa Kalisat, Kec Sempol, Kab Bondowoso.

Mengunjungi Desa Kalisat
Bondowoso, Bhirawa
Pagi itu, usai salat subuh terdengar alunan suara merdu seorang bocah melantunkan ayat suci Alquran di musala kecil Desa Kalisat, Kec Sempol, Kab Bondowoso. Di seberang musala yang jaraknya hanya 25 meter terdapat air terjun alam dengan ketinggian sekitar 40 meter saja. Gemericik air terjun dengan suara merdu qori bagaikan harmoni merdu yang langka dijumpai.
Suara qori kecil itu mendayu-dayu, dia bukan hanya membaca Quran tetapi melagukan bacaan ayat suci itu dengan sangat merdu. Membuat betah siapa saja di sana untuk berlama-lama mendengarkan harmoni paduan air terjun dan alunan nada qori di desa yang dikelilingi bukit tinggi tersebut.
Musala dan air terjun permukinan Desa Kalisat menjadi pintu gerbang ke luar masuk Desa Kalisat. Desa yang nyaman, tenang, tidak banyak lalu lintas kendaraan. Tidak ada transportasi umum, tukang ojek pun tidak ada. Yang terlihat hanyalah bocah-bocah yang berlari kecil bermain dan hilir mudiknya ibu yang merangkap buruh  serta orangtua. Sementara para pemudanya umumnya mengadu nasib di kota.
“Anak saya kerja pabrik plastik di Waru, Sidoarjo. banyak anak muda di sini yang meninggalkan desa karena memang tidak ada yang bisa dilakukan di sini, tidak ada pekerjaan selain buruh kopi,” kata Warji, warga Desa Kalisat kepada Bhirawa belum  lama ini.
Setiap pagi memang ada truk perkebunan PT Perkebunan Nusantara XII yang hilir mudik mengangkut hasil kopi atau truk milik blantik kambing yang mencari kambing-kambing murah di desa itu. Bagi pemuda yang ingin maju dan berkembang memang tidak ada pilihan selain harus meninggalkan desa mencari kerja di luar.
Walaupun memiliki sarana dan prasarana yang sangat terbatas, namun warga Desa Kalisat layak menjadi cermin keamanan dan ketertiban. Sifat gotong royong, menjaga kerukunan dan saling menghargai antar warga sangat kuat.
Di tengah maraknya kejahatan dan meningkatnya kriminalitas, justru kejahatan Desa Kalisat bisa disebut zero crime.  Selama ini tidak ada kejadian kriminalitas menonjol, seperti pencurian Ranmor atau hewan ternak, apalagi keributan dan percekcokan. “Selama 25 tahun saya tinggal di sini, tidak pernah mendengar ada warga yang kehilangan,” kata Toarji, warga setempat.
Meskipun motor diparkir di luar rumah, atau bahkan ada yang diparkir di jalan depan rumah, tidak pernah sekalipun hilang dicuri.  Malah  empat motor milik seorang warga yang tiap malam diparkir di teras rumah, juga aman-aman saja.
Desa Kalisat berada di lingkungan Arabica Homestay milik PTPN XII atau tepatnya berada di bawah bukit pabrik kopi Arabica. Selain karena kesadaran warga, faktor lain yang membuat lingkungan desa menjadi aman karena ada pos keamanan perusahaan pelat merah yang dijaga 24 jam. Jalan keluar masuknya juga satu ruas saja. Sehingga kondisi alam dan lingkungan ini membuat penjahat berpikir seribu kali untuk mencuri dan membuat onar di desa tersebut.
Warga Kalisat seluruhnya merupakan buruh pabrik PTPN, rumah yang ditempati juga merupakan aset perusahaan dan buruh hanya boleh menempati saja. Tidak boleh merenovasi, karena itu bentuk rumah seluruh desa itu seragam. Rumah induknya tembok bagian bawah, sedangkan atasnya sesek bambu. Teras rumahnya juga diseragamkan, seperti ada kewajiban menanam sayur mayur seperti lombok, daun bawang, sereh, kubis dan sebagainya. Di teras rumah yang hanya 7 meter itu dimanfaatkan untuk komuditas warga sendiri.
Ny Sumiyati, warga Kalisat mengatakan, ada aturan ketat warga tidak diizinkan melepaskan hewan ternaknya seperti ayam keluar dari kandang. Manajemen PTPN sendiri membuat aturan, bagi ayam yang lepas maka siapapun diperbolehkan menangkap dan menyembelih ayam itu. Kenapa demikian ? karena ayam itu merusak tanaman polowijo . Padahal tadinya desa ini merupakan penghasil ayam kampung, tetapi ayam-ayam itu ternyata merusak tanaman.
“Tidak ada larangan memelihara ayam, cuma tidak boleh dilepas, harus di kandang supaya tidak mengganggu tanaman warga lain,” ujarnya.
Peraturan perusahaan ini rupanya didukung warga, sehingga kini tidak ada ayam berkeliaran. “Kalau ada ayam, ya kita sembelih saja. Karena aturannya begitu,” ujar Ny Sumiyati lagi.
Kebersihan desa itu patut menjadi teladan. Menyusuri seluruh penjuru  tidak ada sampah di jalanan paving desa.  Bahkan punting rokok saja tidak ada. Benar-benar asri dan tentram.
Warga tidak hanya diskriminasi terhadap ayam saja, bahkan untuk pemilik kambing atau sapi tidak boleh dipelihara di rumah. Hewan ternak ini harus dipelihara di kebun yang jaraknya sekitar 100 meter dari pemukiman warga. Apakah tidak khawatir dicuri ? Hebatnya selama ini tidak pernah ada satupun yang kehilangan hewan ternak sekalipun tidak dijaga. Banyak warga yang memelihara sapi dan kambing, tetapi semuanya juga patuh pada komitmen untuk mengandangkan jauh dari rumah.
Sapi dan kambing menjadi andalan  buruh Kalisat karena ternak ini merupakan komoditas yang cepat menghasilkan uang. Setiap hari bahkan setiap minggu ada blantik pemburu kambing yang mengunjungi desa terpencil untuk kulakan kambing murah.
Keterasingan tidak membuat warga terisolir. Warga sudah senang dengan keseharian kerja dan aktivitas rutin. Namun bila terpaksa harus keluar desa menuju pusat kota Kecamatan Sempol yang hanya 2 km harus jalan kaki. Pusat kota itu sebenarnya tidak layak disebut kota, karena infrastruktur satu ruas jalan saja yang panjangnya tidak lebih dari 1 km saja. Selebihnya bila ingin meninggalkan pusat kota harus menembus hutan dan perkebunan kopi yang panjangnya sekitar 25 km.
Namun istimewanya di pusat kota terdapat kantor kecamatan dan Polsek Sempol. Bila mau ke tempat yang  keramaiannya lebih layak atau dilewati jaringan transportasi Bondowoso-Situbondo harus melakukan perjalanan 45 km menuju Kec Tapen, Bondowoso. [Hadi Suyitno]

Tags: