Leadership Ala Jokowi

Salam Tiga JariResensi buku :
Judul    : Salam Tiga Jari Leadership Ala Jokowi
Penulis    : Tria Sastri
Penerbit    : Kanisius
Cetak    : I, Oktober 2014
Tebal    : 146 Halaman
Peresensi    : Mansata Indah Dwi Utari
Peresensi adalah Guru SMP Assalam Grobogan

Tanggal 20 Oktober kemarin menjadi momen penting bagi sejarah Indonesia. Pasalnya, muncul sosok pemimpin baru yang amat dielu-elukan masyarakat. Jutaan masyarakat dari pelbagai penjuru nusantara gegap gempita menyambut pelantikan Jokowi-JK. Harapan baru diamanatkan kepada presiden rakyat, Jokowi Widodo.
Buku ini hadir mengulas track-record kepemimpinan Jokowi. Tria Sastri ingin menghadirkan wajah komprehensif tentang model leadership Jokowi. Spirit dan nilai kepemimpinan ala Jokowi yang jarang ditemui dalam diri para pemimpin kekinian seharusnya mampu diteladani oleh generasi selanjutnya. Harapannya, semoga kepemimpinan koruptif-individualistik berakhir dan tidak menular ke generasi berikutnya.
Pada awalnya Jokowi sama sekali tidak pernah berfikiran untuk terjuan ke dunia politik. Animo yang melekat pada masyarakat tentang politik adalah bahwa dunia politik itu kotor dan buruk. Pendapat ini bukan tanpa alasan. Masyarakat sudah menyaksikan sebelum mereka menilai. Politik selalu sarat dengan kebohongan dan kecurangan. KKN, suap menyuap, money politic adalah beberapa contoh diantaranya.
Namun Jokowi percaya jika berjalan di jalan yang baik, akan mendapatkan yang baik pula, tidak terkecuali soal politik. Dengan keyakinannya itu, ia konsisten menghindari cara-cara kotor untuk berpolitik. Pengennya sederhana dalam kesederhanaan. Kalimat tersebut menjadi tagline Jokowi dalam akun twitternya. Makna filosofis dari kalimat ramuan Jokowi tersebut, perlahan mulai menggusur pameo klasik “politik itu kotor dan kejam”.
Pemimpin yang lahir dari wong cilik pasti mudah merasakan empati terhadao kaum marjinal. Joko Widodo sudah merasakan pahit getir kehidupan sejak kecil. Ia menghabiskan waktu kecilnya di bantaran Kali Anyar Surakarta. Ia tumbuh dari keluarga yang serba sederhana. (hal. 6)
Saat duduk di kelas IV SD, ia dan keluarganya terpaksa harus pindah rumah lantaran digusur Pemda Surakarta. Mulai kejadian itu, ia beriktikad jika menjadi orang besar tidak akan pernah melakukan penggusuran. Karena merugikan dan menambah penderitaan rakyat kecil.
Ketika menahkodai Surakarta, Jokowi amat dicintai rakyat. Kebijakan pro-rakyat diterapkan sebagai bentuk kecintaan terhadap warga Surakarta. Mulai revitalisasi pasar tradisional, membangun ruang publik, mempertahankan warisan budaya hingga merobohkan pagar-pagar beton digantikan tanaman, ia lakukan. Jokowi juga peduli dengan ekonomi kerakyatan. Ia menjadikan pasar tradisional maju dan berkembang. (hal. 23)
Dalam soal praktik korupsi di kalangan pejabat, Jokowi bersikukuh bahwa seorang pemimpin pantang diinjak-injak investor, apalagi dengan cara kotor seperti meyuap. Ia juga selalu menerapkan kebijakan yang meminimalisir prakrik korupsi. Sehingga tidak heran kota Surakarta di era kepemimpinannya menjadi kota terbersih ketiga dari praktik korupsi dengan indeks persepsi korupsi (IPK) 6,00).
Hal serupa ia terapkan tatkala memimpin ibu kota. Ketika kebanyakan pemimpin melihat jabatan sebagai status, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memperlakukan jabatan sebagai fungsi. Sehari setelah dilantik, gubernur yang akrab dengan nama Jokowi itu langsung terjun ke lapangan demi mengetahui secara langsung persoalan rakyat. Dari situ, ia mencari solusi. Jokowi, misalnya, memprogramkan perbaikan rumah susun deret untuk rakyat. (hal. 57)
Di bidang kebekuan dan kebuntuan protokoler, Jokowi kerap menabrak aturan. Baginya, aturan protokoler hanya menghambat fungsinya sebagai gubernur. Ia suka-suka melakukan inspeksi mendadak ke kelurahan atau kecamatan pukul delapan pagi. Ia pun sering kali tampil tanpa seragam. Karena seragam bisa menciptakan jarak antara pemimpin dan rakyat. Sementara Jokowi tidak ingin berjarak dengan rakyat. (hal. 64)
Meskipun banyak yang mencibir dan menganggap tindakan Jokowi berlebihan dan hanya pencitraan. Namun ia mengabaikan cibiran tersebut dan menjadikannya sebagai motivasi untuk semakin giat bekerja.
Kehadiran Jokowi di panggung politik nasional sekaligus mematahkan dominasi pemimpin fisik. Pasalnya, masyarakat masih seringkali mempercayakan kepemimpinan pada sosok individu gagah dan menawan. Jokowi hadir jauh dari ekspektasi fisik.
Jokowi adalah pemimpin ndeso berparas sederhana dan berbadan kurus. Jokowi tegas dalam prinsip. Tapi ia memiliki sikap tegas, misalnya, dalam memberantas korupsi sehingga menolak partai yang bermasalah. Jokowi menolak bekerja sama dengan partai bermasalah, tidak ingin bagi-bagi kursi, membuat banyak pihak atau parpol bermasalah akhirnya tidak bergabung dengan kubu Jokowi. (hal. 107)
Membaca buku ringan setebal 146 halaman ini menumbuhkan asa dalam hati rakyat. Di tengah krisis kepemimpinan, Jokowi hadir menjadi orang nomor wahid di negeri ini. Semoga kemunculan satrio piningit ini menjadi babak baru bagi kegemilangan Indonesia. Kini saatnya salam Tiga Jari demi Persatuan Indonesia.

                                                                                            —————— *** ——————–

Rate this article!
Leadership Ala Jokowi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: