Lebaran Ketupat, Budaya Tak Lekam Dimakan Usia

20130805_penjual-kulit-ketupat-lebaran_5271Surabaya, Bhirawa
Ketupat sudah menjadi salah satu ikon penting perayaan Lebaran di Indonesia.  Sebagai penutup perayaan hari raya Idhul Fitri atau Lerbaran, masyarakat Indonesia menggelar Lebaran Ketupat di hari ke tujuh setelah Shalat Ied.
Lebaran Ketupat dimaksudkan sebagai penyempurna puasa Ramadan dengan puasa Syawal selama tujuh hari. Budaya yang tak luntur oleh zaman tersebut kini bisa terus untuk dinikmati. Baik dalam bentuk sudah matang atau baru sekedar bentuk Ketupat yang belum terisi, kini mulai dijual di beberapa pasar tradisional. Janur kuning, merupakan tempat penampung dari ketan ataupun beras.
Karena begitu besarnya antusias masyarakat yang hendak membeli, banyak pula pedagang di pasar Keputran  yang bukan asli pedagang janur, banting setir menjadi pedagang Ketupat. Hal ini tidak lepas dari untung yang di dapat cukup lumayan.
Hanifah, salah satu pedagang ayam potong yang menyambi dagang ketupat ikut meraup rezeki tambahan. Karena dari penjualan janur yang belum dibentuk sudah memberikan untung, apalagi jika sudah dibuat bentuk ketupat dan untungnya bisa berlipat jika ketupat tersebut sudah matang.
” Lumayan mas, selain masyarakat belanja ayam yang dibuat opor juga berbelanja bentuk janur untuk dibuat ketupat sendiri. Atau belanja yang sudah di bentuk bahkan ada yang mencari yang sudah tinggal makan,” ujarnya wanita 39 tahun Minggu (3/8) kemarin ketika sambil membuat ketupat.
Ia menambahkan, meskipun lebaran Ketupat baru akan berlangsung pada Senin (4/8) hari ini, tapi penjualan janur kuning sudah mengalami peningkatan yang cukup banyak. Untuk janur kuning biasa dijual baik secara grosir maupun eceran.
” Umumnya janur kuning tersebut dapat kiriman dari Klakah, Lumajang ataupun dari Malang . Saya sudah melakukan pemesanan dari tanggal 30 kemarin. BIasanya 4-5 mobil pick up yang mengirim kemari. Dua atau tiga hari habis, ya saya pesan lagi dengan jumlah yang sama,” jelasnya.
Menurut Hanifah, masyarakat lebih memilih janur yang datang dari KLakah. Lumajang. Karena bentuk janurnya lebih panjang, dan bersayap lebar. Sedangkan kalau dari Malang ukurannya lebih kecil.
” Yang beli pilih dari Klakah mas, karena bentuknya lebih panjang dan lebar. Malang lebih kecil dari Klakah. Satu ikat itu, berisikan 1000 batang janur dengan harga Rp. 100 ribu sampai dengan Rp.130 ribu. Harga itu tergantung dari kualitas janur yang saya jual ke pembeli,” tuturnya.
Janur yang dijualnya hanya untuk pembelian dengan bentuk satu ikat, bukan dalam bentuk eceran. ” Kalau ada yang hendak membeli secara eceran, saya menyarakankan agar mereka membeli di pedagang ecaran. Saya hanya melayani pembelian untuk 1 ikat, karena ada pedagang kecil yang membeli secara eceran,” terangnya.
Sementara itu  Hermanto Pedagang janur eceran asli daerah Tembok Surabaya ini mengatakan jika perikat (isi 10 lembar janur) dirinya menawarkannya dengan harga 5 ribu. Sedangkan janur yang sudah berbentuk ketupat dan lepet, dirinya mematok harga sebesar 8 ribu. “itu harga yang Saya tawarkan mas. Kan masih bisa ditawar,” ujar Hermanto seraya menunjukkan contoh anyaman ketupat dan lepet buatannya. [wil]

Keterangan Foto: Penjual Ketupat yang memasang dagangannya dengan cara di gantung. [william/bhirawa]

Tags: