Lebih Dekat dengan Narwiyoto, Mantan Ketua DPC PDI Perjuangan Situbondo

Narwiyoto saat berswa foto disela-sela menjadi pembicara dalam sebuah acara bersama kalangan aktivis di Kota Santri Situbondo. [sawawi]

Memilih Jalur Aktivis, Makin Terkenal Setelah Menggugat Pemkab-DPRD Sebesar Rp7 Triliun
Kab Situbondo, Bhirawa
Kantor DPRD Kabupaten Situbondo seolah menjadi rumah kedua bagi Narwiyoto, mantan Ketua DPC PDI Perjuangan Situbondo periode 2014-2019. Betapa tidak, Totok, sapaan karibnya, cukup lama menjadi wakil rakyat mulai 2009-2019. Setelah tidak lagi terpilih menjadi anggota Dewan, Totok memilih keluar dari struktur kepengurusan PDI Perjuangan Situbondo dan memilih jalan sebagai aktivis. Seperti apa kisahnya ?.
Siang itu, Totok bersama sesama aktivis, pejuang dan pembela hak rakyat Situbondo, ada di kursi ruang tunggu Pengadilan Negeri (PN) Situbondo. Dengan berpakaian rapi baju batik lengan panjang, Totok berbicara santai dengan siapa saja yang menyapanya.
Totok sudah lama dikenal masyarakat Kota Situbondo sebagai salah satu vokalis anggota DPRD Kabupaten Situbondo. “Sehingga tak heran, begitu muncul di ruang publik, banyak yang menyapa dia,” saya Dondin Maryasa Adam SH, kolega Totok yang berprofesi sebagai seorang advokat itu.
Kata Dondin, sosok Totok memang identik dengan suara nyaring dan tegas. Tak jarang saat masih dinas sebagai wakil rakyat, sejawatnya itu sering menemui para pendemo yang sudah kepanasan berdiri di depan gedung DPRD. Tipikal Totok, dalam pandangan Dondin, memang kerap bersuara keras dan lantang jika menemui hal yang tidak wajar terjadi.
“Termasuk kenapa dia (Totok) memilih menjadi seorang aktivis, sudah menjadi pilihan pribadinya. Menurut saya pilihan itu sangat cocok dengan tipikal Totok yang vokal. Kini dia semakin dikenal sejak menggugat Pemkab dan DPRD sebesar Rp7 triliun akibat tidak disahkannya APBD tahun 2021,” ujar Dondin.
Sementara itu ketika disapa Bhirawa di ruang tunggu persidangan PN Situbondo, Totok dengan gaya khas kumis tebalnya, langsung bereaksi mengajak duduk di dekatnya. Dia sangat enak diajak bicara politik terkini, meski sudah resmi keluar dari kepengurusan struktural PDIP Kabupaten Situbondo.
Wawasannya luas dan tegas ketika dihadapkan pada sebuah polemik bidang politik. “Saya itu orangnya harus tegas dan jelas saat dimintai pendapat. Tentang apa saja itu yang saya ketahui,” ujar Totok mengawali pembicaraan kala itu.
Disinggung tentang pilihannya menjadi seorang aktivis pembela rakyat dan keluar dari politisi berlambang kepala banteng moncong putih, secara gentel Totok masih memiliki kartu anggota (KTA) PDIP. Totok memang sengaja keluar dari struktur PDIP, karena ingin murni bebas dalam menyuarakan dan membela kepentingan rakyat kecil.
“Saya cukup lama menjadi bagian struktur PDIP Kabupaten Situbondo. Kurang lebih sekitar 10 tahunan. Bagi saya PDIP adalah darah daging saya,” cetus mantan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Situbondo periode 2009-2014 itu.
Kenapa harus keluar struktur partai ?. Dalam penilaian Totok, untuk total menjadi seorang aktivis, ia harus bebas dari embel-embel apapun, termasuk menjadi seorang pengurus partai atau politisi. Sebab, katanya, selama ia terjun dalam dunia politisi banyak hal yang belum bisa dijalankan karena terkungkung oleh AD/ART partai.
“Kalau sudah tidak menjadi pengurus partai, lebih enak menyampaikan sebuah pendapat atau gagasan kepada publik,” ungkap mantan Sekretaris DPC PDIP Kabupaten Situbondo diera Ketua DPC PDIP, Didiet Subagio itu.
Puncaknya, lanjut Totok, hatinya mulai menangis ketika ada kejadian tarik menarik pengesehan draf APBD Situbondo tahun 2021, antara eksekutif dan legislatif mulai akhir November 2020 lalu. Saat itu Totok berjanji, jika sampai akhir Desember 2020 draf APBD 2021 Kabupaten Situbondo tidak segera disetujui oleh DPRD dan Pemkab, ia akan segera melayangkan gugatan perdata (Citizen Law Suit) ke PN Situbondo. “Saya buktikan dengan jentel sudah mendaftarkan ke PN Situbondo dan sudah menjalani sidang perdana Selasa (19/1),” tegas Totok.
Menurut Totok, gugatan itu harus dilayangkan. Selain ada perbuatan melawan hukum juga memiliki sejumlah dampak negatif bagi kesinambungan dan kelanjutan pembangunan di Kota Santri Situbondo. Terbukti, sampai saat ini semua PNS yang ada di Kabupaten Situbondo belum menerima gaji, akibat dampak belum disetujuinya APBD tahun 2021.
Dalam gugatan itu, Totok bersama Kuasa Hukumnya tidak tanggung tanggung menggugat Pemkab dan DPRD Kabupaten Situbondo yakni tembus Rp7 triliun. “Itu gugatan kerugian materil dan immateriil,” bebernya.
Totok juga mengakui, untuk bisa eksis menjadi seorang aktivis ada beberapa hal yang ia lakukan. Pertama, harus merangkul kalangan jurnalis, sebagai garda terdepan penyampai aspirasi suara masyarakat kepada dunia publik. Kedua, harus menguasai permasalahan di lapangan sehingga ketika terjun selalu tepat sasaran. “Saat saya masih menjadi anggota Dewan, teman teman pers selalu saya layani ketika menanyakan sesuatu hal. Disitu saya juga selalu siap memberikan tanggapan,” ingat Totok.
Dari catatan yang ada, sejak Totok menjadi anggota DPRD Kabupaten Situbondo di Kenangan Satu-sebutan gedung DPRD Situbondo, tidak pernah sepi dari hiruk pikuk politik Kota Santri. Selain itu, Kenanga Satu yang sudah jamak menjadi tempat menyampaikan aspirasi oleh aktivis juga menjadi tempat mengasah ilmu politik Totok hingga saat ini.
“Disana (DPRD Kabupaten Situbondo), banyak teman-teman saya yang juga vokal dalam menyikapi sebuah kebijakan. Diantaranya ada Hadi Prianto, Janur Sasra Ananda asal Partai Demokrat (PD) dan Hj Zeiniye mantan Ketua DPRD asal PPP sekaligus kini menjabat sebagai Ketua DPC PPP Situbondo yang kini sudah menjadi anggota DPRD Provinsi Jatim,” tandasnya. [sawawi]

Tags: