Lebih Merawat Danau

Ketersediaan air nasional telah dijamin iklim hujan tropik. Namun musim hujan terasa menimbulkan bencana. Sampai pemerintah memiliki lembaga khusus yang mengurus “daya rusak air.” Berganti suasana musim kemarau tiba, terasa kekurangan air. Seolah-olah menjadi misteri, air lenyap. Ternyata, air tidak tersimpan (meresap ke dalam tanah). Karena daya dukung kawasan hulu tidak mampu menyimpan air.
Kementerian PUPR memiliki Direktorat Jenderal SDA (Sumber Daya Air). Bahkan terdapat PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 42 tahun 2008 tentang Pengelolaa Sumber Daya Air. Pada Bab VII diberi judul “Pengendalian Daya Rusak Air.” Berisi sepuluh pasal, dengan 38 peraturan. Namun Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan secara keseluruhan UU Nomor 7 tahun 2004. Sehingga PP Nomor 42 tahun 2008, tidak memiliki pijakan, otomatis batal pula sebagai regulasi.
Mengisi kekosongan hukum, MK memerintahkan kembali pada UU Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan. Walau hanya berisi 17 pasal, namun terasa cespleng. Di dalamnya terdapat pula perintah melindungi air, dan sumber air. UU Pengairan tahun 1974, pada pasal 13 ayat (1) “Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya.”
Pada ayat tersebut juga dirinci upaya perlindungan. Misalnya pada huruf b, dinyatakan, “Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumber-sumbernya dan daerah sekitarnya.” Berdasar UU itu pula, saat ini diupayakan “meruwat” danau sebagai sumber daya air. Tidak tanggung-tanggung, sebelas Kementerian dilibatkan meng-audit, dan memperbaiki 15 danau. Indonesia memiliki lebih dari 800 danau (dan telaga).
Lebih dari 100 danau (alami) kesohor di dunia. Beberapa pemerintah kabupaten dan kota, juga memiliki danau, serta bangunan waduk sebagai penyimpan air. Namun kondisi 15 danau prioritas hingga kini belum mengalami kemajuan. Padahal sembilan Kementerian sejak 10 tahun lalu menyepakati pengelolaan. Bahkan sejak Konferensi Nasional Danau Kedua di Semarang tahun 2011, juga diluncurkan Gerakan Penyelamatan Danau. Namun masih terbelenggu kendala birokrasi, egosektoral, pendanaan, serta koordinasi lintas kementerian dan lembaga. Juga kendala di tingkat pemerintah daerah.
Kini sejumlah danau mulai kehilangan fungsi sebagai penghasil ikan, sumber air bersih, maupun habitat berbagai jenis fauna endemis. Kondisinya akan semakin parah jika tidak disertai inovasi dan kegigihan kinerja. Program yang akan dilakukan tetap bertema pengendalian daya rusak sumber daya air. Serta pemanfaatan sumber daya air. Lima belas danau yang akan “diruwat” juga telah tersohor di dunia. Antara lain, danau Toba, Singkarak, Maninjau, Rawapening, Tempe, Tondano, dan Limboto.
Sebagian besar danau, dan telaga, terdeteksi rusak pada bagian bantaran, sekaligus rusak di daerah hulu (kawasan di atas danau). Terutama cachment area yang tidak berfungsi baik sebagai area resapan, karena alih fungsi lahan. Juga banyak sampah berserakan di danau. Padahal danau (maupun yang disebut telaga) telah memberi banyak berkah, mengairi ladang, dan kolam. Serta berkah ekonomi kreatif, dan ke-wisata-an.
Berbagai daerah juga memiliki danau dan telaga. Di Jawa Timur, misalnya, memiliki belasan danau. Lima diantaranya telah masyhur pada level ke-wisata-an internasional. Namun tidak terawat dengan baik. Antara lain, Telaga Sarangan (di Magetan). Tiket masuknya seharga Rp 20 ribu (dewasa), dan Rp 15 ribu (anak). Juga terdapat danau Ranu Kumbolo (Lumajang) di punggung gunung Semeru.
Perawatan danau, telaga, dan aliran sangat patut diprioritaskan. Ke-berkah-an sumber air patut dibalas dengan pemuliaan, dengan menjaga area bantaran dan hulu.

——— 000 ———

Rate this article!
Lebih Merawat Danau,5 / 5 ( 1votes )
Tags: