Legislatif Hanya Jembatani Proposal Jasmas

(Tanggapan Pimpinan Dewan atas Dugaan Penyelewengan Dana Hibah)
DPRD Surabaya, Bhirawa
Legislatif hanya bertindak sebagai fasilitator proposal masyarakat melalui Jasmas, sedangkan keputusan pencairan berada di tangan Permkot Surabaya. Penegasan ini  disampaikan Wakil Ketua DPRD Surabaya Aden Dharmawan  menanggapi dugaan penyelewengan dana hibah Jaring Aspirasi Masyarakat (Jasmas) 2016 senilai Rp12 miliar yang diduga melibatkan anggota legislatif.
”Peran dari anggota dewan hanyalah sebagai penjembatan proposal pengajuan bantuan jasmas oleh kelompok masyarakat ke Pemkot Surabaya,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Darmawan kepada wartawan di Surabaya, Sabtu (5/8).
Sedangkan untuk proses selanjutnya, lanjut dia, mulai dari verifikasi kemudian pengajuan itu dikabulkan atau tidak, lalu berapa besaran dana yang disetujui adalah wewenang Pemkot Surabaya.
Pria yang akrab disapa Aden itu mengatakan pemerintah kota sebelum mencairkan dana hibah jasmas, melakukan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan calon penerima dana hibah. “Anggota dewan sudah tidak mengikuti alur tersebut,” katanya.
Kalau memang ada indikasi penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara, Aden mengatakan itu sudah menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum untuk membuktikannya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Masduki Toha tidak mau berkomentar banyak mengenai hal itu. Hanya saja ia mengatakan proses hukum itu adalah tugas dari penyelenggara negara.
“Saya tidak bisa berkomentar banyak karena ini menyangkut teman-teman dan lembaga kami. Tidak etislah, tapi kalau untuk penegakan hukum dan korupsi tentu kami mendukung,” katanya.
Seperti diketahui, kasus penyimpangan dana hibah Jasmas yang ditangani Kejaksaan Negeri Surabaya ada dua modus yang dilakukan seperti halnya dana hibah Jasmas 2016 yang dibelanjakan tidak sesuai dengan proposal yang diajukan. Sedangkan penyimpangan dana hibah Jasmas periode tahun 2013-2014 yaitu penyaluran dilakukan kepada kelompok Usaha Bersama (KUB) yang fiktif.
Sementara itu dari keterangan sumber internal anggota dewan yang tidak  berkenan namanya ditulis mengatakan tidak tertutup kemungkinan anggota dewan campur tangan saat dana hibah Jasmas itu cair ke pemohon.
“Jadi dugaan kalau KUB fiktif itu sengaja dibentuk untuk mendapatkan fee dari anggota dewan setelah pencairan dana Jasmas bisa saja terjadi,” kata sumber tersebut.
Sebelumnya Kejari Surabaya menemukan indikasi penyimpangan dana Jasmas pada 2016. Penyaluran dana itu untuk warga di 10 wilayah di Surabaya.
Kepala Inspektorat Kota Surabaya Sigit Sugiharso membenarkan adanya temuan penyelewenangan dana Jasmas.  Adanya penyelewengan dana Jasmas itu diketahui dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Jawa Timur atas keuangan Pemkot Surabaya 2016 yang dikeluarkan hasilnya beberapa bulan lalu.
Hal itu kemudian ditindaklanjuti oleh Inspektorat dengan melakukan cek di lapangan dengan metode sampling.  “Dari pemeriksaan BPK memang ada  temuan seperti itu, dan tenyata memang benar namun kami memang sampling namun tidak sampai detail ke materinya,” kata Sigit.
Penyelewengan Jasmas itu diduga dilakukan tersebar di sepuluh wilayah yaitu di antaranya di Ngagel, Krembangan, Bubutan, Asemrowo, Sukomanunggal, Wiyung, Karang Pilang.  Dari temuan itu, investigasi Inspektorat ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada oknum Pemkot Surabaya yang terlibat dalam penyelewenangan.
“Kami melakuan penyelidikan dari sisi aparaturnya saja. Tapi ternyata terbukti tidak ada. Sehingga Surabaya dapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),” kata Sigit.
Dari BPK menurut Sigit memang tidak ada perintah untuk melakukan pendalaman. Namun Pemkot Surabaya melakukan penyelidikan untuk mengetahui kejelasan kasus itu.
“Tapi kalau dana hibah, yang bertanggung jawab adalah penerima hibahnya. Sehingga jika ada penyelewengan maka yang akan memproses bukan Inspektorat lagi, melainkan sudah ke ranah pidana,” katanya. [gat]

Tags: