Lembaga PNFI Lebih Banyak Andalkan Bansos

12-foto-kakiDindik Jatim, Bhirawa
Larangan memberikan bantuan sosial dan hibah mulai dikhawatirkan sejumlah pengelola lembaga pendidikan non formal. Maklum, bansos merupakan salah satu tumpuan yang diandalkan lembaga tersebut agar tetap beroperasi dan mendidik warga belajar dari keluarga tidak mampu.
Seperti diungkapkan pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) Saraswati Surabaya Ida Komang. Menurutnya, sayang sekali jika pemerintah mengehentikan bantuan sosial yang selama ini telah digulirkan. Misalnya dalam bentuk Program Kecakapan Hidup (PKH) yang diberikan ke LKP untuk melatih keterampilan warga belajar dari keluarga kurang mampu.
Di LKP yang bergerak di bidang tata busana itu, Ida mengaku tahun ini mendapat jatah PKH untuk 15 warga belajar. Bansos yang diterima dari program tersebut sebesar Rp 1,7 juta per warga belajar. “Tahun ini kami menolak banyak sekali warga belajar. Karena kuotanya sedikit,” tutur dia saat dihubungi, Senin (29/12).
Seperti diberitakan sebelumnya,  wacana pemerintah pusat untuk melarang dana bantuan sosial dan dana hibah pada 2015 mendapat sorotan dari DPRD Jawa Timur. Mereka menyayangkan sikap pemerintah pusat yang tidak realistis tersebut. Ini lantaran, jika dana bansos dan hibah dilarang maka tidak hanya anggota dewan yang terkena dampaknya, melainkan juga masyarakat.
Menurut Ida, program tersebut telah berjalan lama dan telah membantu banyak warga. Bahkan tahun ini dia mengaku, 10 warga belajarnya telah diterima di perusahaan tekstil di daerah Gresik. Mereka adalah lulusan pada 2013 yang juga dilatih menggunakan bansos PKH. “Sayang sekali kalau bansos PKH ini dihapus. Banyak warga yang masih butuh keterampilan untuk membantu ekonomi keluarga,” tutur Ida.
Kekecewaan juga diungkapkan pengelola LKP Sidoarjo Education Center Roesdiana. Menurutnya, program PKH telah banyak memberikan manfaat untuk masyarakat. Dia mengaku, tahun ini sebanyak 40 warga belajar yang mengikuti PKH dan dilatih keterampilan bidang perhotelan dan tata boga. “Banyak warga yang menunggu-nunggu program ini setiap tahunnya,” tutur Roesdiana.
Bahkan program ini juga yang dia gunakan selama ini untuk mendampingi korban lumpur Lapindo yang kehilangan pekerjaan atau kondisi ekonominya melemah.
Kabid Pendidikan Non Formal dan Informal Dinas Pendidikan Jatim Nasor mengakui, sejumlah program di bidang yang ditanganinya memang banyak yang mengandalkan bansos. Tidak hanya PKH, bansos juga digulirkan untuk Program Kewirausahaan Mandiri (PKM). Keduanya merupakan bantuan yang diberikan untuk pengelola LKP dalam melatih keterampilan warga belajar.
Sayangnya, wacana larangan pemberian bansos membuat risua sejumlah lembaga pendidikan non formal. Bahkan hingga saat ini belum ada sosialisasi dari pusat mengenai bansos tersebut. Selain  PKH dan PKM, Nasor juga khawatir terkait nasib program keaksaraan fungsional yang diluncurkan untuk mengurangi angka buta aksara di Jatim yang juga menggunakan bansos.
“Jatim masih memiliki 596.144 warga yang menyandang buta aksara. Selama ini kita menggunakan dana bansos baik dari APBN maupun APBD Jatim. Kalau dihapus, bagaimana pelaksanaan programnya,” tutur Nasor.
Nasor berharap, larangan bansos ini akan terdapat diskresi khususnya untuk bidang pendidikan. Jika tidak, tidak hanya pendidikan non formal yang kelimpungan, pendidikan formal juga demikian. “Pendidikan harus ada pengecualian. Karena ini bersentuhan langsung dengan masyarakat,” tutur dia.
Sikapi Dingin
Wacana agar seluruh dana bansos dihapus dan disentralkan di Kementrian Sosial disikapi dingin oleh Ketua DPRD Kota Batu Cahyo Edy Purnomo. Menurut Cahyo, masyarakat kota Batu masih banyak yang kondisi hidupnya belum beruntung, sehingga masih membutuhkan bantuan pemerintah. “Masyarakat kita kan banyak yang belum beruntung dan membutuhkan uluran pemerintah agar kehidupannya layak,” ungkap Cahyo, Senin kemarin.
Lebih lanjut dikatakan, dengan pesatnya perkembangan ekonomi Kota Batu, membuat sebagian masyarakat ada yang semakin tertinggal ekonominya. Padahal mereka memiliki hak yang sama untuk menikmati hidup layak.
Tekanan yang dihadapi menyebabkan sebagian dari mereka memiliki rumah yang tak layak dan memenuhi syarat kesehatan. Ada juga yang berisiko miskin karena sakit atau terkena PHK. “Masih ada sebagian masyarakat kita yang miskin atau berisiko miskin. Sehingga pemerintah perlu campur tangan untuk membantu mereka agar sejajar dengan masyarakat lainnya,” tegasnya.
Beberapa program hibah yang diberikan Pemkot Batu di antaranya yaitu program bedah rumah, pengobatan gratis, pendidikan gratis, dan bantuan kematian. Selain itu juga bantuan perbaikan tempat ibadah, insentif bagi RT/RW, Modin/guru ngaji dan beasiswa Gakin. “Pada prinsipnya saya setuju bansos dihapus, tetapi penghapusannya tentu tidak langsung sekaligus. Tetapi secara bertahap, setelah masyarakat dirasakan mampu, maka sudah sewajarnya pemerintah menghapus bansos agar masyarakat bisa mandiri,” katanya.
Lebih lanjut dikatakan masalah bantuan ini juga menjadi perhatian dari anggota dewan dalam pembahasan KUA/PPAS dan RAPBD lalu. Dewan berharap Pemkot Batu tidak hanya sekadar memberikan ikan, karena hal itu bisa membuat masyarakat semakin tergantung dan tidak bisa bersikap mandiri. Dewan berharap Pemkot Batu lebih menitikberatkan pada bantuan modal bergulir dan kesempatan yang sama untuk berusaha dan bekerja. [tam, sup]

Tags: