Lencana Kebangsaan di Dada

slider-ppdb-newAda kesibukan baru orangtua murid sehubungan dengan tahun ajaran baru 2014/2015. Ada sistem PPDB online, untuk berburu sekolah favorit negeri maupun swasta, plus uji akademik tes masuk. Andai beres, hari pertama sekolah harus mempersiapkan beberapa lencana merah-putih. Lencana kebangsaan itu diharapkan bisa mempertahankan spirit kebangsaan yang akan bermuara pada kesetiakawanan sosial.
Paradigma psikologi sosial telah lama merekomendasikan, bahwa pemakaian lencana bendera negara bisa memicu spirit kebangsaan (nasionalisme). Apapun warna dan jenis baju kostum digunakan. Bahkan lambang bendera pada kaos singlet sekalipun (seperti kostum atlet) bisa memicu kecerdasan spiritual kenegaraan.
Penyematan lencana merah-putih, seyogianya bukan infiltrasi altar politik pada dunia pendidikan. Melainkan upaya untuk meningkatkan rasa kesetiakawanan sosial. Harus diakui, hampir satu dekade terakhir, tawuran pelajar menjadi tren penyakit sosial kependidikan. Itu sudah sangat memprihatinkan, karena senjata yang digunakan dalam tawuran sudah bersifat membahayakan keselamatan jiwa. Menyimpan besi gir serta senjata tajam dalam tas sekolah, sungguh-sungguh tidak sesuai dengan misi pendidikan.
Sebagaimana diamanat UUD 1945 pasal 31 ayat (3), pendidikan Indonesia ber-visi (mengedepankan) keimanan dan akhlak mulia. Pada pasal 31 ayat (3) UUD dinyatakan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, ….” Ketrampilan maupun potensi akademik menjadi prioritas kedua.
Pewajiban pemakaian lencana merah-putih, juga dapat menjadi upaya peningkatan kepribadian serta pengendalian diri. Sebagaimana amanat UU Sisdiknas pasal 1 (Ketentuan Umum) angka ke-1 dinyatakan: “agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Jadi, dalam UU Sisdiknas pada pasal pertama dan klausul paling atas, sudah diamanatkan bahwa produk hasil pendidikan dimanfaatkan secara sosial. Dalam klausul tersebut terdapat frasa kata masyarakat, bangsa dan negara. Tetapi sebenarnya penggunaan lencana merah-putih saja, tidak cukup. Masih diperlukan aplikasi dalam tataran kurikulum wajib maupun ekstra-kurikuler. Misalnya, melalui peng-aktif-an kembali gerakan Pramuka.
Seperti diketahui, gerakan Pramuka selama dua dekade hampir tidak digubris lagi. Kini tersisa hanya seragam Pramuka yang masih menjadi kostum wajib untuk semua jenjang sekolah, mulai SD sampai SLTA. Juga masih terdapat gugus depan (satuan kelompok) di tiap sekolah. Namun nyaris tiada kegiatan, kecuali hanya sesekali (dalam tiga bulan). Padahal sejak diselenggarakannya sekolah oleh negara (sejak tahun 1946), gerakan Pramuka hampir menjadi sokoguru pendidikan, sebagai pembentukan karakter bangsa.
UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003, secara implisit telah mengamanatkan pembentukan karakter bangsa. Pada pasal 3 dinyatakan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa … .”  Tetapi konon, karena pergeseran pola hidup individual, maka gerakan Pramuka  disepelekan.
Memudarnya gerakan Pramuka ternyata diikuti degradasi nilai luhur kependidikan. Puncaknya, terjadi kebocoran masif dan terstruktur pada setiap penyelenggaran ujian nasional (Unas) jenjang SD sampai SLTA. Kebocoran jawaban Unas diperjual-belikan hampir bebas. Hal itu bukan sekadar untuk kepentingan peserta didik. Melainkan juga kepentingan orangtua murid, guru, sekolah sampai Pemerintah Daerah. Seluruhnya berkepentingan meraih nilai Unas setinggi-tingginya, dan lulus sebanyak-banyaknya sampai 100%.
Syukur tahun ini mulai diselenggarakan tes potensi akademik untuk SMA. Tidak hanya mengandalkan hasil Unas seperti dulu. Maka tes potensi akademik masuk SMA menjadi solusi lebih adil. Murid-murid yang memiliki kebiasaan nilai tinggi (dan tidak mencari bocoran jawaban Unas) lebih memiliki peluang masuk SLTA negeri.

———— 000 ————-

Rate this article!
Tags: