Lengkapi Infrastruktur UNBK, Komite Sekolah Terlanjur Galang Dana

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Peringatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendibud) agar sekolah penyelenggara Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tidak membebani wali murid memang mendasar. Sebab, keinginan sekolah menyelenggarakan ujian dengan semi online ini nyatanya belum sepenuhnya didukung infrastruktur yang memadahi.
Untuk bisa melaksanakan UNBK secara mandiri, sekolah berupaya mulai meminjam laptop siswa atau guru sampai membeli sendiri perangkat komputer. Seperti diungkapkan Kepala SMPN 12 Surabaya Libiah Mufidah, untuk menyelenggarakan UNBK secara mandiri sekolah harus menyiapkan minimal 150 perangkat komputer. Jumlah ini akan mampu menampung 450 siswa kelas 3, dengan sistem ujian 3 sesi setiap harinya. “Kalau sekolah kami punya 48 komputer, dibantu Dinas Pendidikan 27 komputer. Rencananya kami akan ambil 5 komputer dari dana BOS. Itu masih kurang makanya dibantu komite 30 komputer bekas,” terangnya, Kamis (11/2).
Menurutnya, komite telah menggalang dana berdasarkan kesepakatan orangtua dengan besaran Rp 300.000 pada Desember 2015. Uang ini rencananya akan digunakan untuk menyewa laptop saat pelaksanaan UNBK. Hal ini dilakukan komite dengan pertimbangan psikologis anak jika harus mengerjakan ujian menggabung di sekolah lain. “Tapi sejak keluarnya larangan dari Kemendikbud, komite menghentikan pengumpulan dana itu. Sementara dana yang sudah terkumpul sekitar Rp 25 juta dipakai beli 30 laptop bekas,” tuturnya.
Dari dana komite sekolah, sekolah sudah mengumpulkan 107 perangkat komputer. Sehingga kekurangannya terhitung masih sekitar 43 unit. Kekurangan ini akan memaksimalkan komputer atau laptop dari berbagai ruang seperti perpustakaan, tata usaha  serta meminjam laptop guru. “Kami masih fokus ujian praktik siswa. Minggu depan baru akan simulasi dan kami jadwalkan tryout setiap minggu,” ungkapnya.
Seperti diketahui melalui edaran, Kemendikbud melarang sekolah terlalu memaksa diri untuk menyelenggarakan UNBK. Ada tiga poin utama dalam edaran tersebut. Di antaranya, UNBK hanya diselenggarakan bagi sekolah yang siap secara infrastruktur. Penyelenggara UNBK tidak diperkenankan membeli atau menyewa komputer dengan membebani orangtua. Terakhir, sekolah calon penyelenggara yang belum siap bisa mengundurkan diri hingga 15 Februari dan mengajukan sebagai penyelenggaran UN berbasi kertas dan pensil.
Sementara itu SMPN 32 Surabaya memilih untuk mengadakan simulasi dan UNBK di SMKN 1 Surabaya. Hal ini karena sekolahnya masih belum bisa memenuhi sarana komputer. “Dari 60 komputer di sekolah. Hanya 40 yang memenuhi syarat,” terang Humas SMPN 32 Surabaya Pramudi Hardjo.
Menurut Pramudi, tahun ini masih sulit memenuhi kebutuhan komputer untuk 286 siswanya. Untuk meminjam laptop siswa juga tidak memunginkan, karena kebanyakan laptop merupakan milik orangtua siswa yang digunakan untuk bekerja. Sehingga target melaksanakan UNBK secara mandiri baru akan dilakukan tahun lalu. “Kami sudah melakukan MOU dengan SMKN 1 Surabaya untuk pinjam pakai 9 lokal, jadi siswa kami bisa ujian 2 sesi,” terangnya.
Tahun depan, sekolah akan mendorong siswa memiliki perangkat laptop. Sehingga memudahkan untuk pembelajaran dan dipakai saat UN. “Kami juga akan menambah perangkat komputer jadi setidaknya bisa ada 3 lokal yang bisa digunakan untuk ujian online,” tuturnya.
Dikonfirmasi terpisah Kabid Pendidikan Dasar Dindik Surabaya Eko Prasetyoningsih menjelaskan, pada jenjang SMP/MTs ada 370 lembaga yang mengikuti UNBK. Dengan rincian 260 mandiri dan 110 lembaga menggabung. Sekolah diharapkan bisa memprioritaskan kebutuhannya sendiri, seperti memiliki komputer yang sesuai standar. Komputer juga bisa dipinjam dari siswa atau guru. “Jika tidak bisa mandiri, sekolah bisa bergabung dengan sekolah terdekat atau ikut di testing center. Tapi sejauh ini belum ada yang sampai terdaftar di testing center,” pungkasnya. [tam]

Tags: