Lepas dari Jerat Pandemi, Regantris Ingin Bangkit Bersama UMKM

Setelah mampu lepas dari jerat pandemi, Royal Regantris Hospitality ingin bangkit bersama dengan UMKM. Pengunjung saat mengamati produk batik karya UMKM yang dipajang di lobi Hotel Royal Regantris Cendana Surabaya.

Selama pandemi Covid-19, sektor pariwisata dan perhotelan yang paling merasakan dampaknya. Okupansi hotel nol persen. Itu sempat dialami Royal Regantris Hospitality. Holding perhotelan dan pariwisata yang membawahi enam hotel, BAR dan fastboat tersebut.

Jika mengenang masa-masa sulit karena pandemi Covid-19, COO Royal Regantris Hospitality, Rudy Hermawan, sering terbawa emosi. Dirinya tidak pernah membayangkan jika okupansi Hotel Royal Regantris Kute, Bali akan nol persen alias tidak ada tamu sama sekali. Sebab okupansinya rata-rata 93 persen bahkan bisa 100 persen.

Kondisi serupa juga terjadi di lima hotel lainnya, yang berada di bawah holding Royal Regantris Hospitality. Yakni; Hotel Royal Regantris Cendana dan Regantris Hotel di Surabaya; Trizz Hotel, Semarang; Hotel Royal Regantris Villa Karang di Gili Air Lombok; dan Hotel Royal Regantris Trawangan di Gili Trawangan Lombok.

Sedangkan fastboat operator dengan brand Golden Queen, yang melayani rute Padangbai, Bali tujuan tiga pulau Gili di Lombok dan dari Padangbai ke Nusa Penida sepi penumpang. Jika sebelum pandemi sehari bisa melayani 1.400 wisatawan asing, saat pandemi tidak lebih dari 50 orang.

Hotel Royal Regantris Cendana dan Regantris Hotel di Surabaya, bahkan pernah tutup selama tiga bulan di awal pandemi. Tepatnya pada April-Juni 2020. Penutupan itu bukan karena banyaknya pegawai yang positif Covid-19, namun karena peratuan daerah.

“Kalau ingat pandemi itu bebannya sangat luar biasa. Jika sebelum pandemi, saat kami datang ke Bali terpaksa harus tidur di hotel lain karena penuh. Ketika awal pandemi hanya terisi delapan kamar. Paling rendah nol atau tidak terisi. Padahal harga sudah 1/3 dari harga normal,” ungkap Rudi, saat press conference di Hotel Royal Regantris Cendana Surabaya, Senin (20/6/2022).

Karena okupansi yang anjlok itu, mengakibatkan pendapatan perusahaan terpuruk. Meski begitu, Rudi memastikan hotelnya tidak akan tutup. Namun risikonya harus melakukan sejumlah efisiensi. Seperti memberikan gaji tidak penuh, pengurangan jam kerja dan mengharuskan karyawan bisa melakukan lebih dari satu tugas.

“Dulu sebelum pandemi, satu karyawan hanya melaksanakan satu tugas. Kalau house keeping ya house keeping saja. Kalau resepsionis ya resepsionis saja. Namun selama pandemi, semua orang harus bisa melakukan banyak tugas. Bahkan GM (general manager) kami, harus melakukan giliran jaga jam malam,” tegasnya.

Diselamatkan Wedding
Menurut Rudi, Royal Regantris Hospitality mampu bertahan dan lepas dari jerat pandemi karena melakukan berbagai inovasi. Seperti melakukan penyesuaian-penyesuaian selama new normal. Contohnya melakukan kerjasama dengan pelaku wedding organizer dan MUA (makeup artist), untuk menggelar acara wedding konsep baru.

“Jujur hotel kami diselamatkan dengan banyaknya acara wedding. Kami buat skema wedding yang sesuai new normal. Jika sebelumnya tamu bisa mencapai 1.000 orang saat wedding, selama new normal hanya 300 orang. Itupun masuknya harus bergantian. Kami siapkan tes antigen di hotel. Kami hampir setiap hari di swab antigen. Kami juga siapkan kamar isolasi,” ujarnya.

Rudi mengklaim, Royal Regantris Hospitality merupakan pioner acara pernikahan di hotel. Setelah itu baru diikuti hotel-hotel lain, khususnya yang ada di Surabaya.

Saat pandemi dan setelah pandemi mulai terkendali, Rudi mengatakan, banyak yang berubah dalam bisnis perhotelan. Dalam sisi perilaku tamu, ada tamu yang sangat menjaga protokol kesehatan dan cenderung sangat takut dengan penyebaran Covid-19, dan ada juga tamu yang biasa-biasa saja, tak begitu peduli.

Namun yang pasti, jelas Rudi, semua hotel milik Royal Regantris Hospitality telah bersertifikat CHSE, yang dikeluarkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI. CHSE akronim dari Cleanliness (kebersihan), Health (kesehatan), Safety (keamanan), dan Environment Sustainability (kelestarian lingkungan).

Menginjak tahun 2022, bisnis perhotelan mulai berangsur-angsur membaik meski belum 100 persen. Okupansi hotel di Bali dan Lombok sudah mencapai 70 persen. Begitu pula okupansi hotel di Surabaya sudah 50 persen dan di Semarang 60 persen.

“Okupansi sudah mulai membaik beberapa bulan terakhir. Namun untuk harga masih rendah. Sekitar 30 persen dari harga normal. Seperti Hotel Royal Regantris Trawangan itu harga normalnya Rp900 ribu, kami jual Rp300 ribu. Kami belum berani menaikkan harga, karena kondisi sekarang masih pemulihan. Tamu dari luar negeri juga belum banyak, karena harga tiket pesawat yang cukup mahal,” paparnya.

Untuk hotel yang berada di kawasan wisata seperti Bali dan Lombok, Rudi mengatakan, tidak ada masalah karena ada banyak wisatawan. Namun untuk hotel yang berada di perkotaan, seperti Surabaya dan Semarang cukup menjadi masalah, karena sekarang acara-acara pemerintah belum begitu banyak.

“Belanja pemerintah untuk acara di hotel itu sangat membantu bisnis perhotelan. Di hotel kami, okupansinya bisa mencapai 30 persen. Makanya market hotel-hotel perkotaan itu mengandalkan pemerintah. Namun sekarang pemerintah masih belum banyak menggelar acara di hotel,” ungkapnya.

Bangkit Bersama UMKM
Seiring semakin membaiknya bisnis perhotelan khususnya milik Royal Regantris Hospitality, Rudi tak ingin hotelnya bangkit sendirian. Dia ingin mengajak sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk bangkit bersama. Sebab selama pandemi, UMKM juga sangat terpukul.

“Sama seperti hotel, bisnis UMKM juga hancur-hancuran. Di Bali, jika sebelum pandemi beli daster Rp100 ribu dapat satu, saat pandemi Rp100 ribu bisa dapat lima. Penjual tidak memikirkan untung. Yang penting laku, dapat uang untuk kebutuhan sehari-hari,” ungkapnya.

Menurut Rudi, bisnis perhotelan sangat bisa menggandeng UMKM. Selama ini Royal Regantris Hospitality sudah melakukannya, namun ke depan kerjasama itu ingin dia tingkatkan. “Di Surabaya, menu kikil yang menjadi andalan kami itu bukan kami yang masak. Namun kami ambilkan dari penjual kikil yang paling enak di Surabaya. Kalau habis, yang kami terpaksa soldout,” katanya.

Meski terbuka lebar, menggandeng UMKM untuk masuk ke hotel juga tidak mudah. Sebab hotel memiliki standar khusus yang haru dipenuhi. Contoh sederhananya adalah penyediaan daging sapi atau ayam. Hotel menerapkan standar satu ekor ayam dipotong berapa potongan, ayam harus bersih. Kalau daging sebisa mungkin tidak tersentuh tangan langsung.

Kondisi ini, kata Rudi, yang sangat sulit bisa dipenuhi UMKM. Pelaku UMKM terkadang lebih memilih menjual di pasar yang tidak memiliki standar khusus. Daging cukup digantung di lapak pedagang, pembeli sudah datang. “Mindset seperti ini harus diubah. Karena harga di hotel jauh lebih mahal. Ini tantangan buat kami,” ungkapnya.

Yang paling mudah dilakukan dalam rangka ikut memberdayakan UMKM, jelas Rudi, adalah membuat video atau gambar yang nantinya akan dipasang di lobbi hotel, di kamar atau ditayangkan di TV. Dengan begitu, tamu akan melihat informasi tersebut.

“Setiap tamu yang datang, mereka pasti ingin cari masakan lokal. Makanya untuk bisnis kuliner khas daerah sangat menjanjikan. Jika ada tamu dari luar kota yang membawa keluarganya, jika ayahnya sedang rapat ibu dan anak-anaknya biasanya ingin ke luar hotel. Tempat yang ingin dituju adalah kuliner khas daerah dan tempat souvenir,” paparnya.

Menurut Rudi, target kerjasama dengan UMKM yang ingin dikembangkan di Royal Regantris Hospitility bukan berapa pihak hotel mampu menjual barang UMKM, tapi lebih kepada mengenalkan brandingnya. “Saat orang di lobi melihat brand UMKM, mereka tahu dan akan mencarinya. Jadi efek brandingnya yang besar,” jelasnya.

Saat ini, sudah ada beberapa produk UMKM yang di display, seperti di Hotel Royal Regantris Cendana dan Regantris Hotel di Surabaya. Yakni produk batik dan dan makanan camilan khas Surabaya yang sudah di kemas sangat menarik.

MoU dengan Camat Tegalsari
Di Kota Surabaya, agar upaya Royal Regantris Hospitility bangkit bersama UMKM ini berjalan baik, pihak hotel telah melakukan MoU (memorandum of understanding) dengan Pemkot Surabaya, yang diwakili Camat Tegalsari, Buyung Hidayat Rahman.

“Saya ucapkan terima kasih kepada Camat Tegalsari atas dukungannya, dimana dua hotel kami berdiri di wilayah Kecamatan Tegalsari. Kerjasama ini semoga menjadi motor penggerak tumbuh bersama antara Royal Regantris Hospitality dengan UMKM yang ada di Surabaya,” harapnya.

Nantinya, lanjut Rudi, di lobi hotel akan ada produk-produk UMKM seperti produk fesyen, snake, souvenir dan lain sebagainya. “Kami juga ingin buat monumen Tugu Pahlawan yang terbuat dari jajan pasar. Mungkin tunggu momen yang pas seperti Hari Pahlawan. Kami ingin Surabaya benar-benar tercermin di dua hotel kami,” tandasnya.

Camat Tegalsari, Kota Surabaya, Buyung Hidayat Rahman mengaku, mendapat amanah dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, untuk menjadi marketing bagi UMKM. Kerjasama antara Pemkot Surabaya dengan Royal Regantris Hospitility, adalah wujud nyata dari perintah Wali Kota Surabaya tersebut.

“Kamilah yang seharusnya mengucapkan terima kasih kepada Royal Regantris Hospitility, yang telah memberikan kesempatan kepada UMKM kami untuk berkembang bersama. Di wilayah Kecamatan Tegalsari, Royal Regantris Hospitility jadi pioner. Semoga di hotel-hotel lain juga mengikuti. Kami sangat sepakat untuk bersama-sama membangun kembali perekonomian pasca pandemi ini,” tegas Buyung.

Di Kecamatan Tegalsari, lanjutnya, ada total 80 UMKM yang terdaftar resmi. Namun yang tidak terdaftar ada ratusan bahkan ribuan UMKM. UMKM-UMKM itu memang memerlukan bantuan pengembangan kualitas dan kapasitasnya. “Beberapa UMKM sudah ada yang diajak Hotel Royal Regantris Cendana dan Regantris Hotel untuk kerjasama, dan produknya ada di lobi hotel,” katanya.

Buyung mengakui, jika salah satu kelemahan UMKM adalah mengenai kualitas yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan hotel. Namun pihaknya terus dan akan berusaha melakukan pembinaan. Bagi pelaku UMKM yang sudah berhasil masuk hotel, akan jadi mentor untuk mengajari UMKM lainnya.

“Contohnya kemarin ada UMKM sinom. Jika hanya dikemas lewat botol plastik, produknya menjadi biasa. Tapi setelah dikemas ulang sangat menarik, ada tanggal kedaluwarsanya, higienisnya di kontrol ternyata bisa laku lebih banyak. Pembelinya juga dari perusahaan-perusahaan dan nantinya bisa masuk hotel,” katanya.

Sementara itu, Lurah Tegalsari, Kecamatan Tegalsari, Kota Surabaya, Setia Kustanto menambahkan, di Kelurahan Tegalsari ada banyak produk UMKM. Salah satu yang sudah masuk Hotel Royal Regantris Cendana adalah produk batik Jumput. Batik ini memang pemasarannya sudah sangat pesat hingga ke Bandung dan Jakarta.

Di Kelurahan Tegalsari, lanjut pria yang sudah 10 tahun menjabat Lurah Tegalsari ini, juga ada kampung jajanan pasar seperti kue pastel, lemper dan lainnya yang ada di Kampung Malang. Produknya banyak di suplai ke Pasar Kembang.

“Kami berharap ketika Hotel Royal Regantris Cendana dan Regantris Hotel ada acara, bisa mengambil jajanan basah yang ada di Kampung Malang. Untuk harga lebih murah dibanding ambil di pasar. Saat pandemi pelaku usaha jajanan pasar ini juga tertatih-tatih namun mereka tetap bertahan, karena itu memang mata pencaharian,” tandasnya.

Sejarah Regantris
Royal Regantris Hospitality termasuk pelaku bisnis perhotelan yang baru di Indonesia. Pertama kali memiliki hotel pada 2016, dengan membeli sebuah hotel di Kute, Bali dengan kapasitas 100 kamar. Suksesnya pengelolaan hotel ini menjadi tonggak untuk terus berkembang.

“Stakeholder kami berasal dari Surabaya. Pertama kali masuk bisnis perhotelan di Bali. Hotel kita berinama Hotel Singosari, karena jalan di depan hotel bernama Jalan Singosari. Seiring berjalannya waktu, nama hotel harus diganti Royal Regantris Kute, karena beberapa hal,” ujar COO Royal Regantris Hospitality, Rudy Hermawan.

Setelah berdirinya hotel pertama di Kute, Bali, jelas Rudi, stakeholder ingin setiap tahun hotelnya bertambah. Akhirnya pada 2017 mengakuisisi Art Hotel yang berada di Jalan dr Soetomo, Surabaya. Setelah tiga tahun kemudian, hotel ini berganti nama menjadi Regantris Hotel Surabaya.

Kemudian pada 2018 mendirikan fastboat dengan nama Golden Queen. Jasa penyeberangan wisata ini memiliki dua armada yang melayani rute Padangbai, Bali tujuan ketiga pulau Gili di Lombok dan dari Padangbai ke Nusa Penida.

Pada 2019 mengakuisisi Hotel Cendana Surabaya yang lantas diberi nama Royal Singosari Cendana, dan kemudian diubah lagi menjadi Hotel Royal Regantris Cendana. Pada 2020 saat pandemi Covid-19, mengakuisisi hotel di Gili Air, Lombok. Hotel ini diberi nama Hotel Royal Regantris Villa Karang. Pada tahun yang sama, juga membeli hotel di Semarang dengan nama Triiz Hotel.

“Lalu pada 2021, kami mengoperasionalkan hotel di Pulau Gili Trawangan, Lombok dengan nama Hotel Royal Regantris Trawangan. Tahun 2022 ini, kami bangun Royal Sunset BAR Trawangan dengan view pantai dengan background Gunung Agung, Bali,” kata Rudi.

Rudi menegaskan, semua unit usaha yang tergabung dalam Royal Regantris Hospitality sepenuhnya dimiliki satu stakeholder yang sama yang berasal dari Surabaya. “Kami belum menerima investor lain untuk masuk. Sepenuhnya masih kami kelola sendiri,” tegasnya.

Lakukan Rebranding
Setelah hotel dengan brand Singosari terkenal, ternyata nama tersebut lebih dulu dipakai oleh hotel lain di Kota Batu, Jawa Timur. Nama Singosari juga telah didaftarkan dan memiliki Hak Paten. Karena sama-sama terjun di bisnis perhotelan, brand Hotel Singosari yang berada di bawah kendali Rudi harus diubah namanya.

“Karena sudah ada yang pakai, kami tentu tidak ingin ada masalah. Meski tanpa ada somasi dan hanya lewat WA (WhatsApp) pemberitahuannya oleh pemilik Hotel Singhosari di Batu. Kami cek juga sudah dipatenkan. Kami harus ganti nama karena terjun di bisnis yang sama yaitu perhotelan. Kalau berbeda bidangnya tidak masalah,” ungkap Rudi.

Setelah melalui diskusi, akhirnya jajaran manajemen sepakat mengganti dari Singosari menjadi Regantris. Tak ada akronim dari kata Regantris ini. Sang stakeholder bercanda ingin mencari kata yang tidak ada di Google. Ketika di ketik kata Regantris, di Google hanya akan menemukan hotel di bawah naungan Royal Regantris Hospitality.

Menurut Rudi, nama Regantris dipilih dengan menyematkan tiga filosofi perusahaan di dalamnya. Yakni; harapan, keyakinan dan karakter perusahaan.

“Re dari kata ‘redjo’. Dari Bahasa Jawa yang artinya kaya atau sukses. Dimana tujuan utama bisnis adalah kesuksesan financial. Oleh perusahaan diartikan sebagai glory. Kemudian ‘gan’ dari Ganesha adalah dewa pengetahuan. Dimana proses bisnis adalah proses pembelajaran terus-menerus. Oleh perusahaan diartikan sebagai continuous improvement. Lalu ‘tris’ dari trisna atau kasih sayang sebagai karakter share holder dan menjadi budaya perusahaan, sejalan dengan bisnis perusahaan dalam hospitality industri,” paparnya.

Disetiap hotel milik Royal Regantris Hospitility, jelas Rudi, juga memiliki satu menu food and beverage yang khas. Satu menu khas tersebut juga akan ada di lima hotel lainnya. “Menu itu kami berinama Food and Beverage Signature. Contohnya satu menu khas hotel di Surabaya, akan bisa ditemukan di hotel di Bali, Lombok atau Semarang. Begitu pula satu menu khas hotel lainnya, juga akan ada di hotel di Surabaya. Itu yang akan menjadi ciri hotel kami,” kata Rudi.

Sementara itu, terkait jumlah kamar khususnya yang ada di Hotel Royal Regantris Cendana Surabaya, total ada 84 kamar. Dibagi dalam tiga suite room, empat junior suite room dan selebihnya deluxe room dan superior room. “Untuk suite room harganya Rp2 jutaan, junior suite room Rp1,5 juta, deluxe Rp800 ribu dan superior Rp700 ribu,” pungkasnya. [iib]

Tags: