Lestarikan Budaya, FH Untag Gelar Pentas Wayang Potehi Gudo

Pertunjukan wayang Potehi menceritakan perlawanan Panglima Sepanjang dalam melawan VOC

Surabaya, Bhirawa
Dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya teliti wayang Potehi Gudo Jombang. Penelitian Kebudayaan Tionghoa ini merupakan kegiatan pengabdian dalam menjalankan pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45).
Tim peneliti yang beranggotakan Dr Tomy Michael, Abraham Ferry Rosando, Allicia Putri, Nickholas Hartono dan Frega Anggaraya ini membutuhkan waktu selama enam bulan penelitian.
Dijelaskan anggota tim, Ferry adanya penelitian ini bagian dari implementasi pasal 32 ayat 1 UUD 45 berbunyi, ‘Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya’. Penelitian ini memperoleh dana hibah sebesar Rp15 juta ini juga sebagai bentuk upaya Untag untuk mensupport dosen dan mahasiswa dalam melestarikan budaya nasional.
“Mengacu dalam bunyi UU itu kita ingin memaknai budaya. Bahwa wayang itu tidak hanya sekesar wayang kulit atau wayang orang. Kita juga punya wayang potehi,” ujarnya usai gelaran wayang Potehi di halaman FH Untag Surabaya, Senin (19/9) malam.
Apalagi, wayang potehi ini lahirnya di Jombang yang notabene identik dengan tokoh religius dan kegamaan Gusdur. Gusdur juga yang memperbolehkan Tionghoa di Indonesia. Sehingga representasi Akulturasi budaya dan agama. Mengartikan makna budaya yang beranekaragam.
Ditambahkan Abraham, melalui penelitian ini mampu mengenalkan kembali pada generasi muda berbagai macam kebudayaan pewayangan yang dimiliki Bangsa Indonesia.
“Kami ingin budaya ini tidak hilang, selain wayang kulit dan wayang orang ada potehi, ini yang kami kenalkan,” tambah dia.
Sementara itu, Dalang Wayang Potehi Gudo, Widodo Santoso mengungkapkan, dalam gelaran wayang potehi kali ini, ia akan menceritakan tentang ‘Pentas Geger Pacinan’. Di mana karakter utamanya adalah Panglima Sepanjang, atau nama Tionghoa nya adalah Tay Wan Shui. Dalam cerita itu, Panglima Sepanjang menjadi tokoh China yang berani bergerak melawan batavia atau VOC.
“Ada 100 hingga 10 ribu warga Tionghoa yang dibantai secara massal dalam cerita ini,” katanya.
Pria yang mulai menggelui pedalangan wayang Potehi sejak 1990-an ini mengaku bersyukur karena budaya ini semakin dikenal khalayak luas. Apalagi anak – anak muda. Sebab, dulu wayang potehi identik dengan pementasan yang diperuntukkan dalam acara ritual. Sementara saat ini, berbagai acarapun bisa diisi oleh wayang potehi. [ina.fen]

Tags: