Lewat Sebidang Tanah Miliknya , Mbah Sarmi Akhirnya Berangkat Haji

Sarmi Rukamin Majari yang biasa dipanggil mbah Sarmi.

(Setelah Menunggu Enam Tahun)

Surabaya, Bhirawa
Wanita paruh baya yang menginjak usia 78 tahun telah mewujudkan cita-citanya untuk menunaikan Rukun Islam yang kelima. Dia adalah Sarmi Rukamin Majari yang biasa dipanggil mbah Sarmi yang lahir di Dusun Tempel RT 06 RW 02 Tanggul Kundung, Kecamatan Besuki.
Meski hidup sebatang kara di pegunungan Tanggul Kundung sebagai petani singkong, sayur-sayuran, terkadang juga jagung ternyata mbah Sarmi bisa mematahkan stigma kebanyakan orang bahwa haji harus menunggu kaya.
Keseharian mbah Sarmi hanyalah dari sebidang tanah yang tak terlalu luas menjadi sumber mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sebagian ditabung untuk haji. Hasil panen yang tak seberapa itupun ia pikul dengan menggunakan rinjih (keranjang pikul dari anyaman rotan) turun menelusuri lereng gunung Tanggul Kundung untuk selanjutnya dijual kepada warga.
“Alah mas untungnya ya sedikit, hanya bisa untuk makan hari ini untuk besok ya kerja lagi,” kata mbah Sarmi tersenyum.
Dengan kondisi fisik yang tidak muda lagi, ditambah tangan kanannya yang sejak lahir sudah tiada, mbah Sarmi tidak patah arang. Bahkan kondisi tersebut sudah dilaluinya berpuluh-puluh tahun. “Sudah puluhan tahun mas saya itu hidup sendirian, tidak apa-apa mas yang penting hati saya itu adep mantep niat haji,” terangnya.
Dulu saat kecil, mbah Sarmi hendak diadopsi oleh seorang priyai dari Solo, namun kedua orang tua dan kakek neneknya tidak menyetujui. Orangtua mbah Sarmi sangat yakin bahwa nantinya mbah Sarmi akan membawa keberkahan bagi keluarga.
“Bapak, Ibuk dan nenek saya itu tidak mau mas saya itu diadopsi sama orang priyai dari Solo. Coba kalau saya diadopsi, apa saya bisa haji seperti sekarang,” kata mbah Sarmi bersukur.
Namun dengan bertani, menjual singkong dan jagung yang tak seberapa tentunya tidak cukup untuk biaya mbah Sarmi menunaikan ibadah haji. Bahkan sebidang tanah yang menjadi sumber mata pencaharian, rela dijualnya demi mewujudkan asa. Uang dari menjual tanah tersebut dititipkan ke saudaranya kemudian ditabungkan untuk mendapatkan porsi haji.
Tiada raut muka penyesalan dari mbah Sarmi dan sejak tanah itu dijual, ia menumpang di saudaranya dengan gubuk reot bersama hewan ternak seperti ayam dan bebek. “Ora popo mas, di dunia rumahnya reot, kumuh, jelek asalkan nanti di ahirat Gusti Allah berikan ridho dan rahmat,” terang mbah Sarmi dengan logat Jawa yang kental.
Bulan Juli enam tahun yang lalu menjadi penantian tersendiri bagi mbah Sarmi. Semenjak itu ia selalu menantikan untuk berangkat haji. “Saya itu mas sering sekali bertanya ke Mas Ainur Rafiq (perwakilan KBIH), kapan aku munggah haji, ndang diberangkatkan,” kata mbah Sarmi menceritakan masa lalu.
Sempat perwakilan KBIH menawarkan kepada mbah Sarmi untuk umroh saja, dikarenakan kondisi mbah Sarmi yang semakin menua dan tawaran itu ditolak oleh mbah Sarmi. “Aku ini mas sudah adep mantep hatiku untuk haji. Tidak apa-apa saya tunggu saja sampai saatnya tiba,” ujarnya.
Dengan kondisi fisik yang sudah menua dan tidak sempurna nyatanya tidak membuat nyali mbah Sarmi ciut. Ia mengaku kuat dan sanggup melaksanakan ibadah haji ketika di tanah suci. “Kuat aku iki mas, tidak apa-apa meski tidak ada cucu yang mendampingi. Aku meninggal di Arab Saudi ya tidak apa-apa mas, aku ikhlas mas, ikhlas,” tutur Mbah Sarmi meyakinkan.
Selain itu mbah Sarmi berpesan kepada segenap umat Muslim yang belum haji untuk menata niatnya ketika hendak berhaji. Menurutnya niat merupakan hal yang paling penting, dikarenakan banyak orang yang mampu namun tidak ada niat berhaji maka juga tidak akan bisa haji.
”Sebaliknya ketika memiliki niat yang kuat, namun dari sisi finansial kurang mampu maka nantinya akan dimudahkan oleh Allah SWT. Saya tidak berani berpesan apa-apa mas, karena saya ini bukan siapa-siapa. Tapi namanya ibadah itu tergantung hatinya masing-masing, niatnya mas kalau niatnya kuat, Insha Allah mudah mas,” ujar mbah Sarmi. [riq]

Tags: