Libatkan Berbagai Pihak, Perkuat Pengawasan Terhadap TKA

Pemprov, Bhirawa

Di Jawa Timur, jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang  tidak sedikit ,membutuhkan pengawasan intensif  dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Stakeholder ketenagakerjaan  mulai  serikat pekerja, perusahaan bersangkutan, dan masyarakat diminta ikut serta mengawasi keberadaan TKA.

“Pengawasan terhadap tenaga kerja asing akan lebih maksimal apabila tak hanya melibatkan instansi dari pemerintah. Untuk itu, pemberdayaan itu penting, maka kita libatkan mereka untuk ikut mengawasi,” kata Saifullah Yusuf saat menghadiri acara Media Group Discussion bertemakan Tenaga Kerja Asing, di Surabaya.

Wakil Gubernur Jatim yang disapa akrab Gus Ipul mengatakan, meskipun Gubernur Jatim telah membentuk Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora), namun tak dapat dipungkiri tim ini masih mengahadapi beberapa kendala di lapangan. Kenyataannya, keberadaan serikat pekerja, perusahaan, dan masyarakat sangat membantu dalam pengawasan.

Sekedar diketahui, timpora terdiri dari berbagai instansi seperti imigrasi, kepolisian (Polda), unsur TNI (Kodam), Kejaksaan serta Pemprov Jatim (Wagub sebagai koordinator, Disnaker, Biro Kesmas, Satpol PP, Dinkes dan Bakesbangpol) yang juga bertugas mengawasi TKA illegal.

Dijelaskannya, total jumlah tenaga kerja di Jatim sebanyak 3.054.461 orang dengan rincian tenaga kerja Indonesia berjumlah 3.049.947 orang, dan Tenaga Kerja Asing (TKA) berjumlah 4.514 orang.

Jumlah tenaga kerja asing selama tiga tahun terakhir terus meningkat. Tahun 2014, TKA berjumlah 68.762 orang, Tahun 2015 berjumlah 69.025 orang, dan Tahun 2016 berjumlah 74.183 orang.

“Jumlah paling banyak berasal dari Tiongkok sejumlah 21.271 orang. Di urutan kedua, dari Jepang 12.490 orang dan urutan ketiga asal Korea Selatan sejumlah 8.424 orang,” kata Gus Ipul.

Sementara itu, Pemprov Jatim telah melakukan sidak terhadap TKA pada tahun 2016. Hasilnya, dari total 1.574 TKA Asing di Jatim, sebanyak 787 orang bermasalah dan 176 orang telah dideportasi.

Gus Ipul juga mengatakan, keberadaan TKA di Jatim tidak menjadi masalah apabila sesuai dengan prosedur yang ada. Namun, pengawasan terkait izin sesuai prosedur dan kehadiran mengisi pos sesuai ketentuan tetap harus diperhatikan. “Sebenarnya mereka dapat melakukan transfer teknologi dan pengetahuan sehingga tenaga kerja kita nantinya bisa mengambil alih peran TKA,” ujarnya.

Kepala Bidang Penempatan Kerja  Disnakertrans Jatim, Mukadi menambahkan kasus TKA ilegal yang disanksi dalam 2 tahun terakhir mengalami penurunan. Sepanjang 2015  yang TKA yang disanksi administrasi sebanyak 433 orang sedangkan pada 2015 ada sebanyak 227 orang. Sanksi deportasi pada 2015 ada sebanyak 216 TKA sedangkan 2016 sebanyak 176 TKA.

“Meski memiliki ijin lengkap tapi tidak bekerja sesuai posisi yang tertera di dokumen itu juga melanggar. Penindakan juga harus dilakukan,” tandasnya.

Sementara, Direktorat Jenderal Imigrasi sebenarnya sudah mewajibkan pengelola apartemen, hotel, rumah indekos, pemilik rumah sewa, hingga mess perusahan melaporkan Warga Negara Asing (WNA) yang menempati bangunan yang dikelolanya.

Kebijakan yang efektif berlaku sejak akhir tahun tersebut bertujuan mengawasi dan memastikan legalitas WNA yang berada di Indonesia. Bila pengelola tempat tinggal tersebut tidak melapor maka diancam sanksi kurungan 3 bulan dan denda Rp25 juta.

Kepala Bidang Informasi dan Sarana Komunikasi Kantor Imigrasi Kelas I Surabaya Nanang Mustofa menjelaskan pelaporan melalui aplikasi di situs imigrasi efektif berlaku akhir 2016. Saat ini baru sekitar 50% objek yang berada di Surabaya, Sidoarjo dan Mojokerto melaporkan. “Kami programkan intensif sosialisasi tahun ini dan baru menggunakan penegakan hukum,” katanya.

Nanang mengatakan akses imigrasi terhadap apartemen dan hotel dalam rangka pemeriksaan WNA memang terbatas. Sehingga kewajiban pelaporan seperti diamanatkan pasal 117, UU No.6/2011 tentang Keimigrasian yang dipermudah melalui aplikasi dalam jaringan (online) bisa sebagai solusi.

Sedangkan Akademisi Universitas Airlangga Edy Juwono Slamet mengatakan pergerakan manusia lintas negara di era perdagangan bebas merupakan keniscayaan. Menilik hal itu, maka penting bagi tenaga kerja Indonesia untuk selalu meningkatkan kualifikasi.

Selain itu, orang asing yang bekerja di Indonesia memiliki tenaga kerja pendamping – sebagai mitra kerja sekaligus anak didik dalam transfer pengetahuan. “Jadi lalu lintas tenaga kerja asing memiliki peluang juga,” tegasnya.

Hanya sajapemerintah harus memastikan aturan hukum yang berlaku berjalan efektif di lapangan. Sehingga arus tenaga kerja asing membawa manfaat lebih, sehingga tidak hanya dilihat sebagai ancaman kesempatan kerja warga di dalam negeri. N rac

Tags: