Libatkan Industri, Jadikan Hemat Energi sebagai Lifestyle

Siswa SMKN 3 Boyolangu sedang membuat PJU bertenaga surya yang salah satu komponennya menggunakan panel surya.

Siswa SMKN 3 Boyolangu sedang membuat PJU bertenaga surya yang salah satu komponennya menggunakan panel surya.

Apa Kabar Gerakan Hemat Energi Listrik (2 – habis)

Keberhasilan gerakan hemat energi listrik akan sangat ditentukan bagaimana gaya hidup (lifestyle) masyarakat dalam mengonsumsi listrik. Ironisnya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang konsumtif alis boros, termasuk dalam pemakaian energi. Lantas apa yang bisa dilakukan agar gerakan hemat energi listrik ini bisa berjalan efektif?

Wahyu Kuncoro, Wartawan Harian Bhirawa

Di tengah masih banyaknya masyarakat yang belum menikmati listrik, suatu fakta yang ironis terjadi yakni di wilayah lain masih ada sebagian masyarakat yang menghambur-hamburkan energi listrik yang dimiliki. Sikap ini menunjukkan belum adanya kepedulian yang maksimal akan arti penting listrik dan arti penting menjaga keberlanjutan pasokannya. Salah satu di antaranya tercermin dari sikap hidup boros dalam menggunakan energi listrik. Ketidakefisienan ini pula yang antara lain ikut mendorong terjadinya padam listrik sebagaimana terjadi pada peristiwa September black out pada tahun 2002 yang menimpa Jawa-Bali. Kejadian yang hampir sama terulang pada Agustus 2005 sebelas tahun yang  lalu.
Di Jawa Timur, ternyata masih ada 33 desa yang belum mendapat aliran listrik. PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur memasang target,  pada tahun 2020 mendatang seluruh desa itu sudah teraliri listrik. Manager Komunikasi Hukum dan Administrasi PT PLN Distribusi Jawa Timur, Wisnu Yulianto mengungkapkan, desa-desa yang belum berlistrik itu terdapat di tiga kabupaten, yakni Bangkalan, Bondowoso, dan Sumenep.
Penyebab belum semua rumah tangga mendapat aliran listrik, umumnya adalah lokasi yang sulit dijangkau. Pihaknya mendorong untuk wilayah yang masih sulit dijangkau perlu  didorong pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Inovasi-inovasi itu sudah diterapkan di sebagian daerah seperti di Kecamatan Krucil, Probolinggo, Kecamatan Ndoko, Blitar, serta beberapa kawasan kepulauan.
“Di kawasan pulau-pulau kecil seperti di sekitar Madura dan Gresik, sebagian sudah memakai PLTD. Untuk sementara waktu, teknologi-teknologi seperti itu yang perlu didorong penggunaannya oleh masyarakat dan pemerintah setempat,” ucapnya.
Seiring dengan kebetuhan untuk melakukan gerakan hemat energi listrik perlu dibangkitkan kembali kesadaran masyarakat tentang arti penting hemat energi. Dalam upaya menggugah kesadaran tersebut, kegiatan sosialisasi atau kampanye hemat energi memegang peranan penting.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Jawa Timur Ir Priyo Darmawan, MSc menjelaskan Pemerintah pusat beberapa waktu juga sudah mencanangkan Gerakan Nasional Kampanye Hemat Energi Potong 10 Persen dengan upaya memberikan sosialisasi serta mengubah perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari bisa menghemat energi.
“Sampai saat ini masih banyak masyarakat yang boros menggunakan energi, dan mari kita mulai dan terbiasa berhemat di rumah, kantor serta dimana pun berada,” kata Priyo Darmawan saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (9/9).
Kepada Bhirawa, Priyo juga mengingatkan bahwa efisiensi penggunaan listrik merupakan kebutuhan yang tak bisa ditawar demi ketahanan energi nasional serta memberikan kesempatan kepada generasi mendatang untuk tetap dapat menikmati listrik. Melalui Gerakan Hemat Listrik, masyarakat disadarkan dan diajak untuk membudayakan perilaku hemat dalam mengkonsumsi listrik.
Gerakan kampanye hemat energi tersebut lanjut Priyo dikampanyekan secara serentak di 20 kota besar di Indonesia, yakni Jabodetabek, Medan, Pekanbaru, Batam, Padang, Palembang, Lampung, Cilegon, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Sidoarjo, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Balikpapan. Kampanye hemat energi tersebut ditujukan untuk mengubah perilaku kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menghemat energi listrik.
“Sebab mengubah perilaku penghematan energi listrik tidak mudah, perlu kesadaran dan ditanamkan secara terusmenerus. Jika ditanamkan secara konsisten dan terus-menerus, keberhasilan penghematan 1 kWh (kilowatt hour ) listrik lebih mudah daripada memproduksi 1 kWh listrik. Penghematan dapat digunakan untuk melistriki daerah terpencil,” jelas Priyo lagi. Dia mengatakan, ada tiga cara yang dapat dilakukan masyarakat dalam upaya penghematan listrik mulai sekarang. Pertama, mematikan lampu dan mencabut peralatan elektronik yang tidak sedang dipakai serta mencabut sakelar. Kedua, menahan temperatur (AC) di level 25 derajat. Ketiga , menjadikan hemat energi sebagai gaya hidup sehari-hari.
Gerakan mengajak hemat energi listrik tersebut tidak hanya menyasar rumah tangga, tetapi juga sektor industri dan bisnis. Sebab konsumsi energi dari ketiga golongan tersebut mendominasi hampir 90 persen dari konsumsi energi nasional.
“Penerapan tidak hanya didorong dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tapi juga pemerintah dengan penggerak sektor industri dan komersial merealisasi secara nyata aksi aksi konservasi dan efisiensi energi,” urainya. Gerakan konservasi energi ini telah terlaksana di sejumlah negara, di antaranya di Singapura dan Inggris. Priyo yakin gerakan konservasi dan efisiensi energi dapat berjalan sebagai budaya dan menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia.
“Kendati di negara lain telah berjalan, tidak ada kata terlambat untuk kita mulai di sini demi pembangunan lebih baik, bersih, dan merata,” ujarnya.
Pengamat energi dari kampus ITS Surabaya Dr Machsus Fawzy mengingatkan agar kampanye  hemat listrik menjadi gerakan yang harus  berkelanjutan. Sebab, energi semakin mahal dan terbatas. Untuk itu perilaku budaya hemat listrik perlu ditanamkan secara luas dan berakar di masyarakat. Keterlibatan generasi muda, terutama anak-anak dalam melakukan perilaku hemat listrik sangat dibutuhkan. Agar terbangun masyarakat yang berbudaya hemat listrik, jelas Machsus, budaya hemat listrik bisa ditanamkan kepada anak-anak. Seperti mematikan lampu saat tidak digunakan hingga menggunakan listrik secara bijak saat memainkan playstation maupun televisi. Selain itu juga diperkenalkan memilih peralatan rumah tangga hemat listrik, perawatan hingga tips sederhana mengenai penghematan listrik di rumah tangga.
Dan yang tak kalah pentingnya, lanjut Machsus pemerintah harus memberikan apresiasi atau memberikan penghargaan kepada instansi pemerintah, industri, dan pengelola bangunan gedung atau siapa saja yang memiliki komitmen dalam gerakan ini. Secara khusus Machsus juga berharap pemerintah mendorong kalangan industri untuk terlibat dalam gerakan ini.
“Keterlibatan ini bisa ditunjukkan dengan mendesak kalangan pengusaha untuk tidak boros energi, juga bisa ditunjukkan dengan mendorong kalangan industri untuk memproduksi teknologi yang hemat energi,” jelas Machsus.
Menurut Machsus, perlu ada gerakan bersama di kalangan industri di tanah air untuk menciptakan produk industri khususnya elektronik yang lebih hemat listri.
“Nah pemerintah kalau perlu memberi kemudahan modal bagi kalangan pengusaha yang memiliki komitmen untuk menciptakan inovasi teknologi yang bisa memanfaatkan  sumber energi lain misalnya teknologi sinar matahari (solar cell) a harus didorong,” jelas Macsus lagi. Masih terbatasnya inovasi teknologi yang berkait peralatan hemat energi ini membuat produk peralatan hemat energi cenderung mahal.
“Beberapa wilayah sudah mulai menggunakan sumber energi matahari (solar cell). Hanya sayangnya, energi matahari ini tidak bisa langsung digunakan secara massal olah masyarakat karena harus menggunakan teknologi yang mahal, belum lagi lampunya yang jauh harganya lebih mahal dibanding lampu listrik biasa,” jelas Machsus.
Biaya pengadaan pembangkit listrik tenaga surya yang relatif mahal juga diakui oleh Ketua Unit Produksi (UP) SMKN 3 Boyolangu Kabupaten Tulungagung, Ajar Sudono ST. Karenanya, sebagai energi listrik alternatif selain PLN, listrik tenaga surya di Tulungagung masih belum banyak diminati warga.
“Panel surya (solar cell)-nya saja masih impor kebanyakan dari Cina, meski ada yang sudah produksi dalam negeri. Harganya bervariasi ada yang Rp 13 ribu per 1WP ( watt peak), ada pula yang sampai Rp 20 ribu per 1WP. Sehingga untuk membuat satu PJU harganya bisa Rp 25 juta,” ungkapnya.
SMKN 3 Boyolangu, menurut Ajar Sudono, mulai tahun 2012 sudah mencoba memanfaatkan panel surya dalam pembuatan PJU. “Istilahnya kami merakit. Kami belum mampu untuk membuat panel surya. Kalau dihitung-hitung PJU tenaga surya yang kami buat 70 persen dari luar dan 30 persen dibuat sendiri. Yang buat sendiri seperti tiangnya dan pengelasan,” paparnya.
Hasil karya siswa SMKN 3 Boyolangu ini mendapat apresiasi dari Pemkab Tulungagung. Sampai tahun ini tak kurang dari 200-an PJU yang telah dibeli Pemkab Tulungagung untuk menerangi jalan tanpa harus dialiri listrik dari PLN.
Ajar Sudono menyebut kendati pembuatan listrik tenaga surya terbilang mahal dan belum banyak diminati masyarakat dan pelaku usaha, SMKN 3 Boyolangu bertekad akan terus melakukan eksperimen terkait listrik tenaga surya. Apalagi siswa yang berminat di bidang kelistrikan di sekolah tersebut semakin tinggi. Dari yang tahun lalu dua kelas, saat ini sudah berkembang menjadi tiga kelas.
“Kami punya keinginan nanti PJU tenaga surya mempunyai kontrol seperti timer. Semisal saat jam banyak orang berkumpul terangnya 100 persen, namun seiring tidak banyak lagi orang yang berkumpul terangnya kemudian berkurang tidak lagi 100 persen. Jadi 80 persen misalnya. Ini akan lebih menghemat pemakaian listrik tenaga surya. Jadi semacam lampu smart,” tutur pria lulusan ITS Surabaya ini.
Lalu mengapa tidak juga mengembangkan listrik tenaga surya untuk perumahan, Ajar Sudono mengatakan hal itu belum dilakukan karena masih terkendala dana dan biaya yang besar.  Pemanfaatan tenaga listrik tenaga surya untuk perumahan memerlukan biaya yang lebih besar ketimbang untuk PJU. (habis)

                                                                                                              ————- *** ————–

Tags: