Libur Sekolah Sabtu Minggu

sekolah-libur-sabtu-mingguIntensitas berkumpul anak-anak bersama orangtua akan semakin besar manakala tersedia waktu lebih banyak. Setiap hari, keluarga tidak dapat berkumpul komplet. Orangtua biasa sibuk bekerja disertai lembur. Sedangkan anak-anak sibuk sekolah disertai tugas pengayaan materi belajar. Masing-masing memiliki jadwal kegiatan padat. Sehingga berkumpul, seringkali bagai waktu langka, kecuali pada saat liburan.
Berkumpulnya sekeluarga secara komplet, sebenarnya memiliki fungsi rekreatif. Menjadi penyegar dan penglipur kepenatan. Pada anak-anak, berkumpul dengan orangtua menjadi sarana pengaduan, menghiba. Tetapi seringkali terjadi “selip” waktu, antara kesempatan (libur) orangtua dengan libur sekolah. Sebagian pekerja (terutama pegawai negeri sipil, PNS) telah libur pada hari Sabtu. Tetapi anak-anak masih terikat jadwal wajib sekolah.
Pada sisi lain paradigma kependidikan meyakini, bahwa keluarga merupakan wahana pendidikan utama. Keluarga (dan lingkungan sekitar) lebih memiliki daya didik dibanding sekolah (formal).   Pada tataran ke-agama-an diajarkan, bahwa orangtua (terutama) ibu, merupakan sekolah pertama dan utama. Bahkan orangtua memikul tanggungjawab pendidikan utama. Sedangkan guru (dan sebutan lain setara guru) merupakan pembantu proses pengajaran.
Terasa ironis, manakala waktu anak-anak dihabiskan hanya untuk sekolah dan melaksanakan tugas sekolah. Sama ironis, manakala waktu orangtua dihabiskan untuk bekerja. Karena itu Kementerian Pendidikan meng-gagas kemungkinan tambahan hari libur sekolah, terutama pendidikan dasar dan menengah. Semula hari libur hanya pada hari Minggu, akan ditambah libur pada hari Sabtu.
Kependidikan anak, niscaya tak elok hanya diserahkan pada institusi sekolah (formal). Setiap anak memiliki hak, sebagaimana dijamin konstitusi. Dalam UUD pasal 28-B ayat (2), di-amanatkan: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan… .” Untuk menjamin pelaksanaan amanat konstitusi ini, sekolah tidak memiliki domain. Melainkan keluarga (orangtua) memikul kewajiban menjamin tumbuh kembang serta perlindungan.
Berdasar penjejakan oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), puluhan anak kehilangan hak perlindungan, karena ditinggal orangtua bekerja. Tanpa kehadiran orangtua (khususnya ibu), anak-anak kehilangan perlindungan alamiah-nya yang paling kuat. Terutama anak-anak TKW (Tenaga Kerja Wanita) yang berupaya mengais kehidupan di luar negeri.
Saat ini, ditaksir sebanyak 20-an juta anak yang ditinggal ibunya menjadi pekerja di kantor maupun di pabrik, serta di sektor perkebunan. Jumlah anak yang ditinggal ibu bekerja, terutama di-dominasi oleh TKW. Jumlahnya meliputi 5,6 juta perempuan (ibu-ibu yang berusia 18 hingga 40 tahun). Dengan asumsi setiap TKW memiliki 2 anak, maka diperoleh jumlah anak TKW sebanyak 11,2 juta anak. Seluruh anak ini, merupakan keluarga golongan ekonomi terbawah.
Memberi pelindungan terhadap 85 juta-an anak, memang tidak mudah. Bahkan beberapa kasus menunjukkan, bahwa sekolah bukan tempat perlindungan yang baik. Banyak terjadi kekerasan anak di sekolah. Ingat misalnya, tragedi Amelia, yang terjadi di dalam kelas SD Negeri di Kendal (Jawa Tengah). Konsekuensinya, harus dibuat berbagai program lintas sektoral untuk perlindungan anak. Serta mapping kerawanan sosial anak.
KPAI menganggap telah terjadi situasi “darurat perlindungan anak,” karena banyak tindak kriminal yang dialami anak. Begitu pula banyak anak-anak menjadi pelaku tindakan kriminal. Indonesia telah memiliki undang-undang yang lebih lex-specialist. UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tapi bukan hal mudah melindungi 85 juta-an anak.
Konsekuensinya, harus dibuat berbagai program lintas sektoral untuk perlindungan anak. Serta mapping kerawanan sosial anak. Sehingga perlindungan anak tidak cukup hanya diserahkan pada sekolah maupun institusi lain. Keluarga (yang lebih berhak) berkewajiban pula member asuhan lebih. Diantaranya melalui melalui tambahan libur sekolah hari Sabtu.

                                                                                                                           ———   000   ———

Rate this article!
Tags: