Lima WBTB Jatim Ditetapkan Tingkat Nasional

Foto: ilustrasi keris

Pemprov, Bhirawa
Ada lima Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) asal Jatim ditetapkan sebagai WBTB Nasional dalam Sidang Penetapan WBTB Indonesia. Kelima WBTB Jatim tersebut adalah Sandur Manduro (Jombang), Ceprotan (Pacitan), Jamasan Pusaka Kyai Pradah (Blitar), Nyader (Sumenep) dan Damar Kurung (Gresik).
Dalam kesempatan ini, Pengamat Seni Budaya Jatim sekaligus mewakili Jatim pada saat Sidang WBTB, Henry Nurcahyo mengatakan, setelah ditetapkannya kelima WBTB tersebut, maka Kabupaten/Kota bersangkutan harus melangsungkan pelestarian dan pengembangan, sehingga WBTB tidak akan punah begitu saja atau tidak sekedar papan nama.
Selain itu, ditegaskannya, kabupaten/kota juga harus melangsungkan pendataan terhadap seni budaya masing-masing yang menjadi khasan daerahnya. “Hal ini penting dan jangan diremehkan. Katanya, Jatim mempunyai seni budaya tradisional yang begitu banyak. Tapi mana buktinya, kalau tidak ada data yang jelas terkait seni budaya tersebut,” ujarnya.
Dikatakannya, menilik hal itu sejatinya kabupaten/kota sudah mempersiapkan data-data otentik terkait seni budaya tradisional yang dimilikinya. Jika sewaktu diklaim, maka daerah itu sudah memiliki data-data lengkap, apalagi juga ditetapkan ditingkat nasional. “Persyaratan yang berat ada pada pendataan. Tidak semua data tidak dimiliki kabupaten/kota.” Tandasnya.
Acara tahunan ini diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia sejak tahun 2013. Pada mulanya penetapan WBTB Nasional dilakukan oleh Tim Ahli namun sejak tahun 2014 diberikan kesempatan kepada Dinas Kebudayaan masing-masing provinsi untuk mengajukan usulan, dan setelah lolos seleksi administratif kemudian dilakukan sidang terbuka. Nantinya, penyerahan sertifikat WBTB Nasional bulan Oktober yang akan datang oleh Mendikbud RI.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dalam sidang penetapan kali ini, masing-masing WBTB tersebut juga dipresentasikan langsung oleh wakil daerah masing-masing, baik dari Dinas Kebudayaan setempat maupun pelakunya langsung. “Jatim mengirimkan 16 usulan, namun hanya lima yang diterima,” katanya.
Disisi lain, ia juga menjelaskan, Sandur Manduro misalnya, langsung diwakili oleh Warito, pimpinan Grup Sandur Gaya Rukun Jombang, didampingi oleh Kabid Kebudayaan Disbudar Jombang.
Sandur Manduro adalah sebuah seni pertunjukan berbentuk teater tradisional dimana pemainnya menggunakan topeng dalam dua jenis, yakni kedok (topeng) binatang dan kedok wajah tokoh manusia.
Pewarnaan yang mendominasi kedok Manduro yaitu warna hitam, merah, dan putih yang merupakan pencerminan dari karakter etnis Madura. Pertunjukan ini berisi banyak tarian yaitu Tari Bapang, Klana, Sapen, Punakawan, Gunungsari, Panji, jaranan, burung dan sebagainya.
Untuk Ceprotan adalah ritual tahunan masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo, pada bulan Dzulqaidah (Longkang), pada hari Senin Kliwon untuk mengenang pendiri desa Sekar yaitu Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun melalui kegiatan bersih desa.
Upacara ini diyakini dapat menjauhkan desa dari bencana dan memperlancar kegiatan pertanian. Dinamakan Ceprotan lantaran ada adegan saling melempar buah kelapa muda (cengkir) yang sudah lunak yang dilakukan dua kelompok.
Sedangkan Jamasan atau Siraman Kyai Pradah adalah ritual memandikan benda pusaka berupa sebuah gong dengan menggunakan air kembang setaman. Upacara ini dimaksudkan sebagai sarana memohon berkah kepada kekuatan gaib atau roh leluhur yang ada di dalam Kyai Pradah. Masyaraat percaya bahwa air bekas siraman Kyai Pradah dapat membuat awet muda dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Sementara Nyader adalah ritual di Sumenep sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan menghormati para leluhurnya yang telah mengajarkan cara membuat garam. Masyarakat setempat yang pekerjaan utamanya sebagai petani garam melakukan hal ini di makam keramat yaitu Syekh Anggosuto dan di bekas rumahnya.
“Ritual ini dilakukan tiga kali dalam setahun, yaitu bulan Juni menjelang panen garam, bulan Agustus ketika panen masih berlangsung dan bulan September pada masa akhir panen,” katamya.
Terakhir, Damar Kurung digolongkan sebagai kemahiran tradisional yang khas Gresik berupa lampion dengan lukisan unik yang berasal dari tradisi Wayang Beber. Kesenian yang nyaris punah ini berhasil dipertahankan oleh perajin terakhir yaitu Mbah Masmundari.
Ketika menjelang kepergiannya pada 2005 lalu, ternyata mengalami perkembangan luar biasa menjadi seni rupa dua dimensi dan mendapatkan apresiasi masyarakat dan pemerintah daerah Gresik sehingga menjadi ikon Kabupaten Gresik. [rac]

Tags: