Lindungi Diskresi Pemerintah

Aan EffendiOleh: A’an Efendi
Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Adpem) disahkan dan sekaligus diundangkan pada tanggal 17 Oktober 2014 serta mulai berlaku efektif sejak tanggal diundangkannya itu. Lahirnya UU Adpem tidak mudah karena harus melewati jalan panjang dan berliku.
Rancangan UU Adpem kali pertama dibuat tahun 2004 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) pada era Kabinet Indonesia Bersatu I saat menterinya dijabat Taufiq Effendi. Jadi sampai dengan disahkannya menjadi UU membutuhkan waktu sekitar sepuluh tahun.
Kehadiran UU Adpem sendiri sudah sangat dirindukan karena dengan adanya UU ini penyelenggaraan pemerintahan mendapatkan landasan hukum yang jelas dan komprehensif. Materi muatan UU Adpem yang kehadirannya sangat ditunggu oleh semua pejabat pemerintahan adalah mengenai diskresi. Maklum saja sebelum adanya UU Adpem tidak ada aturan tertulis mengenai kriteria dan batasan diskresi. Akibatnya banyak pejabat pemerintahan yang harus berurusan dengan hukum bahkan terjerat korupsi akibat dari diskresi yang dilakukannya. Lahirnya UU Adpem  juga menjadi sejarah tersendiri karena UU ini benar-benar baru bukan menggantikan UU yang telah ada sebelumnya.
Diskresi Tidak Mungkin Dihindari
Sendi pokok penyelenggaraan pemerintahan negara hukum seperti Indonesia adalah asas legalitas yang artinya penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan hukum tertulis atau peraturan perundang-undangan. Tanpa peraturan perundang-undangan tidak ada kewenangan penyelenggaraan pemerintahan. Asas legalitas menjamin bahwa tiap tindakan pemerintahan harus ada dasar hukumnya yang jelas dan tidak dilakukan atas kemauan pribadi pemerintah. Hal ini penting jangan sampai pemerintah bertindak semau-maunya terhadap rakyatnya. Asas legalitas mencegah tindakan sewenang-wenang pemerintah terhadap rakyat.
Di samping kebaikannya, praktiknya asas legalitas membawa kekurangan. Asas legalitas yang landasan utamanya adalah peraturan perundang-undangan sifatnya statis atau diam sehingga selalu tertinggal oleh perkembangan masyarakat. Selain itu, peraturan perundang-undangan tidak mungkin lengkap mengatur semua hal yang menyangkut penyelenggaraan pemerintahan maupun kehidupan masyarakat.
Umumnya materi muatan peraturan perundang-undangan hanya menyangkut hal-hal yang menjadi pusat perhatian saat penyusunannya. Sementara kehidupan masyarakat yang harus diurusi oleh pemerintah sangat luas cakupannya dan sangat dinamis atau terus bergerak dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, hanya mengandalkan peraturan perundang-undangan sebagai dasar penyelenggaraan pemerintahan jelas tidak mungkin.
Untuk mengatasi kestatisan dan ketidaklengkapan peraturan perundang-undangan itulah mutlak diperlukan diskresi. Dalam penyelenggaraan pemerintahan diskresi tidak mungkin dihindari.
Seorang ahli hukum administrasi yang bernama Zanita Zalpuri bahkan mengatakan “the government cannot function without the exercise of some discretion by the officials”. Kalau diterjemahkan secara bebas maka artinya pemerintah tidak dapat berfungsi tanpa pelaksanaan diskresi oleh pejabat pemerintahan. Suatu ungkapan yang menggambarkan betapa pentingnya diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Diskresi dilakukan oleh badan/pejabat pemerintahan disebabkan karena dua hal. Pertama, pasal UU yang menjadi dasar dilakukannya tindakan pemerintahan memang dari sifatnya mengandung diskresi. Pasal tersebut sifatnya fakultatif atau memberikan pilihan yang harus diputuskan oleh badan/pejabat yang bersangkutan berdasarkan pertimbangannya sendiri.
Misalnya Pasal 79 ayat (1) UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berbunyi “Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan belanja dari APBD yang belum tersedia anggarannya.”
Wujud diskresi adalah menentukan kriteria apa sehingga dikatakan dalam keadaan darurat. Kedua, diskresi dilakukan oleh badan/pejabat pemerintahan karena tidak ada dasar hukum tertulis sama sekali.
Diskresi dilakukan karena adanya keadaan yang mendesak atau segera atau alasan lain tetapi tidak ada dasar hukum tertulis. Ketiadaan dasar hukum tertulis tidak dapat menghalangi dilakukannya tindakan oleh badan/pejabat pemerintahan. Justru sebaliknya bila tindakan itu tidak dilakukan akan terjadi kerugian yang lebih besar. Misalnya diskresi Gubernur Jawa Timur mengenai gerakan eliminasi kusta di Jawa Timur. Dasar dilakukannya tindakan ini adalah karena kebutuhan penanganan kusta secara cepat, terpadu, dan terintegrasi.
Ironi Diskresi
Diskresi, meskipun urgensinya tidak terbantahkan, namun praktiknya sangat ironis. Banyak pejabat pemerintahan yang terpaksa harus berurusan dengan hukum bahkan terjerat korupsi karena diskresi yang dilakukannya. Diskresi bak buah simalakama, dilaksanakan masuk penjara tidak dilaksanakan masyarakat harus menanggung rugi. Misalnya apa yang terjadi pada Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke, Umar Ary Karim, S.Sos, M.M. Diskresinya menunjuk langsung kontraktor untuk pembangunan asrama murid SMK I Sota dan barak guru di SMK I Sota serta barak guru di SMP 11 Sota malah membuatnya terjerat kasus korupsi. Padahal yang dilakukan Umar Ary Karim ada dasar hukumnya menurut Kepres No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Keppres No.80/2003 memang mewajibkan pelelangan umum untuk pengadaan proyek pemerintah tetapi itu tidak mutlak. Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus boleh dilakukan penunjukan langsung. Ukuran keadaan tertentu atau khusus adalah diskresi pemerintah daerah untuk menentukannya berdasarkan alasan-alasan yang rasional. Keadaan tertentu dan keadaan khusus yang menjadi dasar penunjukan langsung dalam kasus korupsi Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke karena pembangunan asrama murid SMK I Sota dan barak guru di SMK I Sota serta barak guru di SMP 11 Sota pada kondisi yang mendesak, karena ketiadaan asrama murid dan barak guru yang tempatnya terpencil, jauh ada di pelosok desa.
Hadirnya UU ADPEM untuk mencegah mudahnya kriminalisasi terhadap pejabat pemerintahan yang melakukan diskresi. UU ADPEM telah menetapkan rambu-rambu dilakukannya diskresi yang meliputi: sesuai dengan tujuan diskresi yaitu melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum; tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik; berdasarkan alasan-alasan yang obyektif; tidak menimbulkan konflik kepentingan; dan dilakukan dengan itikad baik. Sepanjang rambu-rambu ini tidak dilanggar maka tidak ada alasan kriminaliasi terhadap pejabat pemerintahan yang melakukan diskresi.
UU Adpem Lindungi Masyarakat
Tak hanya badan/pejabat pemerintahan, hadirnya UU ADPEM pun patut disambut gembira oleh masyarakat. UU Adpem  memberikan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat dari tindakan pemerintahan. Masyarakat yang dirugikan oleh tindakan badan/pejabat pemerintahan dapat menggunakan upaya hukum secara berjenjang yang dimulai dari upaya administratif yang meliputi keberatan dan banding sampai dengan mengajukan gugatan di pengadilan tata usaha negara.
Masyarakat tidak hanya dapat menggugat tindakan badan/pejabat pemerintahan di lingkungan kekuasaan eksekutif saja, tetapi meliputi tindakan pejabat di lingkungan legislatif, yudisial, dan penyelenggara negara lainnya. Tindakan pemerintah yang dapat digugat tidak hanya berupa mengeluarkan keputusan tetapi termasuk tindakan faktual, misalnya aktivitas proyek pemerintah yang menimbulkan kerugian.
UU Adpem telah dibuat dan langkah penting selanjutnya adalah tindakan penegakan hukum yang konsisten. Tanpa penegakan hukum maka UU sebagus apapun tetap saja hanya sebuah rangkaian kata-kata mati yang tidak berarti. Semoga.

                                                      ————————- *** ———————–

Rate this article!
Tags: