Lisensi FLEGT, Permudah Ekspor Hasil Produksi Kayu

Pemprov Jatim, Bhirawa
Beberapa tahun lalu, kayu asal Indonesia masih dikatakan tidak layak untuk diekspor ke Eropa. Kini, upaya pemerintah untuk menerbitkan Lisensi FLEGT, justru kayu Indonesia diminati Eropa.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (LHK) mendorong kepada pengusaha untuk memanfaatkan lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) untuk memudahkan ekspor hasil produksi kayu ke wilayah Uni Eropa.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK, Dr Rufi’ie mengatakan, Saat ini, perolehan Lisensi-FLEGT dan pelaksanaan penerbitan pertama mengandung arti yang monumental karena tidak hanya sekedar pemenuhan persyaratan.
“Sekaligus dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa indonesia yang pada masa lalu indonesia dianggap sebagai negara penghasil kayu yang berasal dari illegal logging,” katanya.
Dr Rufi’ie menambahkan, adanya lisensi FLEGT, maka produk furnitur dari Indonesia kini memiliki nilai kompetitif lebih besar. “Namun demikian, kita juga menyadari terdapat berbagai faktor lain yang ikut menentukan daya saing sebuah produk, seperti desain, mutu serta persaingan industri,” katanya.
Disisi lain, dikatakannya, meskipun penerapan FLEGT masih kisaran Eropa, namun Vietnam dan Malaysia kerap dilihat sebagai pesaing lndonesia terbesar dalam bidang furnitur. “Sesungguhnya, negara-negara Asia tengah berlomba-lomba untuk menyamai standar yang telah ditetapkan oleh indonesia, dan kini berancang-ancang untuk menandatangani sekian perianiian untuk menyusul lndonesia,” katanya.
Direktur IKM Pangan, Barang dari Kayu dan Furniture, Kementerian Perindustrian, Dr IR Sudarto mengatakan, masalah yang dihadapi ketersediaan bahan baku yang bagus oleh IKM. “Untuk itu, Kementerian Perindustrian akan mendukung penbentukan material center. Untuk mebel, seperti kayu, rotan, dan bambu,” katanya.
Permasalahan lainnya, terkait Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Dijelaskannya, kalau selama ini agreement masih di negara Eropa, sedangkan di negara lain belum. “Kalau belum, IKM mengharapkan beban yang seharusnya  menjadi keuntungan IKM, seharusnya bisa ditanggung pemerintah. Misalkan biaya penerapan SVLK akan didukung KLHK, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah mendorong IKM membentuk korporasi untuk bisa ekspor dalam jumlah besar. Sehingga peluang pasar ekspor yang dulu terus menurun dapat bertambah. Dengan adanya korporasi, strata IKM meningkat tidak hanya terbatas pada perusahaan kecil dan menengah.
“Jadi sesama industri kecil yang punya produk sejenis dan orientasinya ekspor ke negara tertentu bisa dioptimalkan. Ketika desain produk industri kecil hanya mampu 2 kontrainer, padahal kebutuhannya 10 kontrainer. Dengan korporasi ini diharapkan mampu memenuhi itu,” tandasnya .

Tags: