Listrik dan LPG Picu Inflasi Jatim 0,4 persen

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Inflasi pada pada Oktober 2014 di Jatim sebesar 0,44 persen atau lebih rendah dari inflasi nasional periode yang sama sebesar 0,47 persen. Penyebabnya masih dikarenakan tarif listrik dan harga LPG (elpiji).
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, M Sairi Hasbullah mengatakan, dari 8 kota indeks harga konsumen (IHK ) di Jatim, semua kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Sumenep sebesar 0,65 persen, diikuti Banyuwangi 0,51 persen, Surabaya 0,49 persen, Probolinggo dan Madiun masing-masing  0,46 persen, Malang  0,40 persen, Kediri  0,32 persen, dan inflasi terendah terjadi di Jember 0,12 persen.
“Tidak ada yang aneh dengan inflasi di Jatim. Namun, listrik dan LPG sangat sensitif di Jatim. Sebab lebih banyak masyarakat Jatim menggunakan listrik 1.300 Kwh dibandingkan 450 Kwh dan 900 Kwh,” katanya.
Disisi lain, Sairi juga mempertanyakan inflasi tertinggi berada di Sumenep yang salah satu penyebabnya harga daging sapi yang tinggi. “Seharusnya dilihat ada apa di Sumenep, justru daging sapi menjadi tinggi,” tanyanya.
Lebih lanjut dijelaskan Sairi, dari tujuh kelompok pengeluaran, semua kelompok mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,00 persen. Diikuti kelompok kesehatan 0,91 persen, kelompok makanan jadi, minuman dan rokok 0,54 persen, kelompok bahan makanan 0,22 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,12 persen. Kemudian kelompok sandang 0,10 persen, dan inflasi terendah terjadi pada kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan 0,03 persen.
Komoditas yang memberikan andil terbesar terjadinya inflasi adalah tarif listrik, bahan bakar rumah tangga, beras, cabai merah, nasi dengan lauk, ikan bandeng/bolu, sepeda motor, udang basah, buah jeruk, dan cabai rawit. Dampak kenaikan tarif listrik bulan September 2014 bagi pelanggan pasca bayar terjadi pada Oktober 2014, sedangkan bagi pelanggan pra bayar dampaknya langsung pada September.
Sedangkan komoditas yang harganya terkendali dan memberikan andil terbesar terjadinya deflasi adalah turunnya harga daging ayam ras, telur ayam ras, buah pir, buah semangka, angkutan udara, gula pasir, buah anggur, gipsum, emas perhiasan, dan tongkol pindang.
Dari 6 ibukota provinsi di Pulau Jawa, semua kota mengalami inflasi dan inflasi terendah terjadi di kota Bandung sebesar0,14 persen. Inflasi tertinggi terjadi di kota Semarang 0,55 persen, diikuti kota Surabaya 0,49 persen, kota DKI Jakarta 0,40 persen, kota Serang 0,37 persen dan kota Yogyakarta  0,28 persen.
Dari 82 kota IHK nasional ada 74 kota mengalami inflasi dan 8 kota mengalami deflasi, inflasi tertinggi terjadi di Tual 2,18 persen. Dari 74 kota IHK di Indonesia yang mengalami inflasi, 5 kota inflasi terendah yaitu Mamuju  0,06 persen, Jember 0,12 persen, Watampone 0,13 persen, Bandung 0,14 persen, dan Ambon  0,15 pesen. Sedangkan dari 8 kota yang mengalami deflasi, deflasi tertinggi di Sorong 1,08 persen dan deflasi terendah di Tanjung Pandan 0,12 persen.
Laju inflasi tahun kalender Desember 2013-Oktober 2014 Jatim mencapai 3,83 persen. Inflasi year-on-year (Oktober 2014 terhadap Oktober 2013 Jatim 4,57 persen, angka ini lebih tinggi dari pada inflasi year-on-year September 2014 sebesar 4,13 persen. Tetapi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir inflasi year-on-year bulan Oktober 2014 merupakan inflasi terendah. [rac]

Tags: