Litbang Harus Sesuai Arah Kebijakan Pembangunan Jawa Timur

Kabalitbang Jatim Dr Ardo Sahak SE MM saat melaporkan kegiatan Rakor Kelitbangan Tahun 2017, dan selanjutnya dibuka langsung oleh Asisten Administrasi Umum Sekdaprov Jatim Dr Ir H Abdul Hamid MP di Surabaya.

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Timur
Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) melangsungkan Rapat Koordinasi Kelitbangan Tahun 2017. Harapannya, antara Balitbang Jatim dengan stakeholder seperti organisasi perangkat daerah (OPD) Jatim maupun Kabupaten/Kota di Jatim terjalin sinkronisasi program dan kegiatan kelitbangan.
Dalam Rapat Koordinasi Kelitbangan Tahun 2017, Kepala Balitbang Jatim, Dr Ardo Sahak SE MM mengharapkan, ke depan kalau sebuah karya penelitian dan pengembangan yang dihasilkan Balitbang Jatim harus sesuai dengan arah kebijakan pembangunan Jawa Timur.
“Selama ini, hasil kinerja litbang sudah baik. Akan tetapi, kami berharap jangan sampai ada kebijakan baru dalam pembangunan yang awalnya tanpa didasari dengan penelitian. Karena hasil penelitian dapat menjadi ukuran tepat dan tidaknya kebijakan pembangunan itu dilakukan,” kata Ardo Sahak.
Tahun 2017, di Balitbang Jatim terdapat 26 judul kegiatan penelitian memanfaatkan anggaran APBD Jatim sekitar Rp 2,9 Miliar. Penelitian difokuskan pada beberapa bidang, meliputi penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, koperasi dan UMKM, investasi, industri dan perdagangan, serta lingkungan hidup dan kebencanaan.
Dalam menghasilkan penelitian yang berkualitas dan bisa memberikan rekomendasi yang tepat untuk menunjang kebijakan pembangunan, maka Balitbang Jatim melakukan kerjasama penelitian antara peneliti Balitbang dengan perguruan tinggi di Jatim melakukan penelitian bersama.
“Kalau penelitiannya bersama-sama, apalagi pelibatan institusi luar juga ada, maka hasil rekomendasi yang dihasilkan nilai tawarnya juga tinggi. Tentunya, hasilnya juga akan lebih baik,” harapnya.
Saat ini, Balitbang Jatim memiliki 20 peneliti yang latar belakang disiplin keilmuan yang berbeda. Adanya tuntutan kebijakan pembangunan semakin beragam, maka tidak cukup peneliti-peneliti itu mampu memenuhi produk-produk penelitian yang dibutuhkan Pemprov Jatim.  Perlu ada kolaborasi keilmuan dengan peneliti luar, yang keilmuannya senantiasa terbarukan. “Kolaborasi itu penting, karena akan menunjang kualitas yang dihasilkan,” katanya.
Sementara, Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Timur, Prof Dr Hotman M Siahaan berharap peneliti Balitbang Jatim kembali pada ‘khittahnya’, yaitu melakukan dan menghasilkan penelitian sesuai dengan arah kebijakan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Jawa Timur 2014-2019.
Ketua DRD Jatim, Prof Dr  Hotman M Siahaan mengatakan, program prioritas dalam RPJMD Jatim, yakni mewujudkan lima misi yang terbagi dalam 32 bidang dengan 471 program kerja yang dilakukan 68 organisasi perangkat daerah (OPD). “Jangan menyimpang dari topik-topik tersebut,” katanya.
Ditambahnya, peneliti Balitbang harus menguasai dan wajib mendasarkan penelitiannya pada janji politik atau amanat politik kepala daerah. “Hal ini dikarenakan RPJMD merupakan penjabaran dari janji politik saat kampanye,” kata guru besar Fisip Unair ini.
Saat ini, arah kebijakan kelitbangan di Jatim telah memiliki Jakstrada (Kebijakan Strategis Pembangunan Daerah) Iptek yang menjadi rujukan agenda riset daerah (ARD) 2014-2019. Jaktrada Iptek merupakan buku wajib atau buku pintarnya peneliti, karena dalam buku pedoman itu telah ditandatangani Gubernur Jatim.
“Produk penelitian dalam ARD adalah berupa peraturan gubernur. Karena setiap peraturan yang dikeluarkan gubernur harus merujuk dari rekomendasi atau hasil riset,” terangnya.
Sedangkan Sekretaris Balitbang Kementerian Dalam Negeri, Subiyono SH MSc  PhD mengatakan, hasil kelitbangan menjadi bahan masukan perumusan kebijakan dan pengembangan penyelenggaraan pemerintahan, serta bahan rekomendasi kepada perangkat daerah di provinsi dan kabupaten/kota. SDM kelitbangan harus memperhatikan kode etik jabatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dikatakannya, selama ini banyak peneliti yang kurang memahami tentang kode etik dan aturan dalam kegiatan kelitbangan. Akibatnya, hasil penelitian banyak yang sekadar menjadi pelengkap dokumen dan menumpuk dalam berkas, dan kurang memberikan kontribusi dalam kebijakan pembangunan.
Kondisi ini diperparah dengan masih rendahnya kesadaran, dukungan dan kegiatan penelitian yang dilakukan instansi pemerintah. “Untuk mewujudkan arah pembangunan yang jelas, harusnya litbangnya lebih diperkuat. Bukan hanya sebagai pelengkap belaka,” ujarnya.
Sebelumnya, Dr. Ir. Dwi Eny Djoko Setyono, M.Sc. Kepala Pusbindiklat Peneliti LIPI mengatakan, dalam melakukan penelitian, tidak seharusnya peneliti bergerak sendiri.”Peneliti bisa bekerjasama dengan organisasi perangkat daerah atau lembaga penelitian agar hasil penelitiannya juga bisa bermanfaat,” katanya.
Selain itu, dikatakannya, kalau dalam melakukan sebuah, maka peneliti tidak harus memiliki fasilitas sendiri-sendiri. ” Bisa bergabung dengan perguruan tinggi lain atau lembaga milik pusat yang ada di daerah yang mempunyai fasilitas yang diperlukan,” ujarnya. [rac]

Tags: