Literasi Digital, Keluarga dan Covid-19

Oleh :
Yogyantoro
Pendidik. Tinggal di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur

Keluarga adalah institusi yang bercokol di garda terdepan dalam upaya membentuk karakter dan intelektual anak. Keluarga harus menjadi tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak. Dengan begitu proses transfer nilai, gagasan dan ide dari orang tua kepada anak akan berjalan dengan efektif dan efisien di tengah pandemi virus korona baru (Covid-19) yang menuntut siapa saja agar tinggal di rumah saja. Keluarga selayaknya menjadi tempat kembali terbaik bagi anak yang merindukan sentuhan kasih sayang, bangunan dialog dan komunikasi yang senantiasa hangat dan harmonis.

Tugas orangtua dalam keluarga yang pertama dan utama adalah memberikan bekal kepada anak dengan kemampuan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, memecahkan masalah (problem-solving) serta berkomunikasi yang baik. Saat ini adalah ujian bagi banyak orangtua yang biasa menumpahkan kepercayaan sepenuhnya dalam hal pendidikan anak kepada pihak sekolah atau lembaga pendidikan. Ketika kemudian keluar himbauan pemerintah untuk belajar dari rumah, banyak muncul keluh kesah dari para orangtua maupun anak-anak mereka yang belum siap dengan cara belajar online saat corona mewabah.

enghadapi zaman teknologi digital seperti sekarang ini, pola asuh kebanyakan orangtua sebetulnya telah digantikan oleh keberadaan gawai (gadget). Revolusi Industri 4.0 telah membombamdir kehidupan kita yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi (TIK). Oleh karena itu diperlukan adanya pelibatan keluarga pada penyelenggaraan pendidikan. Keluarga perlu melakukan transformasi agar tidak gagap dalam menghadapi pendidikan 4.0 di Indonesia. Kita tidak bisa menghindari adanya revolusi industri 4.0 yang membawa perubahan mendasar di hampir semua lini kehidupan kita termasuk pendidikan. Persiapan dari segenap aspek dan elemen baik itu infrastuktur maupun suprastruktur perlu dimatangkan termasuk dalam hal ini keberadaan keluarga dalam menyelenggarakan pendidikan di era kekinian.

Literasi digital yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi di tengah-tengah keluarga diharapkan tidak menyebabkan munculnya banyak penyimpangan perilaku pada anak seperti kecanduan game, penurunan motivasi belajar, terganggunya kemampuan sosial dan kepekaan emosi, berkurangnya empati dan munculnya sikap impulsif pada diri anak. Hal ini hanya bisa dicegah jika ada kontrol dari keluarga dalam menyelenggarakan pendidikan meskipun tengah diterapkan physical distancing.

Bagi orangtua yang suami-istri bekerja tentu tidak mudah melakukan pengawasan terhadap anak saat memakai gawai di zaman teknologi digital seperti sekarang. Anak-anak menjadi gampang sekali terpapar potensi negatif yang begitu mendominasi di jagat maya seperti fitur-fitur iklan palsu, konten kekerasan, pornografi, hoaks maupun informasi-informasi yang bersifat komersial lainnya. Anak-anak generasi net atau yang disebut juga generasi Z telah mengenal gawai bahkan sejak mereka berusia dibawah lima tahun.

Saat ini banyak orangtua yang dapat bekerja dari rumah dan memiliki kesempatan tidak hanya dalam mengawasi tetapi juga melindungi anak dari pengaruh negatif yang berkembang sebagai konsekuensi logis pesatnya kemajuan media sosial saat ini. Tidak bisa dibenarkan jika kemudian orangtua lepas tangan dan membiarkan anak-anak berinteraksi dengan gawai tanpa ada monitoring karena alasan pekerjaan di luar rumah. Tidak hanya itu, acapkali orangtua menjadikan gawai sebagai alat untuk mengalihkan perhatian anak agar tidak mengganggu kesibukan mereka.

Peran keluarga dalam dunia pendidikan anak perlu ditingkatkan agar tercipta ekosistem pendidikan yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi tumbuh kembang anak. Bahaya yang membayangi anak-anak Indonesia semakin mengkhawatirkan dan akan meledak dalam bom waktu apabila orang tua terlena dan lengah dengan euforia anak-anak yang telah kecanduan gawai saat berlangsungnya pembelajaran online. Keluarga perlu hadir dalam usaha mengedukasi anak-anak dalam menggunakan internet melalui literasi digital. Ini menjadi hal yang penting karena terdapat lebih kurang 70 juta keluarga di Indonesia serta 87 juta anak di Indonesia.

Media digital dapat dijadikan salah satu sarana dalam memberikan edukasi pada anak-anak dalam keluarga. Media dan pendidikan keluarga seharusnya dapat berjalan serempak menyatu atau saiyeg saeka praya dalam memberikan informasi yang berguna bagi tumbuh kembang anak. Selain itu media digital seharusnya justru menjadi penguat interaksi dan komunikasi dalam keluarga apabila media digital dan aktivitas tradisional dalam keluarga dapat mengalir seirama atau berdampingan.

Sebuah penelitian terbaru oleh London School of Economics and Political Science (LSE) menemukan bahwa aktivitas media digital dapat meningkatkan kehidupan keluarga. Will Garder, direktur UK Safer Internet Centre dalam rilis medianya juga mengatakan bahwa Safer Internet Day dapat memberikan kesempatan yang baik bagi orang tua untuk menjelajahi internet bersama anak-anak mereka. Disamping itu mereka bisa juga bermain video game, menonton film keluarga atau saling berhubungan melalui aplikasi pesan dan panggilan. Apabila fungsi dan peran keluarga di era gadget ini mampu duduk pada tempatnya maka visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yaitu terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dengan berlandaskan gotong-royong akan mudah tercapai.

Keluarga adalah fasilitator, motivator dan inspirator bagi anak dalam memanfaatkan teknologi digital agar tercipta kegiatan belajar di rumah yang menyenangkan, kreatif, aktif dan mendorong anak-anak berpikir kritis. Orang tua dapat berkolaborasi dengan anak dalam mencari bahan-bahan pelajaran atau bersama-sama membuat karya digital, blog dan film keluarga serta memperluas networking dengan berbagai elemen sehingga kegiatan belajar di rumah berjalan efektif. Keluarga jangan hanya fokus pada tumbuh kembang fisik anak karena anak juga membutuhkan perhatian pada psikisnya seperti membantu memetakan dan memberi ruang pada perkembangan bakat, minat dan kemampuan lain.

Pola asuh yang baik yang didukung lingkungan yang mendukung serta kehadiran pembelajaran online yang dihandle dengan tepat akan mencegah anak-anak terjebak pada tindak kejahatan, pergaulan bebas, terorisme, peredaran narkoba, perundungan, informasi tak ramah anak, kondisi BLAST (boring, lonely, angry and stressful, dan generasi cengeng yang rapuh menghadapi tantangan kehidupan yang semakin kompetitif.

Akhirnya, penulis sependapat dengan sebuah kutipan dari Confucius: ” If your plan is for one year plant rice. If your plan is for ten years plant trees. If your plan is for hundred years educate children”. Anak perlu dibina dan diedukasi karena mereka adalah generasi penerus dan investasi bagi bangsa. Anak harus dipersiapkan menjadi generasi yang berkualitas pada 2030 agar tergapai generasi emas 2045. Siapkah keluarga Indonesia?

———– *** ————

Tags: