Lokalisasi di Ponorogo Ditutup 9 Juni

Aktivitas lokalisasi Kedung Banteng di Ponorogo. Pemprov Jatim dan Pemkab Ponorogo akan menutup lokalisasi ini per 9 Juni nanti.

Aktivitas lokalisasi Kedung Banteng di Ponorogo. Pemprov Jatim dan Pemkab Ponorogo akan menutup lokalisasi ini per 9 Juni nanti.

DPD RI Minta Pasca Penutupan Juga Dapat Perhatian
Pemprov, Bhirawa
Jumlah lokalisasi di Jatim dipastikan pada 9 Juni nanti berkurang lagi. Ini lantaran Pemprov Jatim bersama Kementerian Sosial (Kemensos) dan Pemkab Ponorogo bakal menutup secara permanen lokalisasi di Desa Kedung Banteng Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo.
Adanya kepastian rencana penutupan itu setelah Pemprov Jatim menggelar rapat bersama Direktur Rehabilitasi Tuna Sosial Dirjen Pelayanan Rehabilitasi Sosial Kemensos di Jakarta pekan lalu. Dalam rapat tersebut disepakati penutupan akan dilakukan pada 9 Juni dan rencananya akan dihadiri Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.
“Awalnya total PSK (Pekerja Seks Komersil) yang ada di lokalisasi Kedung Banteng ada 201 orang. Namun dengan upaya kita untuk melakukan pendekatan agar para PSK taubat berhasil, sehingga jumlahnya terus berkurang kini tinggal 179 PSK dan 36 mucikari. Jadi nanti yang kita pulangkan ada 179 PSK dari berbagai daerah di Jatim dan luar Jatim,” kata Kepala Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setdaprov Jatim Drs H Hizbul Wathon MM dikonfirmasi, Minggu (31/5).
Menurut dia, PSK yang menjajakan diri di lokalisasi Kedung Banteng itu berasal dari 20 kabupaten/kota di Jatim. Di antaranya dari Ngawi, Ponorogo, Tulungagung, Magetan dan Kediri. Sedangkan dari provinsi lain seperti Wonogiri, Sragen, Blora, Pati bahkan dari Papua.
Untuk lebih memantapkan rencana penutupan itu, lanjut Hizbul, Pemprov Jatim kembali akan menggelar rapat bersama pada 4 Juni nanti. Rencananya, semua pemerintah daerah asal PSK akan diundang dalam rapat tersebut. Tak hanya itu, Pemprov juga akan mengundang LSM, tokoh agama dan tokoh masyarakat dan para pendamping PSK.
“Pada 4 Juni itu kami juga akan mengadakan tausyiah yang diikuti para PSK dan memberikan bingkisan sebagai simbol taubat berupa AlQuran, mukenah dan sajadah. Bingkisan itu permintaan dari para PSK dan kami berikan karena maksudnya baik,” kata Hizbul.
Sama seperti penutupan lokalisasi sebelumnya, setiap PSK juga mendapat bantuan dari Kemensos berupa uang sebesar Rp 5.050.000. Uang itu rinciannya, Rp 3 juta untuk membuat usaha ekonomi produktif dan jatah hidup sebesar Rp 600 ribu selama tiga bulan. Pemerintah juga memberikan uang transpor pulang bagi PSK sebesar Rp 250 ribu.
“Untuk para mucikari tidak mendapat bantuan. Yang dibantu Pemprov Jatim adalah masyarakat terdampak yang selama ini menggantungkan perekonomian dan hidupnya dari lokalisasi itu. Untuk jenisnya apa masih akan dilihat setelah penutupan lokalisasi dilakukan,” pungkasnya.
Sementara itu, upaya Pemprov Jatim untuk menutup lokalisasi di Jatim mendapat pujian dari salah seorang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ahmad Nawardi. Menurutnya langkah pemprov sangat bagus dengan menutup lokalisasi. Bahkan dalam hitungan hari, Jatim sudah bebas dari lokalisasi, saat lokalisasi Kedung Banteng Ponorogo ditutup.
Meski sudah tidak ada lokalisasi, bukan berarti permasalahan prostitusi sudah selesai. Pasca ditutupnya lokalisasi di provinsi ini, masih ada sejumlah pekerjàn rumah yang menumpuk. Yakni memberikan pekerjaan dan membangun imej baru bagi para mantan PSK dan mucikari.
Hal ini butuh penanganan lintas sektoral. Karena untuk urusan ekonomi dan ketenagakerjaan bukan lagi menjadi wewenang Dinas Sosial. “Masalah ini harus diselesaikan secara lintas sektoral sehingga bisa tuntas,” ujar Ahmad Nawardi usai meninjau eks lokalisasi Dupak Bangunsari Surabaya, Sabtu (30/5) lalu.
Dupak Bangunsari menjadi pilot project penutupan lokalisasi di Jatim  dan sudah sukses membawa warganya sebagai pengusaha. “Ini bagus karena warga terdampak, mantan mucikari dan PSK kini menjadi pengusaha karena telah dibekali keterampilan,” sebutnya.
Sementara itu, Humas Ikatan Dai Lokalisasi (Ideal) Gatot Subiantoro berharap pemerintah memperketat regulasi yang melarang aktivitas prostitusi. “Selama ini hukuman untuk mucikari hanya ringan sehingga memungkinkan muncul mucikari baru meskipun lokalisasi sudah ditutup,” ungkapnya.
Dia mengaku bangga, masalah di wilayah Dupak Bangunsari ini bisa selesai dan saat ini memiliki 100 lebih warga binaan. Mereka mampu memproduksi keset, sambal kemasan, peralatan dari bahan eceng gondok, roti dan produk lainnya.
“Saat ini mantan PSK dan warga terdampak sudah memiliki usaha, bahkan saat ini sedang melakukan pameran di Grand City. Dulu sulit pemasaran, pejabat harus ditodong untuk membeli, sekarang mereka sudah pintar memasarkan sendiri,” katanya. [iib]

Rate this article!
Tags: