LPA Kota Batu Pastikan Tak Terpengaruh Upaya Penggembosan Kuasa Hukum Terdakwa JEP

Foto1: Tim Hotma Sitompul saat keluar dari ruang sidang di PN Malang.

Kota Batu,Bhirawa
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Batu, Fuad Dwiyono membantah tuduhan Tim Hotma bahwa aktivis dan lembaga perlindungan anak tidak memiliki konsistensi dalam membela korban kekerasan seksual anak.

Tuduhan tersebut diberikan Tim Hotma menyusul ketidakhadiran para aktivis perlindungan anak di Pengadilan Negeri (PN) Malang saat sidang pledoi perkara kekerasan seksual di SMA SPI.

Fuad menyatakan bahwa ketidakhadiran para aktivis di PN dalam sidang pledoi tidak bisa dijadikan indikasi bahwa aktivis perlindungan anak dan perempuan tidak memiliki konsistensi seperti yang dituduhkan.

“Sampai saat ini kami tetap konsisten untuk mengawal kasus ini sampai tuntas, sampai ada putusan dari pengadilan,” ujar Fuad saat dikonfirnasi, Kamis (4/8).

Diketahui, Pasca menjalani sidang pledoi atau pembacaan pembelaan, tim Hotma Sitompul selaku tim kuasa terdakwaJulianto Eka Putra (JEP) mempertanyakan konsistensi para aktivis dan organisasi perlindungan anak dan perempuan yang selama ini mengawal perkara kekerasan seksual di SMA SPI. Bahkan mereka menuduh aktivis memiliki dobel standar dalam mendukung dan membela para korban pelecehan dan kekerasan seksual.

Tim Hotma juga mempertanyakan ketidakhadiran Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait di PN Malang saat sidang pledoi. Salah satu Tim Hotma, Jeffry Simatupang mengklaim bahwa Arist memiliki dobel standar dalam membela korban.

“Di sini (di kasus kekerasan seksual SMA SPI), Arist selalu mengatakan tuntut berat terdakwa (Julianto Eka Putra). Tetapi dalam kasus Jakarta International School (JIS), kenapa Arist meminta terdakwa dibebaskan. Ada apa dengan Arist?,” tanya Jeffry saat itu.

Ia menyebut bahwa para aktivis perlindungan anak ini hanya beraksi dengan motif uang. Ketika tidak tidak mendapatkan uang maka pembelaannya kepada korban akan kendor.

Menyikapi hal ini, Fuad Dwiyono menyatakan bahwa ketidakhadiran para aktivis pada sidang pledoi justru semakin menunjukkan bahwa aksi mereka adalah perjuangan. Artinya, aksi damai yang mereka lakukan murni sebuah perjuangan dari hati nurani.

“Aksi damai kami di Pengadilan Negeri murni perjuangan, siapa yang hatinya terketuk ayo ikut aksi. Dan tidak ada pihak yang membiayai aksi kami,” jelas Fuad.

Karenanya, lanjutnya, jangan heran jika jumlah masa dalam beberapa aksi di PN selalu fluktuatif. Terkadang banyak, terkandang pula jumlahnya sedikit. Termasuk ketidakhadiran Komnas PA, Arist Merdeka Sirait di PN saat sidang pledoi.

“Apa yang dikatakan tim kuasa hukum JE terkait adanya dobel standar itu terlihat hanya sebuah upaya penggembosan kepada para aktivis. Dan itu tak memberikan pengaruh pada kami,” tegas Fuad.(nas.gat)

Tags: