Luncurkan Produk Inovasi, Hingga Bantu Pengembangan Klaster Agribisnis

Pengembangan klaser agribisnis seperti yang dilakukan PT Petrokimia Gresik sangat membantu para petani. Sebab pengembangan pertanian di Indonesia selama ini masih bersifat tradisional.

Pengembangan klaser agribisnis seperti yang dilakukan PT Petrokimia Gresik sangat membantu para petani. Sebab pengembangan pertanian di Indonesia selama ini masih bersifat tradisional.

Surabaya, Bhirawa
Bergerak dalam bisnis modern, melakukan inovasi dari segala lini untuk tetap mampu menjaga ritme dalam persaingan bisnis adalah sebuah keharusan. Gencar melakukan inovasi berarti kesempatan bagi perusahaan untuk bertahan dan berkembang akan semakin terbuka. Bagaimana dengan perusahaan pupuk terlengkap di Indonesia PT Petrokimia Gresik ?.
Sadar akan pentingnya berinovasi ini, PT Petrokimia Gresik (PKG) tak henti-hentinya untuk terus membuat gebrakan dengan memunculkan produk baru. Seperti tahun ini, PKG meluncurkan tiga produk inovasi baru sebagai upaya mendukung ketahanan pangan nasional dan memenuhi kebutuhan pasar yang semakin berkembang.
Direktur Utama PT PKG, Hidayat Nyakman menuturkan, peluncuran berbagai produk inovasi tersebut merupakan bentuk diversifikasi bidang usaha yang sudah lama dikembangkan PKG. “Pengembangan produk inovasi ini bertujuan agar usaha PKG bisa mencakup seluruh sub sistem sektor pertanian,” ujarnya, dalam acara Petro Agrifood Expo (PAE) ke-12, di Gresik beberapa waktu lalu.
Adapun tiga produk inovasi baru yang diluncurkan yakni Petro Biofeed, Petro Chick dan benih jagung hibrida Petro Hi-Corn. Petro Biofeed dan Petro Chick merupakan probiotik untuk sapi dan unggas yang mengandung penghasil zat anti-mikroba pathogen, penyeimbang mikroflora rumen, dan meningkatkan napsu makan serta kemampuan mencerna protein sehingga dapat mengurangi bau pada kotoran.
Sedangkan Petro Hi-Corn (varietas Bima 14 Batara) merupakan benih unggul yang lebih tahan terhadap penyakit dan memiliki potensi produksi pipilan kering 12,9 ton/ha. Potensi ini jauh di atas rata-rata nasional yang hanya berkisar 5 ton/ha.
General Manager Riset PKG, Joko Utomo menambahkan, tahun lalu PKG juga telah meluncurkan empat produk inovasi yaitu Petro Chili (benih cabai merah unggul), Fitrice (beras dengan indeks glikemik rendah), Petro Kalsipalm (pupuk mikro majemuk untuk sawit), dan NPK Kebomas nitrat tanpa klor untuk tembakau.
Meski mengeluarkan banyak produk inovatif, lanjutnya, PKG tetap tidak akan meninggalkan produksi pupuk sebagai core bisnisnya selama ini. Peluncuran produk-produk inovasi tersebut tidak hanya untuk mendukung kinerja perusahaan tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang.
“Peluncuran tiga produk baru tersebut semakin melengkapi daftar panjang produk inovasi PKG. Saya kira pasar saat ini memang sedang membutuhkan produk-produk yang inovatif untuk menunjang usaha pertaniannya,” ungkapnya.
Tak cukup hanya berinovasi dalam produksi saja, PKG juga ikut andil dalam mendukung peningkatan agribisnis dengan cara mengembangkan konsep klaster sentra produksi. Sebab selama ini pengembangan agribisnis di Indonesia masih digerakkan faktor produksi yaitu sumber daya alam dan tenaga kerja. Pola pertanian juga bersifat sederhana yang lebih mengandalkan pada pengalaman dan ilmu pertanian yang turun-menurun.
Manager Hubungan Masyarakat PT PKG, Dupi Madya Ardiono mengatakan, pengelolaan pertanian secara tradisional akan selalu terbentur dengan keterbatasan alam. Seperti kendala musim kemarau, kendala banjir maupun serangan hama-penyakit yang rutin tiap tahunnya. Pada sisi teknologi produksi, peningkatan nilai produksi masih bersumber dari peningkatan jumlah konsumsi, sumber daya alam dan tenaga kerja.
“Pada aspek produksi akhir, umumnya masih menghasilkan produk yang didominasi oleh komoditas primer yang tidak ada nilai tambahnya. Sistem tata niaga pemasaran produk-produk pertanian juga seringkali tidak menguntungkan petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian,” jelasnya.
Menurut dia, jika kondisi ini tak segera ditangani, dipastikan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dalam menghadapi kompetisi global yang semakin ketat. Selain itu, manfaat ekonomi yang dapat dihasilkan dan dinikmati relatif kecil dibandingkan manfaat yang dapat diciptakan.
“Peningkatan daya saing UKM yang berbasiskan agribisnis di Indonesia dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep klaster sentra produksi. Sistem ini dilakukan sebagai upaya meningkatkan daya saing, karena secara individual pelaku agribisnis seringkali tidak sanggup menangkap peluang pasar yang membutuhkan jumlah volume produksi yang besar, standar yang homogen dan suplay yang teratur,” katanya.
Dijelaskan, petani seringkali mengalami kesulitan mencapai skala ekonomis dalam pembelian input seperti peralatan dan bahan baku dan akses jasa-jasa keuangan dan konsultasi. Ukuran kecil juga menjadi suatu hambatan yang signifikan untuk internalisasi beberapa fungsi pendukung penting seperti pelatihan, penelitian pasar, logistik, dan inovasi teknologi.
“Sistem kluster yang dilakukan PKG adalah bisnis yang diharapakan mampu menjadi alat yang baik untuk mengatasi hambatan karena kecilnya skala usaha tani individu, serta daya saing dalam suatu lingkungan pasar yang semakin kompetitif,” ungkapnya.
Kegiatan agribisnis berbasis padi yang dikawal PKG, lanjutnya, melibatkan banyak pelaku pada setiap sub sistemnya. Pada aspek hulu, penangkar benih, produsen dan penyalur pupuk, merupakan penyedia sarana produksi utama untuk keberlangsungan usaha tani. Petani, kelompok tani, dan atau gabungan kelompok tani menjadi pelaku utama dalam subsistem usaha tani (on-farm).
Adapun pada sub sistem hilir, penggilingan padi (rice milling unit) memberi nilai tambah tersendiri pada komoditas utama usaha tani padi, dari gabah menjadi beras. Aspek usaha perdagangan beras juga masuk dalam kategori sub sistem upaya peningkatan aktivitas agribisnis, dari sekedar melakukan usaha tani kemudian diperluas dengan upaya menguasai sektor hulu.
Tujuannya tidak lain agar para petani dan kegiatan usaha pertanian kecil di Indonesia dapat keluar dari ketergantungan akan ketersediaan benih, pupuk, ataupun alat-alat produksi lainnya yang disediakan oleh pihak lain. Paling tidak upaya menyediakan komponen-komponen sub sistem hulu dapat dilakukan diantara sesama petani sendiri dalam jangkauan geografis.
“Sistem klaster agribisnis berbasis padi telah dilakukan di Kabupaten Bojonegoro. Upaya ini diharapkan dapat menjadi alat yang baik untuk mengatasi hambatan karena kecilnya skala usahatani individu, serta daya saing dalam suatu lingkungan pasar yang semakin kompetitif,” pungkasnya. [iib]

Tags: