Maarif Institut Ajak Generasi Muda Jadi Agen untuk Sebarkan Kesadaran Bertoleransi

Direktur Riset Maarif Institut Ahmad Imam Mujadid Rais (kanan) dan Public Policy and Government Relations Google Indonesia Ryan Rahardjo (kiri) usai menjadi pembicara acara bertajuk ‘1NDONESIA’ di Co-Working Space Koridor Gedung Siola lantai 3 Surabaya, Jumat (22/9).[titis tri w/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Maraknya isu sosial seperti hate speech, hoax dan ekstrimisme yang dikonsumsi generasi muda Indonesia di era digital membuat banyak pihak berempati. Dengan tujuan menyebarkan kesadaran bertoleransi juga empati melalui konten positif, Maarif  Institute bersama dengan Cameo Project dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia memberikan seminar dan lokakarya berupa produksi konten video kreatif bernarasi positif yang memuat nilai kebhinekaan dan toleransi di Surabaya.
Acara bertajuk ‘1NDONESIA’ Aksi Pelajar untuk Kebhinekaan Indonesia berlangsung di Co-Working Space Koridor Gedung Siola lantai 3 Surabaya, Jumat (22/9).
Pada acara yang digelar dua hari tersebut, Maarif Institut menghadirkan duta YouTube Creators for Change Cameo Project  dan youtuber Gamelawan asal Lamongan yang memberikan pelatihan terkait konten video positif.   “Target kegiatan ini pelajar SMA SMK sederajat dan mahasiswa. Tujuan kami mendorong sikap kritis anak muda terhadap banjir informasi meliputi hoax dan konten-konten radikal dengan cara untuk mendorong membuat konten alternatif terkait kebhinekaan dan toleransi,” ujar Direktur Riset Maarif Institut Ahmad Imam Mujadid Rais.
Ahmad Imam menjelaskan telah menggelar acara serupa sejak April lalu di kota-kota besar di Indonesia seperti Jogjakarta, Jakarta, Bandung, Ambon, Denpasar, Medan, Manado, Pontianak. Acara selanjutnya digelar di Semarang, sehingga total ada 10 kota tempat acara serupa digelar.
Khoirul Anam dari Wahid Foundation menjelaskan melalui workshop ini generasi muda diajak untuk berpikir kritis untuk menemukan kebenaran. “Mendorong anak-anak muda untuk memproduksi hal-hal yang positif dan menurut kami itu bagian dari upaya merawat demokrasi,” tambahnya.
Dia menjelaskan dari penelitian yang pihaknya lakukan, banyak anak muda yang menyandarkan ilmu beragamanya dari media, dan menurut dia itu mengkhawatirkan. “Karena data di laman tersebut belum tentu valid datanya. Celakanya lagi, daya baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara untuk urusan membaca,” kata dia.  Selain itu, dia melihat saat ini mulai ada kecenderungan anak muda untuk tidak terbuka melihat perbedaan. Perbedaan dilihat hal yang harus disingkirkan.
Public Policy and Government Relations Google Indonesia Ryan Rahardjo menambahkan para para peserta workshop akan berlomba untuk memproduksi sebuah video bertemakan kebhinekaan dan dikompetisikan.
Ryan menjelaskan setengah dari penonton video yang merupakan generasi milenial menilai kreator lokal telah mengubah hidup mereka dan beberapa di antaranya memiliki pengaruh yang besar mulai dari  memberikan pengetahuan dan pemahaman baru, bahkan mengubah cara pandang anak muda dalam melihat dunia.
“Ini yang jadi alasan kami ingin memberdayakan generasi muda melalui konten positif yang berujung kepada dampak sosial yang luar biasa hebatnya. Google memilih Cameo Project sebagai duta program untuk mengajarkan kepada anak muda di Indonesia pentingnya keberagaman dan toleransi,” katanya. [tis]

Tags: