Madura Pemasok Terbesar TKI Ilegal

DPRD Jatim, bhirawa
Menjadi wilayah dengan TKI ilegal terbesar asal Jawa Timur membuat anggota DPRD Jatim asal Madura trenyuh. Ditegaskan jika masalah tersebut sudah bertahun-tahun terjadi dan pemerintah tidak bisa menghentikannya selama di negara sendiri tidak menyediakan lowongan kerja.
Anggota Komisi E DPRD Jatim, Badrut Tamam menegaskan selama ini banyaknya TKI ilegal yang ada di Malasyia dan Arab Saudi tak lepas peran dari para tekong yang memiliki akses di kedua negara tersebut. Hal ini sulit dihentikan jika tidak ada kebijakan pemerintah pusat atau provinsi menyediakan lowongan kerja.
“Sepenuhnya jangan disalahkan mereka karena pemerintah sendiri tidak menyediakan lowong pekerjaan. Karena itu selama pemerintah tak menyediakan, maka mereka tetap jadi TKI. Apalagi masyarakat memandang para TKI yang berhasil membangun rumah dan memiliki semua tentu menjadi iri masyarakat yang lain,”tegas politisi PKB, Rabu (15/2).
Seperti diketahui, empat kabupaten di Pulau Madura tercatat sebagai pemasok terbanyak tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim menyebutkan lima besar TKI ilegal berasal dari Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep (Madura), dan Jember.
Lebih rinci, jumlah TKI yang dideportasi dari kelima wilayah itu selama 2016 tercatat sebagai berikut. Sampang 1.238 orang, Pamekasan 747 orang, Sumenep 649 orang, Bangkalan 484 orang, sedangkan Jember sebanyak 408 orang. Jika ditotal dari 20 wilayah, tercatat tahun 2015 ada 6.121 TKI ilegal yang dideportasi, tahun 2016 terjadi penurunan menjadi 5.117 orang.
“Kasus TKI ilegal yang terbanya ini 90% dari Malaysia. Sisanya 10% dari negara tujuan lain,” kata Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdaprov Jatim Zainal Muhtadin, kemarin.
Kasus TKI ilegal dari Madura ini terjadi karena sudah banyak saudara atau rekannya yang tinggal di Malaysia. Sehingga berani nekat lewat jalur tidak resmi karena merasa sudah pasti ada yang menampung.
Hal-hal yang sering jadi masalah para calon TKI diantaranya sering muncul adalah pemalsuan surat izin suami/istri/orang tua/wali, pemalsuan ijazah/KTP/pemalsuan usia yang dilakukan pihak ketiga/calo, selain itu juga belum kompeten karena tidak memiliki keahlian atau belum menguasai bahasa asing.
“Selain itu juga masa tunggu masa pemberangkatan yang lama mencapai enam bulan. Padahal biasanya calon TKI ini sudah harus mencicil biaya pemberangkat ke agen. Jika terlalu lama, calon TKI belum mendapat penghasilan tapi sudah mulai harus mencicil biaya. Kami merekomendasikan setidaknya masa tunggu tidak melewati tiga bulan,” Zainal Muhtadin.
Lebih lanjut, Kadisnaker Jatim Sukardo menambahkan, jumlah TKI Jatim yang ada di luar negeri tahun 2015 tercatat 278.437, sedangkan tahun 2016 tercatat 216.435. Ini berarti ada penurunan sebanyak 62.002 TKI. “Sedangkan remitensi tahun 2015 sebanyak Rp1,4 triliun, dan tahun 2016 naik menjadi 1,8 triliun,” kata dia.
Penurunan jumlah TKI asal Jatim di luar negeri ini disebabkan tiga faktor. Diantaranya adalah pulang resmi karena masa kontrak sudah habis, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan TKI formal yang lebih diutamakan dari padak TKI informal, serta moratorium penempatan TKI di wilayah Timur Tengah.
“Selain itu pengurangan jumlah TKI adalah dampak peningkatan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur. Untuk UMK saja kita sudah sekitar Rp3,2 juta. Sedangkan kalau ada UMSK bisa sampai Rp3,4 jutaan,” ungkap Sukardo.
Lebih lanjut dipaparkan, untuk daerah TKI Jatim terbanyak berasal dari Kabupaten Ponorogo 4.986 orang, Blitar 3.711 orang, Tulungangung 3.518 orang, Banyuwangi 3.171 orang, dan Malang 2.734 orang.
Terbanyak para TKI ditempatkan di Taiwan 18.128 orang, Hongkong 6.080 orang, Malaysia 4.714 orang, Singapura 2.288 orang, serta Brunei Darussalam 1.241 orang.
Sementara itu, berdasarkan Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukkan bahwa hingga tahun 2015, terdata penempatan tenaga kerja Indonesia mencapai 275.736 (baik sektor formal maupun informal) dan mengalami penurunan di tahun 2016 menjadi sejumlah 234.451.
Sejumlah besar buruh migran ini masih mengalami berbagai persoalan kompleks berkaitan pra-penempatan, penempatan dan purna-penempatan. Hasil kajian BNP2TKI permasalahan yang menempati urutan atas melingkupi sakit, gaji yang tidak dibayar, ingin dipulangkan, putus hubungan komunikasi, pekerjaan tidak sesuai, pemutusan hubungan kerja sebelum perjanjian berakhir, dan TKI gagal berangkat. [Cty]

Rate this article!
Tags: