Mahasiswa FPIK UB Ubah Bakteri Jadi Lampu Hemat Energi

Dari kiri Elok Fitriani Tauziat, Nurhasna Fauziyyah, dan M  Alfian Arifin tiga mahasiswa FPIK Unibraw Malang yang mampu menciptakan energi listrik alternatif yang murah meriah dan aman. (Supriyanto/bhirawa)

Dari kiri Elok Fitriani Tauziat, Nurhasna Fauziyyah, dan M Alfian Arifin tiga mahasiswa FPIK Unibraw Malang yang mampu menciptakan energi listrik alternatif yang murah meriah dan aman. (Supriyanto/bhirawa)

Kab.Malang, Bhirawa
Di saat pemerintah dipusingkan dengan minimnya pasokan listrik untuk memenuhi kebutuhan nasional, tiga mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya (FPIK Unibraw) Malang mampu menciptakan energi listrik alternatif yang murah meriah dan aman.
Ketiga mahasiswa tersebut yaitu Elok Fitriani Tauziat, Nurhasna Fauziyyah, dan M  Alfian Arifin. Mereka memanfaatkan bakteri bioluminescene menjadi lampu hemat energi yang diberi nama Lampu Biolie.
Satu lampu Biolie mampu menghasilkan 10.68 watt yang mampu menerangi ruangan hingga 68 meter. Daya terang lampu bahkan bisa ditambah dengan memperbanyak bakteri didalamnya. Berkat kreativitas mereka, Rektor Unibraw Malang memberikan penghargaan setara emas dalam kompetisi PKM Maba UB 2015, pada tanggal 25 April lalu.
Koordinator tim Elok mengatakan  lampu hemat energi dibuat untuk mengatasi krisis energi listrik akhir-akhir ini, seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.
“Meningkatnya kebutuhan energi listrik belum mampu dipenuhi oleh pemerintah dalam hal ini PLN. Oleh karena itu, kita berinisiatif untuk menciptakan lampu hemat energi berbasis bakteri Bioluminescence, sebagai energi listrik alternatif,” kata Elok, kemarin.
Bakteri Bioluminescence merupakan bakteri yang menempel didalam tubuh cumi-cumi. Bakteri ini mampu mengeluarkan cahaya biru didalam tubuhnya. “Dalam proses pembuatannya, bakteri dari tubuh cumi-cumi tersebut diisolasi lalu mengkulturnya. Kemudian setelah itu, kita masukkan kosentrasinya. Untuk satu alat biolie  memiliki konsentrasi 4,6×109 CFU/ml,” terang Elok.
Alfian mengatakan untuk menjadi sebuah lampu, bakteri dimasukkan kedalam sebuah alat bernama biolie. Alat biolie ini antara lain terdiri dari lensa mika, serbuk kayu yang dipadatkan, aerator yang tidak memakai listrik dan air laut.
“Agar lampu ini bisa terus bercahaya, bakteri diberi nutrisi berupa bahan organik dari sayuran yang difermentasi. Sayuran dicacah halus kemudian diberi kecap, gula, dan EM4 lalu dikeringkan,” papar Elok.
Lampu biolie tersebut mempunyai beberapa keuntungan, yaitu ramah lingkungan karena cahaya yang dihasilkan tidak menimbulkan panas, pengaplikasiannya lebih mudah karena bisa disandarkan didinding atau ditaruh dimeja, dan ekonomis karena bisa digunakan seumur hidup.
“Karena berbasis bakteri Bioluminescence, maka bakteri yang akan mati menimbulkan indukan baru,” tandas Elok.  [sup]

Tags: