Mahasiswa ITS Ciptakan Alat Pemurni Garam Krosok Jadi Garam Industri

Alat pemurnian garam dipamerkan oleh mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Selasa (8/8) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi ]

Surabaya, Bhirawa
Karya inovatif kembali dihasilkan oleh mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Kali ini lima mahasiswa ITS menciptakan mesin yang bisa digunakan oleh petani garam. Alat itu dapat memurnikan garam krosok menjadi garam industri.
Garam industri adalah garam yang digunakan untuk tekstil, farmasi, kertas, dan kaca. Alat yang diciptakan Nur Imam Ahmadi dan temannya tersebut mampu memurnikan garam secara otomatis.
Nur Imam menegaskan bahwa tingkat kemurnian garam lokal masih rendah. Sehingga belum mampu dijadikan sebagai garam industri. Mahasiswa semester VII itu menjelaskan, garam di Indonesia memiliki tingkat kemurnian 90 persen. Padahal, garam industri harus memiliki tingkat kemurnian minimal 97 persen.
“Garam krosok masih mengandung banyak zat pengotor. Nah, alat ini menghasilkan garam dengan persentase zat pengotor hanya 0,06 persen,” terangnya. Hingga saat ini, kata Nur, Indonesia masih mengimpor garam industri. Fakta tersebut didapat Nur dari hasil diskusi dengan PT Garam pada bulan Juni lalu. Negara yang menyuplai adalah Australia dan India.
Untuk menciptakan alat tersebut, Nur tidaklah mengerjakan sendiri. Melainkan dibantu Syamsul Rizal, Annisa Widowati, Alam Firmansyah, dan Rachmat Sandryan. Mereka berlima berasal dari jurusan yang berbeda. Nur, Syamsul, Annisa, dan Alam adalah mahasiswa teknik kimia, sedangkan Rachmat berasal dari jurusan teknik instrumentasi.
Mereka mengembangkan alat tersebut sejak September 2016. Pembuatan alat berlangsung selama tiga bulan. Selama itu Alam menemui banyak kendala. “Motor untuk mesin tidak pas sehingga kami harus mencari solusinya. Terus, jadwal kami juga tabrakan satu sama lain,” jelas Alam.
Pemurnian garam berlangsung selama dua sampai tiga jam dengan kapasitas mesin 3 kilogram. Untuk prosesnya, awalnya garam, dijelaskan Syamsul, dimasukkan tabung, kemudian dicampur air. Lalu, larutan garam itu diberi tiga zat kimia, yaitu NaOH, Na2CO3, dan PAC. Tiga zat kimia tersebut akan mengikat zat pengotor. “Nah, zat itu akan mengendap di bawah, sedangkan di atasnya terdapat larutan garam bersih,” paparnya.
Menurut Syamsul, larutan garam bersih tersebut diproses kembali dan disaring di tabung lain. Setelah itu, dipanaskan hingga menjadi kristal-kristal garam. Bentuk akhirnya serupa dengan garam dapur. “Tapi, kandungan NaCl-nya lebih tinggi,” jelas Syamsul.  Nur dan timnya memiliki harapan yang sama yakni alat ciptaan mereka bisa bermanfaat bagi petani garam di Indonesia. Nur bersama anggota timnya yang terdiri dari Syamsul Rizal, Annisa Widowati, Alam Firmansyah Putra Perdana, dan Rachmat Sandryan telah mengembangkan alat pemurni garam ini sejak September tahun lalu. “Kami mengembangkannya selama tiga bulan,” imbuhnya. Tim ini berasal dari dua departemen yang berbeda, yakni D3 Teknik Instrumentasi dan Teknik Kimia.
Dengan segala upaya yang dilakukan, tambah Nur, akhirnya mesin skala lab yang menghabiskan dana pembuatan hingga Rp 10 juta itu pun berhasil dikembangkan dengan baik. Setelah dilakukan pengembangan, mesin pemurni garam ini mampu melakukan proses pemurnian selama 3 – 4 jam dengan kapasitas mesin sementara ini mencapai tiga kilogram garam krosok. “Bila ini terus dikembangkan, maka hasil inovasi ini bisa bermanfaat bagi petani dan pemerintah tentunya,” ungkapnya. [geh]

Tags: