Mahasiswa Kecam Tindak Kekerasan Seksual terhadap Anak

Aksi Solidaritas mahasiswa Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya menolak kekerasan seksual terhadap perempuan, Kamis (12/5). [adit hananta utama]

Aksi Solidaritas mahasiswa Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya menolak kekerasan seksual terhadap perempuan, Kamis (12/5). [adit hananta utama]

Surabaya, Bhirawa
Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di bawah umur memantik keprihatinan sejumlah mahasiswa dari Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya. Rasa prihatin itu mereka ekspresikan dengan menggalang aksi simpatik dan penggalangan tanda tangan mendukung perlindungan bagi perempuan dan anak, Kamis (12/5).
Massa mahasiswa yang tergabung dalam solidaritas perempuan progresif (SPP), mengecam tindak kekerasan seksual terhadap perempuan yang akhir-akhir ini marak terjadi. Dalam aksinya, ribuan tanda stop kekerasan seksual terhadap perempuan berhasil dikumpulkan dari mahasiswa dia atas spanduk panjang.
Koordinator aksi Aidil Fitria mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia masuk tahap mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, berdasarkan data Komnas Perempuan pada tahun ini tercatat ada 321.752 kasus kekerasan. “Angka ini tidak menggambarkan kasus sebenarnya yang mungkin lebih banyak lagi yang tidak terlaporkan,” kata dia di sela-sela aksi.
Aidil menjelaskan, karena alasan norma banyak perempuan korban kekerasan memilih diam. “Jadi angkanya bisa lebih besar,” ungkap mahasiswa Jurusan Administrasi Negara Untag ini.
Untuk itu dia mendesak negara hadir secara maksimal dalam pencegahan, penanganan, serta tindakan strategis demi menjamin rasa aman kepada perempuan.
Sementara itu, terkait kasus pencabulan terhadap siswi kelas VII SMP di Surabaya, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Ikhsan mengatakan pihaknya tetap akan mengawal Ujian Sekolah (US) siswa yang saat ini ditetapkan menjadi pelaku. “Pelaku sudah punya Nomor  Induk Siswa Nasional (NISN) sehingga dia berhak untuk mengikuti US SD,” tegas  Ikhsan.
Terkait dengan  tempat ujian, pihaknya masih akan berkoordinasi. Karena itu, seluruh instansi di bawah naungan pemkot baik dari Dispendik, Bapemas, LSM pendampingan anak dan lainnya akan melakukan pendekatan kepada pihak keluarga, pelaku dan korban. Pelaku dan korban juga tetap mendapatkan kesempatan belajar hingga 12 tahun. “Untuk mendidik anak menjadi lebih baik harus tetap sekolah. Entah nanti bagaimana programnya akan dibicarakan lagi,” jelas dia.
Lebih lanjut Ikhsan menuturkan, kasus yang menimpa pelaku dan korban ini merupakan salah satu dari pengaruh lingkungan sosial. Dari segi antisipasi,  pemkot diakuinya telah melakukan dengan maksimal. “Bu Risma sudah menutup Dolly. Prostitusi itu sangat berdampak buruk terhadap perkembangan anak dan lingkungan,” kata Ikhsan.
Upaya lainnya untuk pencegahan terhadap kasus serupa, Dindik menggelar program kampung pendidikan. “Kampung pendidikan juga upaya Surabaya supaya lingkungan bisa memantau perkembangan anak. Mendidik anak -anak supaya lebih bermoral dan beradap,” tegas dia.
Di sisi lain, pakar psikologi pendidikan dan perkembangan Fakultas Psikologi Unair Trimatia Yogi Wulandari mengatakan, kasus pencabulan anak sebenarnya sangat terkait dengan peran keluarga. Sebab, pada rentang usia remaja yakni dari 9 hingga 15 tahun, anak baik lelaki maupun pria mengalami masa puber pertama. Anak sudah memiliki ketertarikan dengan lawan jenis dan memiliki minat seksual yang tinggi. Maka dari itu, orangtua wajib memantau perkembangan anak mulai dari SD hingga SMP. Apalagi, pada masa ini pula anak-anak mengalami keadaan konformitas.
Konformitas merupakan kecenderungan seseorang untuk sama dengan orang di sekitarnya dan menjauhi keluarga. Dalam kasus ini, anak melakukan pencabulan secara bersama-sama karena melihat salah satu pelaku melakukan hal itu kepada korban.  “Empati anak-anak sekarang itu sudah terkikis. Mereka tidak bisa lagi merasakan perasaan yang dialami orang lain. Karena itu seharusnya keluarga harus menggali empati anak dan menjadi benteng moral mereka,” jelas dia.
Sehingga, ketika ada orangtua yang bermasalah seperti broken home maupun terlalu sibuk bekerja, empati anak-anak tidak terlatih. Pengaruh media juga cukup besar terhadap perkembangan anak. “Situs porno memang banyak yang diblokir. Tapi, tak dipungkiri banyak iklan yang jika diklik nanti arahnya ke situs porno. Anak-anak sekarang apalagi pada pegang gadget. Ini yang harus diperhatikan banyak pihak,” pungkas  dia. [tam]

Tags: