Mahasiswa UB Raih Empat Terbaik WMM

Kota Malang, Bhirawa
Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Brawijaya (UB) Malang, Satriyo Pandunusawan, berhasil meraih `posisi empat terbaik di ajang Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2018 yang diselenggarakan Bank Mandiri untuk seluruh generasi muda se-Indonesia.
Dengan mengusung “Osmotech”, yakni mesin pemberi rasa pada telur temuannya, Satriyo Pandunusawan berhasil menjadi satu satunya wakil Jawa Timur yang lolos hingga ke tingkat nasional sebagai finalis di kategori Wirausaha Teknologi Non-Digital yang diselenggarakan Bank Mandiri di Malang, akhir pekan lalu.
“Ide pembuatan mesin pengasinan telur puyuh ini terinspirasi di kampung halaman saya di Ponorogo banyak peternak unggas, baik ayam maupun bebek serta produsen telur asin. Namun, saya lihat proses pembuatan telur kok begitu lama, hingga 14 hari,” kata Satriyo Pandunusawan di Malang, Jawa Timur, Selasa. Selain itu, lanjutnya, prosesnya juga masih manual, yakni telur yang sudah bersih dibungkus serbuk batu bata bercampur air garam. Lalu, telur didiamkan di tempat gelap selama 14 hari baru bisa dikonsumsi.
Menurut Satriyo, proses manual tersebut tidak efisien dan terlalu lama. Oleh karena itu, Satriyo berupaya mencari ide dan inovasi bagaimana agar proses pembuatan telur asin bisa cepat. Akhirnya, Satriyo menemukan alat yang diberi nama Osmotech. Selain melihat kondisi pembuatan telur asin yang membutuhkan waktu cukup lama, Satriyo juga sering mendapat keluhan dari peternak unggas. Sebab, banyak telurnya yang tak laku dan hampir busuk, sehingga dibuang begitu saja dan peternak mengalami kerugian cukup besar.
Padahal, katanya, telur yang hampir busuk itu masih layak dikonsumsi asal dijadikan telur asin. Osmotech ini menjadi salah satu solusi untuk mengolah telur yang hampir membusuk menjadi tetap bernilai dan layak dikonsumsi.
Ia menerangkan ada dua jenis Osmotech, yakni besar dan kecil. Alat yang besar bisa menampung sekitar 500 butir telur. Sedangkan yang kecil cukup untuk 150 butir telur. Layaknya presto, alat ini juga ada pengaman di atas pancinya untuk menekan udara dari dalam dan mencegah udara dari luar agar tidak masuk.
Akan tetapi, kata Satriyo, jika alat ini dibuka tutupnya, ada rak stainless susun yang berfungsi memisahkan telur saat diasinkan. Alat ini juga memiliki daya listrik sebesar 20 volt. yang dilengkapi dengan manometer atau alat ukur untuk menunjukkan titik suhu saat telur diasinkan.
Menyinggung teknis mengoperasikannya, Satriyo menjelaskan proses pembuatan telur asin diawali dengan mencuci telur dan direndam beberapa detik dengan cairan asam asetat. Cairan ini berfungsi untuk menipiskan cangkang telur agar garam mudah masuk ke dalam telur.
Selanjutnya, telur dimasukkan Osmotech diberi air 4 liter dan ditambah satu kilogram garam. Kemudian alat dinyalakan selama 20 – 30 detik atau sampai manometer menunjukkan angka satu bar (satuan udara) dari kompresor. “Kalau sudah, baru dimatikan,” ucapnya.
Setelah itu, telur bebek didinginkan selama 12 jam. Kalau ingin mengasinkan telur ayam, cukup didiamkan selama 9 jam atau kalau mau mengasinkan telur puyuh, lebih singkat. Hanya butuh waktu dua jam, telur asin sudah bisa dikonsumsi.
Untuk membuat alat ini, Satriyo membutuhkan waktu satu tahun. Mulai proses konsultasi hingga merancang desain alat tersebut. Satriyo juga konsultasi dengan Direktur Lastrindo Engineering Anang Lastriyanto. Untuk menyelesaikan dan menyempurnakan temuannya itu, Satriyo juga mendapatkan bimbingan dari para dosen fakultas teknik. “Memang cukup lama rancangannya dan biaya habis di perjalanan,” ujarnya.
Satriyo mengatakan tidak ada perbedaan rasa antara telur asin yang dihasilkan dari pengeraman batu bata dengan Osmotech. “Hanya saja, kalau dirasakan secara seksama, sensasi masirnya telur belum bisa didapatkan dari Osmotech, berbeda dengan yang menggunakan cara tradisional dengan pengeraman batu bata,” katanya.
Kelebihan dari Osmotech karya Satriyo, dengan alat ini ia bisa membuat telur asin dengan aneka rasa. Ada rasa soto dan rawon. Dia sendiri yang membuat bumbunya yang dicampur pada adonan garam. “Idenya meniru mi instan. Kalau ada mi aneka rasa hidangan Nusantara, telur juga bisa dibuat seperti itu,” tuturnya.
Menyinggung harga Osmotech yang telah menembus pasar di Ponorogo dan Kota Batu, bahkan mulai merambah pasar nasional itu, Satriyo mengatakan Osmotech kecil seharga Rp6 juta dan yang besar Rp8 juta.
Kesederhanaan dan efesiensi waktu inilah yang membuat dia berani bersaing di ajang Wirausaha Muda Mandiri 2018. Meski tidak berlatar ilmu ekonomi, tetapi penerapan kombinasi strategi bisnis yang jitu dan penggunaan Osmotech di peternakan bukan saja berhasil memikat pasar, tetapi mampu mencuri perhatian juri sebagai satu-satunya wakil UB yang paling berpotensi, bahkan menjadi satu satunya wakil Jawa Timur di tingkat nasional.
Wirausaha Muda Mandiri yang diadakan sejak tahun 2007 merupakan program Bank Mandiri sebagai bentuk komitmennya untuk menumbuhkembangkan wirausahawan muda berprestasi di Indonesia. WMM 2018 terbagi dalam beberapa kategori, yaitu Wirausaha Industri Perdagangan dan Jasa, Wirausaha Boga, Wirausaha Kreatif, Wirausaha Sosial, Wirausaha Teknologi Digital, Wirausaha Teknologi Non-Digital dan Wirausaha Digital Financial Technology. [ant]

Rate this article!
Tags: