Mahasiswa UM Surabaya Ajarkan Pendidikan Seksual Lewat Boneka Limbah

Tim PKM pengabdian masyarakat UM Surabaya dengan program Nelida mengajarkan cara mendongeng dengan boneka kain perca untuk pendidikan seks usia dini, Selasa (10/7).

Modifikasi Cerita Rakyat Timun Mas, Latih Siswa Jadi Duta
Surabaya, Bhirawa
Pendidikan seks sesungguhnya telah dibutuhkan sejak anak-anak masih berada di usia dini. Namun, dibutuhkan teknik dana cara menyampaikan yang sesuai dengan usia mereka. Hal ini menjadi salah satu cara yang tepat untuk menghindarkan anak menjadi korban sekaligu pelaku kekerasan hingga pelecehan seksual.
Seperti yang telah dilakukan sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya melalui program kreatifitas mahasiswa pengabdian masyarakat. Lima mahasiswa Ilmu Kesehatan dan Arsitektur UM Surabaya itu menciptakan teater dari boneka limbah kain perca yang dimainkan dalam panggung kecil. Boneka tersebut dinamai dengan Nelida alias boneka limbah cerdas.
Mereka yaitu Erica Ayu Damayanti, Marta Kusuma Putri, Juditfa Fauziah , Fatma Aula Nursifah dan Salman Alfarizi. Kelima mahasiswa ini memilih siswa SD Muhammadiyah 9 Surabaya sebagai lokasi pengabdian masyarakat Nelida.
Erica sebagai ketua tim mengungkapkan, SDM 9 Surabaya dipilih karena lokasinya berdekatan dengan tempat pacaran anak-anak muda di Surabaya. Seperti jembatan Surabaya dan Kenjeran. Peristiwa itu mudah ditemukan oleh anak-anak dan dirasa cukup negatif. “Anak-anak ini punya rasa ingin tahu yang tinggi dan keinginan untuk meniru. Jadi bisa cukup berbahaya,” tutur dia.
Melalui program Nelida ini, sekolah memiliki sarana edukasi untuk mencegah kekerasan dan penyimpangan seksual pada anak. Salah satunya mengenalkan tentang anggota tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh. Anggota tubuh yang boleh dibuka dan tidak boleh dibuka.
“Anak pacaran di kawasan tersebut terkenal dengan tindakan tidak senonoh, mereka bisa saja pelukan pegangan tangan di tempat umum. Maka anak-anak SD yang terpapar pemandangan seperti ini perlu diedukasi,”urainya.
Lebih lanjut Marta menambahkan, proyek yang berjalan selama lima bulan ini mereka awali dengan membuat boneka dari kain perca. Boneka dibuat berdasarkan karakter dalam cerita rakyat “Timun Mas”. Kemudian lima siswa dan lima guru dipilih sebagai duta untuk menjalankan program tersebut. Dalam menceritakan cerita rakyat yang telah dimodifikasi tersebut, anak-anak menjadi aktor pengisi suaranya.
“Kami selipkan cerita tentang bagian tubuh yang boleh disentuh dan tidak boleh agar mereka terhindar dari pelecehan seksual,”urainya. Guru-guru, lanjut dia, juga dikenalkan pada modul pembelajaran yang disusun untuk menjalankan program Nelida ini.
Marta menjelaskan, limbah kain perca sengaja mereka pilih sebagai bahan utama untuk membuat boneka. Karena selama ini tidak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat. Limbah kain perca di konveksi umumnya hanya dibakar.
Juditfa Fauziah menambahkan sebelum mengedukasi anak SD lewat pertunjukan teater boneka terseut, ia dan tim melakukan tes kepada anak-anak. “Awalnya mereka kurang memahami. Lalu kami buat teater boneka yang ternyata sangat efektif. Mereka akhirnya bilang bahwa kamu tidak boleh memegang salah satu bagian tubuh, bukan muhrim,” tuturnya.
Fachrudin Abdillah, salah satu siswa yang menjadi duta program Nelida ini mengaku, dia tunjuk untuk berperan sebagai ayah dalam cerita timun mas. Sebelum tampil, dia sudah belajar dengan para mahasiswa yang terlibat dalam program ini. Di samping itu, dia juga menambah pemahamannya dengan membaca buku cerita timun mas.
“Ceritanya itu menarik pada saat timun mas membuka baju di tempat umum dan buang air kecil sembarangan. Kemudian timun mas dinasehati ibunya bahwa hal itu salah,” tutur Fachrudin.tam

Kenali Fungsi Tubuhnya untuk Mengenali Penyimpangannya
Pendidikan seks sejak dini memiliki tujuan utama agar anak terhindar dari ancaman pelecehan maupun kekerasan seksual. Hal-hal yang seolah dianggap tabu, perlu mereka ketahui dengan cara mereka agar lebih mudah dipahami. Dosen pembimbing program Nelida Gita Marini menuturkan, pendidikan seks ini salah satunya dengan mengenalkan bentuk dan fungsi anggota tubuh manusia. Dengan mengetahui fungsinya, anak-anak juga akan menyadari penyimpangan yang mungkin dilakukan.
“Pesan-pesan yang disampaikan melalui cerita dongeng dan lagu yang tersisip di dalamnya ini akan menghilangkan kesan memalukan dalam pendidikan seks untuk anak-anak,” kata dia.
Di sisi lain, program Nelida ini juga telah dilakukan telaah dengan berbagai pihak yang kompeten di bidangnya. Mulai telaah dari ikatan perawat anak, perawat jiwa, dan pendongeng muslim. Hasilnya, memodifikasi cerita dengan berisi pesan-pesan edukasi cukup efektif untuk pembelajaran pada anak.
“Selanjutnya kita juga bekerjasama dengan puskesma, usaha kesehatan sekolah, serta guru untuk melakukan edukasi ini kepada anak-anak. Di samping itu, ada juga siswa yang ditunjuk sebagai volunteer untuk menyajikan cerita dongeng kepada teman-temannya,” tandas Gita Marini.
Sementara itu Rektor UMS Dr Sukadiono bersyukur karena banyak PKM UMS yang lolos dan terdanai Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
“Mahasiswa semakin memiliki kemampuan untuk berkarya dan berinovasi. Ini merupakan komitmen kami kepada masyarakat melalui inovasi yang bisa dirasakan masyarakat secara langsung,” pungkas dia. [tam]

Tags: