Mahasiswa UWP Lolos Pimnas 2015 Berkat Telur

Dua mahasiswa menunjukkan telur asin asap yang lolos mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 28 di Universitas Halu Oleo Kendari pada Oktober 2015. [Gegeh Bagus/bhirawa]

Dua mahasiswa menunjukkan telur asin asap yang lolos mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 28 di Universitas Halu Oleo Kendari pada Oktober 2015. [Gegeh Bagus/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Pengolahan telur asin yang benar memang sangat dibutuhkan agar telur asin menjadi makanan yang berkualitas. Hal inilah yang dilakukan oleh tim dari Universitas Wijaya Putra (UWP). Tim yang terdiri dari empat orang ini, membuat alat untuk pengasapan telur asin dari unggas bebek. Yakni dengan nama Mentas (mesin asap telur asin). Keempat orang itu ialah, Yhogi Cahyo sebagai Ketua dan Fajar Romadhon, Elizabeth Noviana, serta Dewi Khafso sebagai anggotanya.
Anggota tim Mentas, Fajar Romadhon Fakultas Ekonomi mengatakan, dengan menggunakan mesin asap ini yang bisa menampung 500 butir telur hanya membutuhkan waktu selama delapan jam.  “Bedanya dari alat pengasapan lainnya ialah kecepatan waktu yang dibutuhkan untuk mengasap telur asin. Biasanya membutuhkan waktu 12 jam, dengan alat ini lebih cepat menjadi 8 jam saja,” terang Fajar saat ditemui seusai prosesi wisudanya di Hotel Shangrila, Minggu (6/9) kemarin.
Kelebihannya, Fajar menjelaskan apabila alat ini menampung asap dan tidak membuang asap. “Kalau alat lainnya kan asapnya keluar jadi memang butuh waktu lama, tapi alat ini, asapnya tidak keluar dari mesin sehingga lebih cepat matang,” tambahnya.
Selain itu, telur yang dihasilkan juga memiliki daya tahan kurang lebih satu bulan karena kadar airnya sudah berkurang. Tak hanya itu saja, makanan untuk bebek yang menghasilkan telur juga diberi makanan yang bergizi, sehingga, telur asin ini juga bebas dari kolesterol. “Kita kasih makan bebeknya kepala udang sama cumi. Jadi kesehatan dari gizi makanan bebek juga kita prioritaskan,” tambahnya yang meraih IPK 3,74.
Dosen pembimbing dari tim ini, Nur Leila Jum’ati mengatakan apabila dijual tidak akan menambah harga dari telur ini. “Rasanya memang tidak berbeda dengan telur lainnya. Tapi kandungan gizinya yang bikin beda. Jadi untuk harga tidak ada perbedaan,” terangnya.
Dari 7000 yang mengajukan proposal untuk Pimnas 2015, hanya 440 yang lolos. Salah satunya ialah tim dari Universitas Wijaya Kusuma ini. “Dari Dikti mendapat dana sebesar 10 juta. Dan alat ini menghabiskan biaya sekitar 8 jutaan beserta komponen-komponennya. Seperti batok kelapa,” papar dia.
Di mesin asap telur asin, Leila mengatakan, menggunakan bahan bakar batok kelapa. Menurutnya batok kelapa mengeluarkan aroma yang sangat khas. “Selain itu, efek menggunakan batok kelapa warna telurnya hitam pekat dan mengkilap,” imbuh Leila yang juga sebagai Dosen Fakultas Ekonomi ini. (geh)

Tags: