Mahasiswi Akbid Madiun Buang Jas Almamater

Tuntut tak dipenuhi, sejumlah mahasiswi langsung bereaksi dan meminta rekan-rekannya untuk mencopot serta melempar jas almamater warna merah tua untuk dibuang tepat depan pintu gerbang, Selasa (10/2).

Tuntutan tak dipenuhi, sejumlah mahasiswi langsung bereaksi dan meminta rekan-rekannya untuk mencopot serta melempar jas almamater warna merah tua untuk dibuang tepat depan pintu gerbang, Selasa (10/2).

Kota Madiun, Bhirawa
Aksi unjuk rasa hari kedua ratusan mahasiswa Akademi Kebidanan (Akbid) Muhammadiyah Madiun, Selasa (10/2) siang, diwarnai aksi buang jas almamater. Penyebabnya, selain tuntutan mereka tidak digubris, pihak kampus menantang jika mahasiswi mau keluar, dipersilahkan.
Aksi unjukrasa ini, menuntut pihak kampus agar mencopot Rumpiati selaku Direktur dan Baruatun selaku Pembantu Direktur. Alasan mahasiswa, karena kedua orang tersebut, menetapkan biaya terlalu tinggi dibanding kampus lain sejenis yang ada di Madiun. Selain itu, alasan lain yakni, jadwal perkuliahan tidak seperti yang telah ditetapkan.
Dalam aksi ini, yang memancing emosi para mahasiswa yakni kalimat yang dilontarkan Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Madiun, Edi Sanyoto yang mengatakan kepada mahasiswi  jika ingin keluar dari Akbid, dipersilahkan.
Kalimat Edi ini dipicu karena pintu gerbang kampus yang berada di Jalan Ringroad Kota Madiun, ditutup oleh mahasiswa dan diikat dengan spanduk bekas pendaftaran.
“Kami tidak akan buka pintu gerbang, sebelum ada kepastian tuntutan kami dikabulkan. Jika tuntutan tidak dikabulkan, kami mahasiswa Akbid semester I, III dan V siap keluar atau pindah. Kami hanya menuntut dua orang itu dipecat,” kata mahasiswi.
Tantangan itu langsung ditanggapi Edi Sanyoto dalam nada emosi. “Baik, jika kamu mau keluar dari Akbid, keluar saja. Kami tidak ambil pusing dan tidak rugi,” jawab Edy.
Mendengar itu, spontan sejumlah mahasiswi langsung bereaksi dan meminta rekan-rekannya untuk mencopot serta melempar jas almamater warna merah tua untuk dibuang tepat depan pintu gerbang.
“Teman-teman dengar semua, Ketua PDM (Edi Sanyoto) menantang kalian untuk keluar atau pindah. Bagaimana, kalian semua siap pindah?,” teriak salah satu mahasiswi.
Melihat hal itu, sejumlah dosen meminta kepada mahasiswa agar menarik lagi atau mengambil jas almamaternya yang telah dibuang. “Kalian jangan keluar, tolong,tolong,” pinta seorang dosen perempuan sembari menangis.
Tapi, mahasiswa tetap bersikukuh dengan tuntutannya terhadap dua orang yang membuat kebijakan uang kuliah mahal, untuk dicopot. “Maaf, ibu dan bapak dosen. Kami tidak menyalahkan dosen. Tapi dua pimpinan Akbid membuat kebijakan seenaknya itu yang kita salahkan. Kami harus melakukan aksi ini, karena kecintaan kami kepada dosen, kampus dan mahasiswa sendiri. Apalagi tadi, Ketua PDM, justru  seperti berpihak kedua orang itu,” timpal seorang mahasiswi.
Sebelumnya, dalam pertemuan para mahasiswa Akbid dengan Edi Sanyoto dan Ketua Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah, Chairil Anwar, Koodinator Lapangan (Korlap)Aksi, Nike Tri Anggraini mengatakan, hal ini dilakukan sebagai puncak rasa kekecewaan dengan biaya tinggi yang diterapkan dua orang pimpinan Akbid yang masih memiliki hubungan saudara (kakak-adik).
“Berbagai usulan kami hingga pertanyaan menyangkut biaya tinggi langsung dianggap sebagai melawan pimpinan. Kami usul segera dibangun masjid atau musholla, agar kami bisa salat dengan baik, tapi juga tidak digubris. Selama ini kami salat dibawah tangga. Belum lagi saat mempertanyakan biaya bimbingan sebesar Rp 1,5 juta per semester, juga tidak dihiraukan,” jelas Nike Tri Anggraini. [dar]

Tags: