Mahfud MD: Hasil Pilkada Serentak Belum Gambarkan Kekuatan Peta Pilpres

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD ketika diwawancarai sejumlah awak media di Ponpes Tebu Ireng Jombang, Minggu siang (01/07).
Arif Yulianto/ Bhirawa].

Jombang, Bhirawa
Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) serentak baik Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang baru saja digelar di sejumlah daerah di Indonesia pada 27 Juni 2018 lalu, masih belum bisa dilihat sebagai peta kekuatan Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 mendatang.
Hal itu seperti dikatakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Mahfud MD saat di wawancarai sejumlah wartawan saat berada di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang, Minggu siang (1/7).
“Sebenarnya kan tidak ada partai yang menang mutlak, misalnya di Jawa Timur, siapa yang menang, kan ‘ndak’ ada, yang menang kan Paslonnya, karena kalau bicara partai, partai pendukungnya banyak, ‘ndak’ bisa diklaim oleh satu partai,” papar Mahfud MD.
Hal yang sama juga dicontohkan Mahfud pada Pemilukada di Jawa Barat yang pemenangnya juga bukan didominasi Paslon yang didukung oleh satu Partai Politik (Parpol).
“Karena partai koalisinya ada lima, enam, lalu semuanya mengaku sebagai pendukung. Jadi menurut saya, tidak bisa menjadi satu partai menjadi gambaran kekuatan yang sesungguhnya di dalam Pilpres yang akan datang,” lanjut Mahfud.
Namun, secara umum, pria asal Madura, Jatim tersebut melihat, proses Pemilukada serentak itu dapat dikatakan berlangsung secara baik. Hal yang bisa dilihat sebagai salah satu indikatornya katanya adalah tidak terbuktinya adanya kerusuhan.
“Secara umum Pilkada bagus kan, artinya yang dikhawatirkan misalnya ada kerusuhan, ternyata tidak ada. Akan ada aparat tidak netral, ternyata tidak ada. Bahwa ada benturan-benturan kecil yang sangat kecil itu tidak bisa dihindarkan, karena ini melibatkan 200 juta orang lebih,” kata Mahfud MD.
Lebih lanjut dinilainya, tidak ada laporan kecurangan pada Pemilukada serentak kali ini yang sifatnya ‘massive’ dan signifikan.
“Kalau curang-curang kecil di lapangan, yang bukan dilakukan oleh panitia atau kontestan resmi kan biasa, curang-curang yang dilakukan oleh orang bawah itu. Dan itu tidak signifikan sama sekali, sehingga tidak bisa disebut ‘massive’,” ujar Mahfud.
Masih menurutnya, perkiraan-perkiraan akan terjadinya deskriminasi kepada kelompok-kelompok tertentu pada Pemilukada serentak tersebut akhirnya juga tidak terbukti. Adanya kejutan-kejutan pada Pemilukada serentak, dilihatnya sebagai dinamika demokrasi yang mengarah pada hal yang positif.
“Di Jawa Barat, Jawa Tengah, terdapat kejutan-kejutan, yang kejutan-kejutan tersebut masih wajar dalam demokrasi, dan itu salah satu kemajuan dari demokrasi kita,” pungkasnya.(rif)

Tags: