Makna Pilkada dan Piala Dunia

Oryz Setiawan

Oleh : Oryz Setiawan
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya 

Momen pesta demokrasi pilkada serentak tahun ini beriringan dengan hajat olahraga terakbar sejagat yakni Piala Dunia 2018 yang berlangsung di Rusia tentu menjadi catatan menarik untuk dikaji. Hiruk pikuk konstelasi perpolitikan di Indonesia yang cenderung memanas tentu terus menjadi bahan perbincangan publik yang saat ini menjadi sasaran pundi-pundi suara guna menentukan calon pemimpin daerahnya. Pilkada serentak 2018 akan digelar di 171 daerah yang terdiri dari 13 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten kini memasuki masa kampanye dan debat publik di rentang waktu 15 Februari – 26 Juni 2018 hingga memasuki masa tenang pada 24-26 Juni 2018 serta mencapai puncak pada 27 Juni 2018yakni pemungutan dan penghitungan surat suara di TPS. Ini artinya bahwa puncak pertarungan gelanggang demokrasi yakni pada momen pencoblosan 27 Juni nanti jelas akan mempengaruhi aspek psikologis sosial dan perilaku masyarakat.
Nuansa lebaran tentu masih terasa kental di Bulan Syawal merupakan momentum untuk saling beranjang sana dan bermaaf-maafan antar sesama dimana secara tak langsung memberikan efek lain dalam konstelasi menjelang masa pencoblosan. Hikmah dan makna luas ibadah puasa yang dilanjutkan dengan semangat silahturahmi “syawalan” sudah diyakini bersama sejak lama. Kondisi tersebut tentu menjadi ujian bagi partai politik, elit politik dan para calon kepala daerah untuk menyelami sisi psikologis pemilih. Selama bulan puasa inilah merupakan salah salah satu indikator untuk mengukur sejauhmana aktivitas politik elit politik dan para calon kepala daerah yang benar-benar tulus demi rakyat dalam rangka menjalankan fungsi kepemimpinan daerah.Hal tersebut sebagai bentuk amanah tuhan ataukah hanya pencitraan untuk kepentingan kelompok dan golongan yang sesaat. Karena sesungguhnya niat para calon kepala daerah tentu berkorelasi dengan manifestasi atas amanah yang nantinya dijalankan atas nama tuhan dan negara.
Bukankah setiap pemimpin yang dilantik selalu mengucapkan sumpah dan janji untuk mengabdikan diri sepenuhnya terhadap daerah, bangsa dan negara? Jangan sampai momen bulan puasa dan lebaran hanyalah digunakan sebagai rutinitas ritual keagamaan semata atau hanya sebagai penggugur kewajiban ibadah formal namun harus memberikan nilai positif dan berdampak pada peningkatan kesalehan spiritual dan kesalehan sosial yang ujungnya mampu memberikan sebesar-besarnya atas kesejahteraan rakyat. Sudah saatnya makna ibadah sebulan penuh mampu merasuk dalam sanubari para calon pemimpin yang akan berlaga dalam pilkada, minimal tidak melakukan perilaku yang justru menjauhkan dari nilai-nilai ibadah, moral dan masyarakat luas.
Even Piala Dunia
Selanjutnya pasca lebaran publik telah menanti terutama penggemar bola tentu sangat menantikan dan ajang perhelatan empat tahunan sejagat yakni even Piala Dunia. Sebanyak 32 tim nasional akan terlaga di Piala Dunia 2018 yang dihelat pada 14 Juni hingga 15 Juli 2018 di Rusia. Fenomena Piala Dunia memang sangat menyedot perhatian publik di tanah air sehingga kondisi akan menjadi salah satu “obat penenang” ketika tensi pilkada yang kian memanas, setidaknya dapat meredam potensi gejolak dan gesekan sosial yang timbul. Sepakbola selain sebagai olahraga yang paling populer juga memberikan efek dan dampak segala bidang mulai dari perputaran ekonomi, sosial, pemberitaan media, hingga berimbas pada ranah politik. Hampir dapat dipastikan bahwa even piala dunia dimanfaatkan bagi pemain politik untuk mempengaruhi pemilih dalam pilkada.
Nonton bareng, dari tempat nongkrong seperti cafe dan warung kopi hingga restoran dan hotel menjadi destinasi favorit para penggila bola untuk menikmati indahnya gocekan Lionel Messi, aksi Ronaldo dan pemain berkelas dunia lainnya. Kondisi ini lebih nikmat bila disuguhi kopi dan camilan ringan lain. Hal ini menjadi magnet bagi semua kalangan sehingga mereka rela berjam-jam untuk menantikan tayangan di layar kaca maupun layar lebar yang ditunjang dengan atraksi lainnya. Harus diakui bahwa filosofi sepakbola telah bergeser bukan sekedar industri olahraga namun telah menjadi instrumen komunikasi dan media informasi antar negara bahkan lintas negara baik dilevel elit negara hingga rakyat jelata. Di era modern sepakbola juga bertransformasi mengemban misi perdamaian dan citra suatu negara. Strategi dalam sepakbola sepintas mirip dengan strategi dalam pilkada yakni menyusun skema permainan yang menarik dengan tetap menjunjung tinggi semangat keolahragaan (fairplay) serta etika demokrasi yang santun, beradab dan bermartabat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.Semoga masyarakat tidak keliru memilih calon pemimpin yang amanah, bermoral, berintegritas tinggi dan tidak melakukan tindakan koruptif dalam bentuk apapun, semoga.

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: