Makrifat Gus Zainal

Judul : Jagatnya Gus Zainal
Penulis : Tim Kutub
Editor : Bernando J. Sujibto
Penerbit : Penerbit Kutub
Cetakan I Maret 2019
Tebal : 250 halaman
ISBN : 978-623-90308-1-0
Peresensi : Ahmad Muhli Junaidi
Penggagas Perpustakaan Keluarga yang berprofesi sebagai Guru Sejarah di SMA 3 Annuqayah dan SMA Assalam, Cenlecen, Pakong, Pamekasan.

K.H. Zainal Arifin Thoha, atau lebih sering disapa Gus Zainal, adalah sosok yang penuh kebaikan, pengorbanan, dan ketulusan yang melintasi ruang dan waktu. Ia abadi dalam memoar para santrinya dan orang lain yang pernah mengalami perjumpaan dengannya. Di depan para santrinya dan orang-orang yang pernah mengenalnya, adalah seorang kiai, pengasuh, guru, orang tua, sekaligus sahabat karib yang biasa minum kopi bersama, merokok bersama, dan bercanda bersama. Ia sosok yang ulet, rela membantu, gigih dalam berdakwah, dan tabah dalam menghadapi segala tantangan.
Gus Zainal memang sudah wafat, tapi warisan berupa lembaga pendidikan yang bernama Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari tetap eksis sampai saat ini. Demikian pula warisan berupa keilmuan untuk mendidik para santrinya, hingga kini tetap terpelihara baik. Warisan yang terus berkiprah mengembangkan ilmu pengetahuan adalah penerbitan buku yang dikenal dengan Penerbit Kutub. Penerbit inilah yang terus menyebarkan ide-ide, hikmah-hikmah, dan pengetahuan-pengetahuan yang ditulis oleh Gus Zainal, dan santri-santrinya dikemudian hari. Bahkan buku yang saya resensi ini pun diterbitkan oleh Penerbit Kutub.
Inilah buku dengan judul ‘Jagatnya Gus Zainal’ yang merupakan untaian hikmah dan ma’rifatnya yang ditulis oleh para santri dan para sahabatnya. Berisi 36 esai populer yang enak dibaca dan indah sekali susunan bahasanya. Keindahan susunan bahasa buku ini tercapai dengan baik karena semua penulisnya adalah orang-orang mumpuni dalam dunia sastra dan esai yang mendapat pembinaan secara langsung dari sosok Gus Zainal.
Dimulai dari persaksian Maya Veri Oktavia, istri Gus Zainal, ‘Dari Hati Seorang Istri’. Disusul kemudian M. Sanusi, Bernando J. Sujibto, Budi Prasetyo Wr. Masykur Arif, dan lain lain hingga sahabat-sahabat Gus Zainal, antara lain Joni Ariadinata, Raudal Tanjung Banua dan sebagainya, telah berhasil meramu ma’rifat-ma’rifat peninggalan Gus Zainal dengan baik dan lengkap.
Ma’rifat Gus Zainal adalah keserderhanaan, kemandirian, keikhlasan, suka tolong-menolong, cinta ilmu pengetahuan, rela dan tabah, rajin dan terampil, dan berani serta setia. Ma’rifat ini kemudian diejawantahkan dalam visi Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari, yakni: spiritualitas, intelektualitas, dan profesionalitas (hlm. 45). Dengan tiga konsep visi itulah Gus Zainal bisa dikatakan berhasil melahirkan generasi-generasi yang berkontribusi atas bangsa, negara dan agamanya sehingga mereka menjadi orang yang benar-benar mandiri berdikari, berdedikasi dengan santun, dan berjuang dalam dakwah yang bersifat kemanusiaan.
Ma’rifat kesederhanaan telah didedahkan oleh sang istri dengan kalimat ”Jangan pernah meminta. Bahkan terhadap orang tua sekalipun. Kalau diberi tidak apa diterima. Cukup dan hanya Allah-lah menjadi tempat kita meminta. Jangan sampai Allah merasa cemburu.” (hlm. 24). Itulah ucapan Gus Zainal pada istrinya waktu pertama kali menikah dan dalam kondisi ekonomi sangat kekurangan. Kemudian, ma’rifat kemandirian dipersaksikan oleh tulisan santrinya, Najmuddin Muhammad dengan perkataan ” Kalau Anda memutuskan untuk tidak minta kiriman dari orang tua selama kuliah di Yogyakarta, maka jatah rezeki dari Allah akan turun langsung pada Anda. Tapi kalau Anda minta kiriman, maka rezeki Anda akan turun melalui kedua orang tua.” (hlm. 44).
Ma’rifat keikhlasan, suka menolong, rela dan tabah juga ditulis dengan baik agar menjadi pegangan kita, atau minimal santrinya, dalam menjalankan kehidupan ini. Keikhlasan dan rela berkorban ditunjukkan oleh Gus Zainal dengan mendirikan lembaga pondok dari gedung yang ia kontrak dengan uang pribadi, lalu ditempatkan pada santri secara gratis. Kemudian, mengenai kesukaan menolong ditunjukkan dengan memberikan uang pada para santrinya dan pemberian santunan pada para gelandang dan para pengemis yang ada di Yogyakarta. Tentang ketabahan juga dipersaksikan oleh orang-orang terdekatnya, yang mengatakan bahwa Gus Zainal dalam kondisi apapun melarang marah, caci-maki, dan perasaan ngrundel (hlm. 176).
Ma’rifat cinta pada ilmu pengetahuan ditunjukkan dengan mendidik para santri agar mempunyai ilmu agama yang baik, dan membekalkan para santrinya itu dengan ilmu-ilmu kepenulisan dan ilmu-ilmu praktis lainnya. Semuanya ia susun dalam program pondok yang dijalankan secara ajek dan konsisten, sehingga menghasilkan output yang benar-benar tahan banting dan siap berkecimpung dalam menghadapi perjalanan hidup kelak.
Ma’rifat kesetiaan juga ditunjukkan dalam membina rumah tangga yang direkam sang istri, dipenuhi kebahagiaan yang sempurna, sampai keluarga ini dikaruniai putra lima orang. Tentu saja ini menyangkut kesetiaan dalam rumah tangga yang sangat luar biasa ditunjukkan oleh Gus Zainal. Namun, ia juga menunjukkannya kesetiaan dan kejujuran dalam profesi lainnya. Sebagai dosen ASN di UIN Sunan Kalijaga, ia sangat setia berpegang pada sumpah jabatannya. Jabatan sebagai aparatur negara benar-benar ia jalankan dengan penuh kejujuran, amanah dan tanggung jawab, sehingga ia sangat disiplin mendidik, mengayomi dan mengajar para mahasiswanya.
Tentu saja, bagi Anda yang ingin memahami lebih jauh tentang ma’rifat-ma’rifat yang saya singgung di atas mengenai Gus Zainal, Anda harus membaca buku ini sampai tuntas. Apa yang saya singgung hanya sebagian kecil dari keseluruhan kandungan buku dan tak representatif dalam penggambarannya atas Gus Zainal. Semoga bermanfaat!@

——— *** ———-

Rate this article!
Makrifat Gus Zainal,5 / 5 ( 1votes )
Tags: