Mampir ke Japon, Bisa Berburu Ukiran Bonggol Jati dan Kerajinan Keramik

Kepala SKK Migas Jabanusa Ali Mahsyar (kanan) dan Wakil Bupati Blora H Arief Rohman (dua dari kiri) saat mengunjungi andalan destinasi wisata sentra kerajinan ukiran bonggol jati di Kecamatan Japon Kabupaten Blora belum lama ini. [titis tri w]

Potensi Wisata Budaya dan UMKM di Kabupaten Blora (2-Habis)
Kabupaten Blora, Bhirawa
Pemkab Blora terus mengenalkan potensi daerahnya. Kali ini Kecamatan Japon dieksplorasi. Di daerah yang secara geografis terletak di bagian timur Kabupaten Blora,  dan berjarak 8 km arah timur dari pusat kota tersimpan potensi menarik, yakni ada industri keramik dan sentra kerajinan ukiran bonggol kayu jati yang pamornya  sudah menginternasional.
Secara umum jalan menuju Desa Balong Kecamatan Jepon relatif sepi. Di sekitarnya banyak hutan jati, saat musim kemarau seperti sekarang kondisinya tandus, kering dan berdebu.
Namun keramaian sedikit terlihat begitu mendekati sentra keramik di desa setempat. Para penduduk yang sibuk itu adalah para perajin keramik desa setempat. Mereka membakar kayu di tungku yang berukuran cukup besar. Tungku tersebut digunakan untuk memanaskan keramik maupun kerajinan tangan gerabah.
Hampir sebagian besar warga di Desa Balong dan sekitarnya memproduksi kerajinan yang berasal dari bahan dasar tanah liat. Bentuknya berbagai macam. Ada gelas, mangkuk  hingga hiasan dinding berupa topeng wajah Saminsurosentiko. Mereka juga membuat kerajinan keramik, genteng, batu bata dan gerabah.
Widodo (37) perajin keramik desa setempat mengaku dia mulai memproduksi barang keramik ini sejak 2015. Sebelumnya, dia hanya seorang perajin genting dan batu bata. Profesi yang sudah turun temurun dilakukan  warga setempat. “Saya ingin meningkatkan ekonomi keluarga, makanya coba memproduksi keramik,” tutur dia kepada sejumlah media yang melaksanakan Lokakarya Media SKK Migas-KKKS Perwakilan Jabanusra Periode II Tahun 2017 dan Kuliah Umum di Blora, Selasa-Rabu (19-20/9) pekan kemarin.
Listari, warga lainnya sudah cukup lama menggeluti kerajinan keramik ini. Awalnya dia belajar sedikit demi sedikit, akhirnya dia sudah bisa memproduksi sendiri. “Sekarang yang sulit tentang pemasarannya,” terang dia.
Hasil karyanya banyak dibeli oleh konsumen lokal. Kadang, bila ada pameran di luar daerah ada pula yang ikut dijualkan. “Ya semoga ada perkembangannya untuk pemasaran,” ujarnya.
Ketua Paguyuban Perajin Keramik Balong, Marno di bengkel kerja yang berada di sekitar Balai Desa Balong menjelaskan pihaknya
optimistis usahanya yang baru dirintis setahun terakhir ini akan berkembang dengan baik. Apalagi saat ini beberapa pesanan dari masyarakat sedang dalam proses pembuatan. “Masyarakat sekitar sudah mulai ada yang memesan beberapa model keramik,” ungkap Marno.
Menurut dia, usaha itu memang belum lama, baru sekitar setahun terakhir setelah mendapat beberapa kali pelatihan dari Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Jogjakarta. Setelah pelatihan itu, sejumlah warga mulai menekuni aktivitas membuat keramik dengan beragam model, mulai yang mudah sampai yang sulit.
Tak jauh dari sentra keramik, juga ada industri kerajinan bonggol kayu jati. Tak tanggung-tanggung, kualitas produknya menjadi langganan kalangan elit dalam negeri dan ekspatriat yang tinggal di Tanah Air.
Salah satu perajin bonggol jati yang cukup dikenal adalah Firdaus (47), asal Kecamatan Japon. Dia memiliki ciri khas ukir sendiri yang membedakan dengan kabupaten lain seperti, Bali, Jepara maupun Bojonegoro. Ciri khas olahan bonggol jati dari Blora itu tidak meninggalkan bentuk asli bonggol. Bentuk ukirannya selalu dilihat dari tekstur akar jati yang akan diolah.
Dari bentuk bonggol yang berumur ratusan tahun itu dia bisa menyulap menjadi sebuah ukiran bercerita, ekspresif dan bentuk abstrak hewan. Salah satu ukiran bercerita adalah ukiran Jaka Tarup. Ukiran seharga Rp 300 juta itu dipesan oleh mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Yang saya jual itu merupakan ukiran yang dipadukan dengan bentuk asli motif bonggol (akar) jati,” ujar Firdaus.
Bisnis pengolahan limbah kayu jati ini mendapat dukungan sepenuhnya dari Pemkab Blora. Sebagai bentuk dukungan tersebut, pemkab setempat membuat sebuah kebijakan untuk melindungi para perajin. Dari situ kemudian, bisnis yang dijalankan Firdaus dan beberapa perajin kayu lain mulai berkembang. Kini, sepanjang jalan di Kecamatan Jepon banyak berjejer showroom hasil pengolahan kayu. “Kayu sebagai bahan dasar kerajinan ini semua berasal dari limbah akar jati yang ada di Blora,” kata Firdaus yang saat ini memiliki 20 gudang untuk menampung barang-barang hasil produksinya..
Bisnis pengolahan limbah kayu tersebut kini lebih mengincar pembeli dari luar negeri. Penjualan hasil karya seninya itu banyak dipesan ekspatriat dari Jerman, Inggris dan Amerika Serikat yang tinggal di Jogja, Solo, Magelang dan sekitarnya.   Dari olahan tangannya, harga seni ukir itu mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 1 miliar.  [Titis Tri W]

Tags: