Manfaatkan Ilmu dalam Kelas Bawa Gelar Doktor Termuda

Rendra Panca Anugrah

Rendra Panca Anugrah
Komitmen tinggi dalam pendidikan dibuktikan oleh sosok Rendra Panca Anugrah. Prinsip hidupnya untuk pendidikan mungkin bisa dicontoh banyak orang terutama generasi muda saat ini. Bagi banyak orang, belajar melalui youtube atau internet menjadi lebih praktis dan mudah dalam mencerna ilmu. Namun bagi pria yang akrab disapa Rendra ini, memanfaatkan ilmu di dalam kelas justru menjadi titik balik kesuksesannya di pendidikan.
“Prinsip saya harus memanfaatkan ilmu di dalam kelas. Jika tidak dapat apa-apa, itu artinya saya tidak pernah sekolah dan belajar. Jadi itu yang selama ini jadi pedoman saya hingga bisa meraih gelar doktoral,”katanya.
Dari hal itu, di usianya yang menginjak 24 tahun ia mampu meraih gelar Doktor termuda di usia 24 tahun yang diberikan oleh Institute Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, setelah menempuh pendidikan doktoral Teknik Kimia Program Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Kelulusannya yang ‘anti-mainstream tersebut, setara dengan Grandprix Thomryes Marth Kadja, peraih rekor MURI sebagai doktor temuda di Indonesia yang juga berusia 24 tahun di ITB pada tahun 2017 lalu. Sehingga, apa yang ditorehkan oleh Rendra Panca Anugrah dengan prestasinya tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia juga mempunyai Doktor termuda saat ini.
Pria yang akrab di sapa Rendra ini menceritakan awal mula perjuangannya dalam menyelesaikan study S-3 nya adalah berkat usulan daru dosen pembimbingnya di masa study sarjana (S1) yang menyarankannya untuk mengikuti sebuah program beasiswa bernama PMDSU. Program yang digulirkan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) di tahun 2015 lalu. Program tersebut menantang para sarjana unggulan untuk menyambung studi mereka hingga tingkat doktoral dalam kurun empat tahun. Namun siapa sangka Remdra justru mampu merampungkan tantangan tersebut hanya dalam kurun waktu 3,5 tahun dengan IPK 3.95.
“Selama kurun waktu itu (3,5 tahun) saya berhasil melakukan publikasi penelitian di tiga jurnal ilmiah international bereputasi serra dua seminar international,” ujar pemuda kelahiran Bondowoso, 25 Nopember 1994 ini
Dalam disertasinya, Rendra fokus pada penelitian pemanfaatan Dimethyl Carbonate (DMC) dan Diethyl Carbonate (DEC) sebagai zat aditif pada bahan bakar bensin yang ramah lingkungan. Hal itu di dasarkan pada ketergantungan tinggi masyarakat Indonesia terhadap bahan bakar fosil (terutana bensin dan gasoline). Padahal, menurut dia sumber daya tersebut sangat terbatas. Sehingga, ia menawarkan gagasan tersebut untuk mebgurangi ketergantungan itu dengan menambahkan DM dan DEC yang dapat diproduksi dari sumber biomassa.
“Secara umum riset saya sebagai solusi untuk menggantikan zat kimia yang sudah ada,” ujar dia.
Rendra mengaku, selama menjalani program PMDSU ia sempat dihadapkan pada beberapa persoalan yang menghambat proses penelitiannya. Salah satunya adalah dalam hal penyediaan bahan eksperimen. Kadang, Rendra sampai harus mencari sendiri bahan eksperimen yang dibutuhkan tersebut di luar negeri. Sehingga perlu mengurus surat ekspor-impor barang.
“Sangat sulit untuk menemukan bahan baku penelitian saya di Indonesia,” tutur putra pasangan Suwardjito dan Miftachul Djannah ini. Kendati sulit, Rendra tetap berkomitmen untuk menjalani studi doktoralnya sebaik mungkin. Bungsu dari 5 bersaudara ini merasa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan amanah yang telah dipercayakan negara kepadanya melalui program PMDSU ini. Semangatnya ini bahkan pernah mengantarkan Rendra untuk melakoni berbagai penelitian sekaligus menghimpun pengalaman di Hiroshima University, Jepang. [ina]

Tags: