Manfaatkan Panas Matahari, Cukupi Kebutuhan Irigasi

Andre Juwono, dosen jurusan Teknik Elektro Universitas Kristen Widya Mandala Surabaya (UKWMS) menunjukkan karyanya berupa pompa air tenaga hibrid, Selasa (15/9).

Andre Juwono, dosen jurusan Teknik Elektro Universitas Kristen Widya Mandala Surabaya (UKWMS) menunjukkan karyanya berupa pompa air tenaga hibrid, Selasa (15/9).

Pompa Air Tenaga Hibrid Karya Andrew Joewono
Kota Surabaya, Bhirawa
Sistem irigasi di Indonesia terkadang masih terkendala dengan kedalaman air yang sulit dijangkau pompa jenis genset dan BBM. Tapi di tangan Andrew Juwono, masalah itu segera teratasi. Dengan karyanya pompa air tenaga hibrid, memompa air akan lebih stabil dengan elevasi yang tinggi.
Kendaraan tenaga surya sudah jamak ditemui. Tapi tidak dengan pompa air tenaga surya karya dosen jurusan Teknik Elektro Universitas Kristen Widya Mandala Surabaya (UKWMS) ini. Bagi Andrew, pancaran sinar matahari melimpah di Indonesia. Ini bisa menjadi energi yang cuma-cuma sepanjang tahun. Jika pun ada musim hujan, pancaran sinar matahahari dipastikan masih akan menembus pelosok sudut bumi pertiwi ini.
“Kita manfaatkan saja panas matahari yang sudah ada ini untuk perairan sawah di Indonesia. Kenapa tidak?,” kata Andrew memulai pengenalan karyanya di kampus UKWS, Jl Kalijudan, Selasa (15/9) kemarin.
Pemanfaatan sinar matahari untuk sistem irigasi di Indonesia dianggap paling murah dibandingkan dengan pompa irigasi genset ataupun BBM. Apalagi, saat ini harga BBM sedang melambung tinggi. Hambatan lain di lapangan yang sering muncul adalah ketiadaan jaringan listrik PLN yang sulit menjangkau daerah persawahan.
“Bila menggunakan genset atau BBM petani membutuhkan biaya lebih dari Rp 30 jutaan untuk satu bulan. Tapi, jika menggunakan pompa air tenaga hibrid ini hanya Rp 16 juta sepanjang tahun. Alatnya juga bisa disimpan sewaktu-waktu,” papar Andrew.
Untuk mendesain sistem pengadaan air dengan bantuan sinar matahari tersebut, pria kelahiran 11 Oktober 1972 membutuhkan waktu lebih dari lima bulan. Proses utama yang dilakukannya adalah membeli dua panel surya dengan harga Rp 2 jutaan untuk masing-masing panel. Panel surya yang berukuran 1 x 1 meter yang memiliki kapasitas 100 Wp diletakkan tepat di bawah sinar matahari.  “Biasanya kita pajang dari pukul 11 hingga 3 sore selama lima jam,” tegasnya.
Dua panel surya itu kemudian dihubungkan secara pararel dengan dua kontroler inverter. Fungsi kontroler inverter adalah untuk memantau dan menyetabilkan tenaga yang diserap oleh sinar matahari. Dalam lima jam sistem kerja panel surya diklaim mampu menghasilkan daya 500 Watt peak (Wp) atau 100 Wp per jam dengan tekanan konstan stabil 12 voltase dan 5 ampere. Kemudian, tenaga yang diserap itu disimpan ke dalam aki yang disambungkan langsung ke pompa air jenis AC (Air Conditioner) yang sudah disambung dengan pipa air dengan capaian panjang hingga 50 meter.
“Bila masih ada tenaga matahari, maka kinerja akan dibantu oleh tenaga matahari. Kalau matahari sudah terbenam maka masih ada simpanan tenaga dalam akinya,” jelas bapak satu anak tersebut.
Karena sistem kinerja pompa tenaga surya ini otomatis, bisa digunakan untuk tenaga matahari ataupun genset. Menurut alumnus pasca sarjana Teknik Telekomunikasi ITS tersebut, kekuatan tenaga surya yang disimpan dalam aki tersebut memiliki kemampuan yang cukup tinggi. Dengan jarak kedalaman (elevasi) hingga setengah kilo meter, pompa tenaga surya ini bisa menyuplai debit air hinga 1 liter per detik. “Saya berharap karya ini bisa diproduksi massal karena ini sangat membantu sistem pengairan di Indonesia,” pungkasnya. [Adit Hananta Utama]

Tags: