Manfaatkan Selulosa, Efektif Cegah Infeksi Saluran Pernafasan

Widya Irene Mayangsari (paling kanan) mencontohkan cara membuat masker sabut kelapa yang berfungsi untuk menyaring asap berpartikel ultrafin, Rabu (7/10).

Widya Irene Mayangsari (paling kanan) mencontohkan cara membuat masker sabut kelapa yang berfungsi untuk menyaring asap berpartikel ultrafin, Rabu (7/10).

Modifikasi Masker Sabut Penghalau Asap Jahat
Kota Surabaya, Bhirawa
Kabut asap akibat kebakaran hutan telah menimbulkan banyak persoalan. Melambatnya laju ekonomi dan meningkatnya jumlah penderita Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Kondisi ini pun memantik keprihatinan mahasiswa Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya yang ditunjukkan dengan sebuah karya.
Udara bersih dan bebas partikel berbahaya adalah kenikmatan yang luar biasa. Sayang, asap tebal akibat pembakaran liar hutan gambut telah merusaknya. Masyarakat di Riau dan Kalimantan telah merasakan beratnya hidup di tengah kepungan asap itu. Dan enam mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan UM Surabaya punya cara tersendiri untuk mengekspresikan keprihatinan mereka.
Para mahasiswa ini memodifikasi masker medis yang dijual di pasaran menjadi masker yang mampu menghindarkan manusia dari ultrafin dengan cara yang sangat sederhana. Yakni dengan menambahkan sabut kelapa di bagian dalam masker medis. Ultrafin sendiri merupakan zat berbahaya bagi tubuh yang terkandung dalam asap dan polutan lain. Termasuk yang terkandung dalam asap kendaraan yang menjadi bagian problem lingkungan metropolitan.
Ke enam mahasiswa tersebut ialah Dini Kartini dan Amar Syaidi, Widya Irene Mayangsari, Imaniar Rifka Annisa, Wilda Kusuma Dewi dan Khoiratul Ummah.  Ke enamnya kemarin memaparkan temuannya di kampus, Jalan Sutorejo 59 Surabaya. “Masker ini hanya ditambahkan sabut kelapa yang sudah dihaluskan dan lunak,” kata Dini Kartini mengawali penjelasannya, Rabu (7/10).
Bersama timnya, Dini memaparkan latar belakang inovasi ini. Yakni keberadaan korban jiwa akibat kabut asap di Kalimantan. Lebih memprihatinkan lagi ketika ada seorang balita menjadi salah satu korban dan meninggal dunia.
Dini mengakui dengan menggunakan sabut kelapa, masyarakat bisa meminimalisir zat ultrafin yang masuk ke dalam paru-paru. Sementara sabut kelapa sendiri sangat mudah didapat di mana saja. Dengan sabut ini, asap yang akan dihirup akan disaring dengan sabut kelapa yang mengandung selulosa berkadar 43,44 persen. Selulosa merupakan partikel  penyaring alami. “Kita tidak menyadari dalam asap itu terkandung berbagai partikel berbahaya. Seperti particulate matter (PM-10) pada asap di Riau,” ungkap perempuan yang kini duduk di semester lima prodi D3 Keperawatan.
Lebih lanjut Dini menuturkan, PM-10 mampu mencapai daerah yang lebih dalam pada saluran pernafasan. Salah satu jenis bagian PM-10 adalah Ultrafine Partikel (UFP) yang dapat menembus lapisan epitel paru. Jika sudah demikian, ultrafin akan menempel ke dinding alveolus dan berinteraksi dengan sel-sel epitel. “Ini berbahaya bagi pernafasan. Di antaranya bisa memicu radang paru-paru, respon alergi dan menurunnya fungsi paru-paru,” tambahnya.
Widya Irene yang juga terlibat dalam tim tersebut menambahkan, penggunaan masker sabut kelapa ini harus selalu diperbarui. Setidaknya satu hari sabut yang sudah dipakai diganti dengan sabut yang baru. Ini berfungsi untuk mengoptimalkan zat selulosa yang terkandung dalam sabut kelapa. “Kalau sudah digunakan untuk menyaring terlalu banyak ultrafin kan pasti akan menurun fungsinya. Jadi harus diperbarui lagi,” ungkap mahasiswa S1 Keperawatan ini.
Cara membuatnya pun cukup mudah. Sabut yang ada diiris. Kemudian dimemarkan untuk membuat tekstur yang lunak dan pipih. Semakin tua kelapa maka sabutnya semakin bagus.  “Sabut tersebut lalu dibungkus dalam tisu kemudian dimasukkan dalam lapisan masker,” ungkap dia.
Irene menambahkan, masker medis yang saat ini dijual di pasaran masih terlalu longgar untuk menangkal bahaya asap seperti di Riau dan Kalimantan. Sehingga dibutuhkan penyaring yang lebih untuk mengurangi ultrafin masuk dalam pernafasan.
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UM Surabaya Nur Mukarromah mengapresiasi apa yang dilakukan mahasiswanya. “Di saat ada problem asap, mahasiswa memberikan sedikit sumbangsih solusi awal menyikapi asap,” jelas Nur Mukarromah. [Adit Hananta Utama]

Tags: