Manuver “Utusan” Catur Bishop ala Gibran Rakabuming

Oleh :
Ken Bimo Sultoni
Alumni FISIP Universitas Diponegoro (Undip) Semarang

Jumat (17/7) lalu, DPP PDI Perjuangan resmi mengumumkan nama-nama calon kepala daerah yang akan diusung dalam pilkada serentak 2020. Pertemuan ini disaksikan langsung oleh ketua umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Dalam pengumuman itu PDI Perjungan mengeluarkan 45 pasang nama calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang diusung dalam pilkada serentak pada 9 desember 2020 nanti.

Dari nama-nama yang diumumkan itu terdapat nama Gibran Rakabuming Raka yang tak lain adalah putra Presiden Jokowi Dodo. Gibran maju sebagai calon Wali Kota Surakarta bersama Teguh Prakosa sebagai wakilnya. Hal ini tak pelak menimbulkan banyak asumsi dan spekulasi ditengah masyarakat tentang Partai Banteng moncong putih itu. Karena beberapa waktu sebelumnya bukanlah nama Gibran yang muncul di tengah masyarakat akan digadang-gadang oleh partai banteng itu. Akan tetapi sosok wakil Wali Kota Surakarta Achmad Purnomo lah yang sebelumnya akan diusung oleh DPC PDI Perjuangan kota The Spirit Of Java itu.

Melihat arah gerak dan manuver yang dilakukan oleh Gibran yang sebelumnya hanya muncul dalam survei terbatas yang dilakukan di kota tersebut, mencitrakan dirinya layaknya sebuah bidak “bishop” dalam permainan Catur. Mengutip dari Majalah Tempo edisi 13 juni 2020, Track record orientasi politik Gibran mulai terbaca berkisar dari setahun yang lalu tepatnya pada tanggal 25 juli 2019 disaat namanya muncul dalam survei Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi, Solo, dengan popularitas mencapai 90 persen dan elektabilitas 13 persen. Tak heran apabila popularitas seorang Gibran sangat tinggi selain karena citra diri sebagai putra sulung dari presiden Jokowi, Gibran juga aktif dalam menggunakan media sosial dan memiliki lingkungan pertemanan yaang cukup luas dengan beberpa tokoh-tokoh publik lain di tanah air. Setelahnya ia mulai mengadakan pendekatan kepada tokoh-tokoh partai PDIP, seperti pada tanggal 18 September 2019 ia menemui waikota Solo F.X. Rudy untuk menanyakan mekanisme pencalonan Wali Kota Solo dan setelahnya memutuskan untuk ikut bergabung menjadi kader dari partai banteng tersebut.

Setelah itu pada tanggal 24 oktober 2019, Gibran mengunjungi rumah ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu ia menyampaikan keseriusannya maju sebagai calon Wali Kota di depan Megawati dan juga Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Tak berhenti disitu setelahnya Gibran semakin massif melaksanakan strategi “sowan restu” kepada beberapa tokoh lainnya seperti Prabowo,Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Wali Kota surabaya Tri Rismaharini dan juga beberapa tokoh senior PDIP di Solo.

Manuver politik yang dilakukan oleh Gibran dianalogikan layaknya bidak “bishop atau gajah” dalam permainan catur. Posisi bishop atau gajah juga identik dengan sebutan “bidak utusan” karena merupakan bidak yang dapat bergerak secara aktif setelah dibukakan jalannya, dalam gerakannya pun ia tak lurus layaknya benteng akan tetapi bergerak meluncur secara diagonal mengikuti jalan yang ada.

Gambaran Gibran sebagai bishop diperkuat dengan sosok besar dibalik dirinya seperti presiden Jokowi yang disinyalir memiliki posisi kuat untuk mengangkat dirinya dalam pencalonan tersebut. Seperti yang diketahui sebelumnya kehadiran Gibran dalam percaturan pencalonan Wali Kota Solo oleh PDIP cukup mengagetkan banyak kalangan khususnya pada internal PDIP Solo itu sendiri. Wali Kota Solo F.X Rudyatmo atau Rudi yang tak lain juga merupakan ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Solo menolak untuk mencalonkan Gibran dikarenakan pengalaman politiknya yang masih terlalu dini dan dikhawatirkan akan berakhir prematur.

Di saat Gibran mendaftarkan diri sebagai kader partai banteng pada tanggal 23 september 2019, DPC PDIP Solo justru mengumumkan Purnomo dan Teguh sebagai calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang akan diusung. Mulai saat itulah bursa pencalonan Wali Kota Solo dari PDIP memanas dan belakangan karena hal itu, hubungan jokowi dan rudy, yang pernah berduet memimpin Solo, ikut memanas. Rudy tak lagi menyambut Jokowi disaat ia berkunjung ke kota tersebut.

Barulah pada akhir januari antara Jokowi dan Rudy melaksanakan pertemuan tertutup di yogyakarta, yang salah satu pembahasannya adalah soal calon yang diusung oleh PDI Perjuangan dalam pemilihan Wali Kota Solo. Untuk menyelesaikan permasalahan itu PDIP Pusat mengundang pengurus PDIP Solo ke Teuku Umar. Dalam pertemuan itu juga disebutkan bahwa Megawati telah menentukan sikap dan meminta seluruh kader di Solo mengikuti keputusan partai. Megawati menyatakan bahwa hal ini berkaitan dengan kepentingan nasional, beberapa sumber menyebutkan bahwa kepentingan nasional yang dimaksud ialah untuk menjaga hubungan baik dengan Jokowi.

Keinginan Gibran yang maju diungkapkannya pertama kali saat ia menjadi pembicara dalam Playfest 2019 di kawasan Gelora Bung Karno pada 25 agustus 2019. Saat itu ia mulai terbuka akan keinginan politiknya. “Nanti kabari saya kalau pendaftaran sudah dibuka,” kata Gibran kala itu. Dan sekitar hampir setahun berselang usahanya pun membuahkan hasil, pada tanggal 17 Juli 2020 lalu Puan Maharani selaku ketua DPP PDI Perjuangan mengumumkan namanya sebagai calon Wali Kota Solo bersama Teguh Prakosa sebagai wakilnya dalam kontestasi pilkada serentak pada tanggal 9 desember 2020 nanti. Sosok bidak Bishop yang melekat pada diri Gibran merupakan gambaran bahwa layaknya catur, permainan politik selalu berjalan dinamis dan tak selalu simetris.

Strategi “sowan restu” menjadi pembuka jalan bagi Sang Bishop untuk dapat berlenggang dalam percaturan politik. Gambaran Bishop sebagai “Utusan” Jokowi juga tak kalah kuatnya dalam mempengaruhi keberhasilannya untuk bisa membuka jalan memenangkan restu Sang Raja. Gambaran bidak menteri/Ratu pada diri Jokowi memang sangat kuat pengaruhnya dalam memenangkan kepentingan putranya.

Menteri/Ratu dalam permainan catur mempunyai arah gerak yang paling bebas dan luas dibandingkan orientasi gerak bidak lainnya. Sedangkan posisi Raja mempunyai gerakan yang amat terbatas dan sangat rapuh. Oleh karenaya perhitungan akan posisi Sang Menteri yang mempunya arah gerak dan akses luas yang menjadi pertimbangan utama Sang Raja untuk menentukan keputusan mana yang paling baik dan bijak untuk dilakukan.

———— *** ————–

Tags: