Maraknya Calon Independen Disinyalir hanya Jadi Boneka

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Parlemen Watch Jatim Sebut Tragedi Demokrasi dan Membodohi Rakyat
Surabaya, Bhirawa
Munculnya calon independen (perseorangan) dalam Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 mendatang ternyata tidak direspon positif oleh sejumlah elemen masyarakat di Jatim. Sebab, pasangan calon independen yang mendaftar di 19 KPU kab/kota di Jatim  identik sebagai calon boneka agar pasangan calon incumbent (petahana) memiliki pesaing.
Berdasarkan data KPU Jatim, jumlah pasangan calon independen yang maju di Pilkada Serentak sebanyak 9 pasangan calon. Rinciannya, Yus Samsul Hadi Subakir-Agus Wibowo (Kota Pasuruan), Mujianto – Sueb dan Nur Salim-Edy Wijaya (Lamongan), Mochsin-Dwi Sumardianto (Kota Blitar), Nur Cholis-M. Mufidz (Kab Malang).
Kemudian pasangan Misnan-Rahma Sofiana (Kab Mojokerto), Misrianto-Isnen (Ponorogo), Zakky Mahbub-Dwi Susiantin Budiarti (Tuban), dan Agus Bandono-Adi Susila (Ngawi).
Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) H Yusuf Rizal menilai pelaksanaan Pilkada serentak pada 2015 menimbulkan dampak negatif karena pasangan calon incumbent cenderung menciptakan kandidat bayangan (calon boneka), baik melalui jalur independen maupun parpol dan koalisi parpol dengan embel-embel politik transaksional.
“Calon boneka itu dibuat oleh pasangan incumbent supaya bisa memenuhi syarat administratif Pilkada supaya tidak terjadi calon tunggal, serta untuk melanggengkan kekuasaan incumbent,” ujar Yusuf Rizal didampingi Gubernur LIRA Jatim Irham Maulidy usai silaturrahim dengan PWNU Jatim di Surabaya, Rabu (29/7).
Munculnya calon boneka, lanjut Yusuf juga dapat  menumbuhkembangkan budaya korupsi. Pasalnya, investasi politik yang dilakukan calon incumbent untuk membuat calon boneka membutuhkan dana yang cukup besar, baik untuk membeli rekom partai atau untuk logistik mencari dukungan KTP masyarakat.
“Kalau calon incumbent terpilih kembali, tentu saat menjabat akan berusaha mengembalikan investasi politik tersebut dengan segala cara termasuk korupsi. Jadi munculnya  calon boneka itu jadi buah simalakama bagi masyarakat,” tegas pria asli Banyuwangi ini.
Walaupun praktik politik transaksional lewat calon boneka sulit dibuktikan, namun LIRA akan berusaha membuktikan dan melaporkan pada pihak berwajib karena itu tergolong praktik tindak pidana kriminal. “Saya instruksikan supaya LIRA di seluruh  Indonesia maupun masyarakat ikut mengawasi proses Pilkada serentak yang sarat dengan politik transaksional,” pinta Yusuf Rizal.
Senada, Gubernur LIRA Jatim Irham Maulidy menambahkan bahwa calon independen di Pilkada serentak identik dengan calon boneka tidak terbantahkan. Hal itu bisa dilihat secara kasat mata ketika hanya ada dua pasangan calon yang mendaftar di KPU Kab/Kota, yakni pasangan incumbent dan pasangan independen.
Dicontohkan Irham, di Kab Tuban hanya ada dua pasangan calon yang mendaftar, yaitu pasangan Fathul Huda-Noor Nahar Hussein (Incumbent) dan pasangan Zakky Mahbub-Dwi Susiantin Budiarti (independen). Kemudian di Kab Ngawi antara pasangan Budi Sulistiyono-Ony Anwar (incumbent) dengan pasangan Agus Bandono-Adi Susila (independen). Bahkan di Kab  Lamongan, ada dua pasangan independen menjadi pesaing incumbent. “Patut diduga pasangan Mujianto-Sueb dan pasangan Nur Salim-Edy Wijaya adalah calon boneka bikinan incumbent,” ungkap pria asli Bangkalan Madura.
Di Kab Mojokerto lebih tragis lagi, walaupun ada tiga pasangan calon yang mendaftar. Namun salah satunya adalah independen yakni pasangan Misnan dan Rahma Sofiana. “Sudah bukan menjadi rahasia, kalau Misnan adalah mantan sopir orangtua Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa. Jadi masyarakat tentunya sudah tahu kalau pasangan independen itu adalah calon boneka,” tegas Irham Maulidy.

Setuju Diundur
Sementara itu pengamat politik dan Ketua Parlemen Watch Jatim Umar Salahudin menilai sebaiknya Pilkada Surabaya 2015 diundur hingga 2017 daripada yang dimunculkan calon boneka.
“Calon boneka menjadi tragedi demokrasi di Surabaya, calon boneka membodohi rakyat,” kata Umar Salahudin, Rabu (29/7).
Menurut dia, kalau ada calon boneka berarti motivasinya pragmatis yakni rela maju untuk kekalahannya dan memenangkan calon yang lain. Calon boneka tersebut pasti dapat keuntungan atau bentuk imbal jasa.
Sedangkan yang dikorbankan, katanya, adalah rakyat. Apalagi dengan anggaran Pilkada besar seperti itu secara langsung hanya untuk menguntungkan calon-calon boneka saja. “Selamatkan demokrasi, selamatkan uang rakyat,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, fenomena Pilkada Surabaya 2015 yang saat masa pendaftaran 26-28 Juli 2015 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya hanya diikuti satu pasangan calon wali kota dan wakil wali kota yang diusung PDIP yakni Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana perlu disikapi.
Gelagat munculnya calon tunggal bisa dilihat sejak pendaftaran calon wali kota dan wakil wali kota jalur perseorangan yang dibuka beberapa waktu lalu yang tidak ada peminatnya.
Kondisi seperti ini memunculkan opini adanya calon boneka yang disiapkan untuk kalah melawan calon petahana Risma-Whisnu. Namun hal itu dibantah sejumlah parpol dengan membenuk Koalisi Majapahit yang beranggotakan enam parpol yakni Demokrat, Gerindra, PKS, PKB, PAN dan Golkar.
Koalisi Majapahit menyatakan diri siap mendaftarkan cawali dan cawawalinya ke KPU Surabaya, namun sampai pendaftaran dibuka tidak ada yang muncul.
Padahal sehari sebelum pendaftaran di KPU ditutup dan diperpanjang tiga hari lagi banyak pemberitaan di media menyebut sejumlah pasangan calon yang siap mendaftar yakni Syamsul Arifin (PKB) dan Siswandi (Demokrat) diusung Koalisi Majapahit. Namun semua itu tidak terbukti karena tidak ada yang daftar di KPU.
Begitu juga, dari koalisi Poros Tengah yakni PKB, Hanura dan Nasdem dikabarkan memunculkan calon Syamsul Arifin (PKB) dan Warsito (Hanura) maupun calon yang diusung Gerindra dan Demokrat yakni  Sukoto (non partai) dan Siswandi (Demokrat) juga tetap belum terbukti.
“Memang lebih baik Pilkada diundur daripada yang dimunculken calon boneka. Itu pembodohan rakyat dan rakyat yang dirugikan,” katanya. [cty]

Tags: