Masa Depan Profesi Wartawan di Era Digital

Oleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior di Surabaya

Sekalipun sekarang di era digital sudah masuk di seluruh dunia, namun profesi wartawan/jurnalis tidak mungkin tersingkirkan. Agar profesi wartawan / jurnalis tak tersingkirkan, maka profesi wartawan dituntut untuk berinovasi sesuai dengan perkembangan digitalisasi. Sebab sekarang masyarakat setiap menit selalu mendapat informasi baru dari dunia digital seperti media sosial dan lain-lain. Karena itu para wartawan juga dituntut untuk lebih kreatif dalam menyajikan informasi yang cepat dan akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.
Sebagaimana diketahui bahwa isu perkembangan media di era teknologi informasi menjadi perhatian di seluruh dunia, mulai dari institusi pers, wartawan dan masyarakat yang bertransformasi. Memang harus diakui bahwa setelah tahun 1998 terjadi perubahan dramatis perkembangan media Indonesia, saat ini akselerasi seakan-akan memperlambat. Karena itu, wartawan / jurnalis perlu terus berinovasi, kreatif dengan memperdalam riset, kompetensi dan memahami perkembangan isu.
Wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mulai calon wartawan, wartawan muda, wartawan biasa dan wartawan madya. Dalam uji kompetensi tersebut, diberikan penyuluhan masalah tugas wartawan, ilmu pengetahuan tentang hukum, melakukan diskusi tentang industri media dan cara membuat berita. Masyarakat sekarang telah membaca berita di online, menonton youtube, dan masyarakat juga banyak terkoneksi dalam teknologi informasi, sehingga pers harus mengikuti karena peran pers luas dan bebas.
Sesuai Undang -Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers menempatkan media massa di Indonesia sebagai media informasi pendidikan, hiburan dan media kontrol sosial. Karena itu, pers harus mampu memberikan hak kepada masyarakat untuk mengetahui dan menegakkan demokrasi supremasi hukum, hak asasi manusia, menghormati perbedaan, mengembangkan pendapat umum serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran serta idealisme menjadi kuncinya.
Selain itu, pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi yakni memberikan kesejahteraan wartawan dan karyawan dalam bentuk kepemilikan saham kepada para karyawannya. Sebagai contoh yang dilakukan oleh Penerbit Harian “Bhirawa” adalah salah satunya penerbitan pers di daerah. Karena itu, bisnis media pers bisa berkurang atau menurun, tetapi profesi wartawan atau jurnalistik tidak bisa tersingkir, kecuali media penerbitannya yang bangkrut karena persaingan antar penerbitan dan adanya  era digital. Penerbit media pers, sekarang sudah mempunyai media online yang bisa diakses oleh masyarakat setiap saat dan ndapat dipertanggungjawabkan.
Sekarang bermunculan media sosial yang dahulu untuk individu dan kelompoknya saja. Sekarang bergerak luas, sampai bisa menggetarkan pemerintahan. Karena menyiarkan berita bohong atau hoax sehingga penegak hukum / kepolisian yang turun tangan. Semestinya, yang mengontrol berita bohong atau berita menyesatkan adalah Kementerian Komunikasi dan Informasi dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), tetapi kalau media online dari penerbitan pers tidak berani melakukan berita bohong atau berita yang menyesatkan masyarakat. Koran konvensional, majalah maupun online tidak akan berani memuat berita bohong, karena ada ketentuan sebagai wartawan / jurnalis harus memuat berita yang fakta, benar dan dapat dipertanggungjawabkan, tidak boleh dicampurkan dengan opini pribadi, atau golongan.
Semua penerbitan pers, mempunyai izin terbit dan SIUP (Surat Ijin Usaha Penerbitan) dan harus berbadan hukum, mematuhi ketentuan yang telah ditentukan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang penerbitan pers dan kode etik wartawan / jurnalistik.
Penerbitan Pers Harus Mengikuti Teknologi
Penerbitan pers di Surabaya, termasuk terbesar kedua setelah penerbit yang ada di Jakarta. Untuk diketahui, bahwa jumlah penerbitan pers di Surabaya pada waktu itu antara lain harian Jawa Pos, Surabaya Post, Harian Umum dan Suara Rakyat, Harian Pewarta Surabaya, koran tertua di Surabaya dan pembacanya banyak para pebisnis dan Harian Perdamaian yang berkantor di Jalan Karet Surabaya. Koran Bahasa Inggris Indonesia Daily News kantornya di Jl. Kaliasin atau sekarang Jl. Basuki Rachmat. Kemudian ada majalah Liberty, Sketmasa, Terang Bulan, Jaya Baya dan Penyebar Semangat. Penerbitan pers di Surabaya tersebut masih menggunakan percetakan secara manual, kurang bagus dan tidak bisa berwarna sesuai dengan perkembangan teknologi digital. Koran  penerbitan Jakarta menggunakan percetakan digital yang hasilnya bagus, sesuai dengan perkembangan dan teknologi. Karena koran dan majalah terbitan Jakarta banyak peminatnya, maka pemasarannya ditingkatkan ke kota besar di Indonesia seperti Bandung, Semarang,  Yogyakarta dan Surabaya. Harian “Suara Rakyat” merupakan surat kabar terbesar di Jawa Timur, terdesak dengan Harian Jakarta Kompas, Sinar Harapan, Merdeka. Maka pemimpin Umum Moh. Sofyan Hadi dan pemimpin redaksi Moh. Utoro membuat pernyataan perang terhadap koran Jakarta yang masuk ke daerah di Jawa timur. Bagi pemerintah tidak bisa menghalangi karena penerbitan pers itu merupakan bisnis bebas, bersaing dalam mutu cetak maupun beritanya.
Akhirnya penerbitan SK Harian Suara Rakyat, Harian Umum, Pewarta Surabaya, Perdamaian, Indonesia Daily News tidak dapat melanjutnya penerbitannya karena tidak mengganti dengan percetakan digital. Sementara Surabaya Post, Pimpinan Umum A. Aziz cepat mengikuti perkembangan teknologi membeli percetakan digital, Harian Surabaya Post yang terbit sore berhasil berkembang menjadi koran terbesar di Surabaya. Dan berhasil membangun kantor Harian Surabaya Post di Jl. Panglima Sudirman Surabaya.
Pelanggan bisnis maupun umum dari  Harian Pewarta Surabaya berhenti penerbitannya beralih ke Harian Surabaya Post. Kemudian harian Jawa Pos diambil over oleh Majalah Tempo dan mengganti percetakan dengan digital, kemudian Pimpinan Tempo Eric Samola mempercayakan Dahlan Iskan menjadi pimpinan redaksi Jawa Pos, serta banyak memberitakan kegiatan pebisnis.
Sementara Majalah Penyebar Semangat merupakan majalah tertua berbahasa Jawa sudah banyak pelanggannya dan berhasil membeli percetakan baru digital. Selain untuk mencetak majalahnya yang terbit mingguan, maka selebihnya menerima order penerbitan majalah, koran dan lain-lainnya. Majalah Joyoboyo yang terbitnya seakan-akan hidup sulit matipun tak mau terpaksa harus dikuasai oleh penerbit Jawa Pos group sampai sekarang. Majalah Mingguan Berita “Sket Masa” pimpinan Suripto, adalah salah satu majalah berita di Jawa setelah Tempo, akhirnya juga menghentikan penerbitannya.
Songkatnya, dengan persaingan antar penerbitan pers di Indonesia sekarang ini, maka penerbit pers, maupun wartawan/jurnalisnya harus berbenah diri menyajikan koran atau majalah yang cetaknya baik dan isinya bermutu sesuai dengan perkembangan dunia.

                                                                                              ————- *** ————-

Tags: